Negara Tetangga Dongkrak Perkembangan Properti Batam

Perkembangan bisnis properti di Batam justru berasal dari adanya dampak positif dari pergerakan bisnis properti di negara tetangga.

oleh Wahyu Ardiyanto diperbarui 29 Des 2016, 11:10 WIB
Diterbitkan 29 Des 2016, 11:10 WIB

Liputan6.com, Jakarta Tidak bisa dipungkiri jika lokasi menjadi salah satu keunggulan properti di Batam. Dan wajar jika pada akhirnya Batam menjadi lokasi baru pilihan ketika investor melihat properti di Singapura atau Malaysia dirasa cukup mahal. Hasilnya: beberapa proyek dari negara Singapura atau Malaysia turut dipasarkan di Batam.

Hingga akhir tahun 2016, Batam yang masuk Kepulauan Riau, menurut Paulina, MM Home Property Batam, kondisinya tidak jauh beda dengan apa yang terjadi di tahun sebelumnya.

Simak juga: Inilah Tiga Hambatan Serius Bagi Bisnis Properti Batam

Hal itu terjadi bukan saja lantaran kondisi makro ekonomi yang masih belum pulih total, tapi juga karena ada beberapa kebijakan pemerintah yang pada akhirnya turut menghambat pergerakan bisnis sektor properti di Batam. Salah satunya adalah pengenaan BPHTB (Biaya Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan).

JIka DKI Jakarta sudah diturunkan menjadi 2,5 persen, namun Batam dan sekitarnya masih bertengger di angka 4 persen. Demikian juga dengan himbauan Menteri Agraria/Kepala BPN yang menggratiskan properti di bawah harga Rp1 Miliar dari biaya BPHTB belum memberikan sinyal positif.

Kondisi itu pun masih harus ditambah dengan kebijakan Pemda yang kurang menguntungkan pelaku bisnis di sektor properti. Kepada Rumah.com, Ruslan Weng, Founder PT. RW Properti Makmur Abadi, menjelaskan, “Seharusnya masalah pengenaan Uang Wajib Tahunan Otorita Batam atau UWTO dikomunikasikan juga dengan pelaku bisnis.”

Sebagai informasi, UWTO merupakan uang yang harus dibayarkan pemilik hak pengelola lahan kepada BP Batam (Otorita Batam) dalam jumlah tertentu, tergantung dari lokasi dan luas lahan tersebut.

Dan jika UWTO belum diperpanjang, otomatis lahan yang dimiliki – baik perorangan ataupun perusahaan – tidak bisa ditransaksikan. Itulah sebabnya, baik Paulina ataupun Ruslan Weng yang juga sebagai Ketua DPD AREBI Kepri, menghimbau agar Pemda bisa memberikan keringanan untuk masalah ini.

Namun hal yang menarik dari perkembangan bisnis properti di Batam justru berasal dari adanya dampak positif dari pergerakan bisnis properti yang ada di negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Brunai Darussalam.

Secara otomatis, dampak positif dari tingginya perkembangan properti yang ada di ketiga negara tersebut berimbas positif ke properti yang ada di Batam. Itulah yang menyebabkan harga unit properti yang ada di Batam terbilang cukup tinggi dibanding daerah lain, meski dengan spesifikasi yang sama atau tidak jauh berbeda.

Ambil contoh ruko dengan ukuran standar 5x15m, di Nagoya dan Batam Centre dipatok dengan harga Rp 1-2 miliar. Sementara untuk ukuran yang sama namun dengan lokasi yang cukup baik, maka harganya bisa Rp 3,5 – 4 miliar dengan ukuran yang sama.

Sementara untuk lokasi perumahan yang banyak diminati di Batam adalah perumahan-perumahan yang lokasinya berdekatan dengan kawasan industri. Misalnya perumahan di Sukajadi, Cengkok, dan Silapang.

Kisaran harga rumah di ketiga lokasi tersebut adalah: Jika perumahan di Sukajadi dengan ukuran standar dengan 2 kamar tidur dibanderol jual dengan harga diatas Rp600 jutaan. Sementara perumahan di Selopang dengan ukuran 1000m2 dihargai Rp 1 – 3 miliar. Di perumahan Golden City, Cengkok, harga rumah dengan 3 kamar tidur, dijual dengan harga Rp700 juta hingga 1 miliar.

 

Foto: Pixabay

Achmad Fachrezzy

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya