Liputan6.com, Jakarta Kementerian Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengaku sudah dan akan melakukan empat program yang diyakini mampu mendukung pertumbuhan ekonomi negara.
Keempat program tersebut diantaranya pemetaan, registrasi dan sertifikasi melalui program PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematik Secara Lengkap) yang mencakup reforma agraria, pendirian bank tanah, dan penguatan peran tata ruang.
Menurut Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Sofyan A. Djalil, saat ini baru 44,5 juta bidang tanah yang tersertifikasi dan teregistrasi dari sekitar 110-130 juta bidang tanah yang ada di luar kawasan hutan.
Advertisement
Pada tahun 2025 ditargetkan 100% akan tersertifikasi dan teregistrasi.
“Banyak masalah tumpang tindih karena selama ini sertifikasinya secara sporadis. Ini akan kami bereskan, 2025 kami targetkan 100% terdata dan bersertifikat. Sertifikasi akan naik secara bertahap, 2019 sertifikasi 9 juta, kemudian 10 juta sehingga semua terdaftar dan bersertifikat,” katanya ke Rumah.com.
Baca juga: Saatnya Menagih Janji Kementerian ATR/BPN
Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) per desa, yang selanjutnya ditingkatkan pada level kabupaten/kota dan provinsi (di luar kawasan hutan), diperlukan untuk mencapai target pada tahun 2025.
Untuk menyukseskan PTSL, langkah-langkah yang akan dilakukan Kementerian ATR/BPN meliputi percepatan penyediaan peta kadastral (skala 1:5000 dan penerapan sistem fit for purpose) serta registrasi Nomor Identifikasi Bidang (NIB) dan data yuridis lengkap (perdesa, kabupaten/kota).
(Rumah subsidi mulai Rp120 Jutaan ada di sini)
Terkait program reforma agraria yang dijalankan oleh pemerintahan Jokowi-JK, pada periode 2015-2019 ditargetkan sebanyak 10,3 juta hektar melalui empat skema. Yaitu:
1. Skema pertama adalah legalisasi aset yang meliputi legalisasi tanah transmigrasi yang belum bersertifikat seluas 0,6 juta hektar
2. Skema kedua melalui legalisasi aset seluas 5,2 juta hektar.
3. Skema ketiga redistribusi tanah seluas 4,5 juta hektar yang terdiri dari tanah HGU terlantar dan tanah terlantar seluas 0,4 juta hektar.
4. Skema keempat pelepasan kawasan hutan seluar 4,1 juta hektar.
Pemerintah belum lama ini juga menggulirkan rencana pengenaan pajak bagi tanah-tanah yang tidak dimanfaatkan (idle land tax). Tercetusnya rencana ini didasari pada ketimpangan yang sangat besar atas penguasaan aset berupa tanah.
Baca juga: Rencana Pemerintah Pajaki Lahan Menganggur Tuai Dukungan
Ada kecenderungan orang berspekulasi dengan membeli tanah karena harga tanah yang tidak pernah turun tetapi terus naik. Pemilik hanya mengharapkan keuntungan modal (capital gain). Alhasil, tanah-tanah tersebut tidak dimanfaatkan sehingga tidak memberikan manfaat bagi orang banyak.
“Tanah baru bisa bermanfaat apabila dipergunakan. Kalau ada utilisasi, diberdayakan, digunakan. Kalau tidak, tanah tersebut hanya bermanfaat bagi pemiliknya,” ungkap Sofyan.
(Apartemen baru harga di bawah Rp200 Juta)
“Oleh sebab itu kita harus lakukan sesuatu dengan melihat pengalaman di berbagai negara. Ada yang disebut dengan idle land tax di mana semua negera sudah mempraktekkan instrumen ini, tetapi belum di Indonesia,” imbuhnya.
Rencana penerapan pajak terhadap tanah kosong diharapkan pemerintah tidak mempengaruhi investasi.
“Seperti untuk bank tanah bagi pengembangan kota baru, misalnya. Selama business plan-nya jelas, pemerintah akan mempertimbangkan regulasinya. Istilahnya, kami tidak akan membunuh angsa yang bertelur emas,” ia mengakhiri.
(Klik www.rumah.com/perumahan-baru dan temukan ratusan perumahan baru di seluruh Indonesia)