REI: Penjualan Properti Masih Lesu, Konsumen Pilih Bisnis Valas

Perlambatan ekonomi nasional memicu lesunya penjualan properti di Indonesia.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 07 Feb 2016, 11:22 WIB
Diterbitkan 07 Feb 2016, 11:22 WIB
20160204- Penjualan Properti Awal 2016 Naik-Jakarta- Helmi Afandi
Pertumbuhan penjualan properti di Tanah Air mengalami kenaikan di awal tahun, Jakarta, Kamis (4/2/2016). Kenaikan ini menjadi sinyal positif untuk kebangkitan bisnis properti di Indonesia. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta Perlambatan ekonomi nasional memicu lesunya penjualan properti di Indonesia. Faktor utama penyebabnya karena depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan tingginya suku bunga perbankan.

Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI), Eddy Hussy mengungkapkan, gejolak kurs Rupiah bukan saja berpengaruh langsung pada harga bahan baku maupun harga jual rumah, namun masyarakat lebih cenderung menahan pengeluaran, termasuk berinvestasi di sektor properti.

"Orang akan melihat pergerakan atau gejolak Rupiah, lebih baik berdagang mata uang dibanding investasi properti. Kalau dolar AS naik, orang takut belanjakan uangnya, dan pasar jadi sepi. Mereka nahan investasinya, atau memilih investasi yang menguntungkan," ujar Eddy saat berbincang di Jakarta, seperti ditulis Minggu (7/2/2016).

 

Lebih jauh lagi, kata Eddy, suku bunga Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) masih cukup tinggi meskipun Bank Indonesia (BI) telah memangkas BI Rate 25 basis poin. Suku bunga perbankan yang rendah, lanjutnya, akan menumbuhkan industri properti hingga 10 persen.

"Properti itu butuh bunga rendah, karena KPR selalu jangka panjang 10 tahun, 15 tahun, 20 tahun. Kalau bunga 1 persen saja sudah banyak sekali, pinjaman 20 tahun, bunganya total 20 persen. Harga rumah yang tadinya Rp 200 juta jadi Rp 240 juta, bahkan lebih mahal," jelasnya.

Pengusaha properti, sambung Eddy, berharap agar BI dapat kembali menurunkan suku bunga acuan supaya membantu pergerakan ekonomi di pasar, khususnya industri properti yang sedang lesu.

Menurutnya, penjualan properti sangat melambat di segmen menengah ke atas. Sementara kalangan menengah ke bawah masih bertumbuh cukup bagus karena permintaan yang tinggi, salah satunya dukungan program sejuta rumah dari pemerintah.

"Penjualan properti menengah ke bawah masih bagus, yang melambat menengah ke atas walaupun di lokasi-lokasi tertentu masih bagus penjualannya. Jadi pertumbuhan properti di tahun lalu hanya 6-7 persen atau di bawah target 10 persen," kata Eddy.

Dirinya berharap, penjualan properti di tahun ini dapat meningkat seiring perbaikan ekonomi global dan Indonesia. Harapan lain bertumpu pada kebijakan baru pemerintah untuk mendukung dunia usaha.

"Kita harap ada regulasi baru lagi yang akan mengangkat pertumbuhan properti segmen menengah ke atas, termasuk penurunan BI Rate dan bunga bank lagi," cetus Eddy. (Fik/Zul)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya