Pengenaan Pajak Bukan Solusi untuk Lahan Menganggur

Bila pajak diterapkan, maka biaya pajak nantinya akan dibebankan ke konsumen sehingga harga akan melonjak.

oleh Wahyu Ardiyanto diperbarui 09 Feb 2017, 18:52 WIB
Diterbitkan 09 Feb 2017, 18:52 WIB

Liputan6.com, Jakarta Peraturan mengenai pengenaan pajak atas lahan yang dibiarkan menganggur yang saat ini tengah dibahas Pemerintah ternyata menuai pro kontra dari berbagai kalangan.

Ekonom BCA, David Sumualmendukung rencana ini, namun dengan catatan harus diperjelas mengenai detail aturannya. “Saya sih setuju. Tapi bagi tanah yang diperuntukkan untuk infrastruktur saja,” tuturnya.

(Simak juga: Jegal Makelar Tanah, Pemerintah Pajaki Tanah Menganggur)

Pernyataan ini pun diperkuat oleh Pengamat Pajak, Darussalam AK. Menurutnya, rencana pengenaan pajak ini sebagai pengontrol harga tanah. Pasalnya, harga tanah selama ini tidak masuk akal, khususnya untuk infrastruktur.

“Harus dipajaki secara progresif untuk membatasi spekulan. Di luar negeri dikenal dengan nama land value tax. Jadi saya setuju untuk pajak progresif ini,” tuturnya.

Tapi Ali Tranghanda, CEO Indonesia Property Watch (IPW), punya pendapat yang berbeda. “Sangat disayangkan bila Pemerintah selalu mengandalkan tekanan pajak untuk mengatur segala sesuatunya.”

“Perlu diingat bahwa aturan pajak akan bersifat sementara bahkan berpotensi mengakibatkan tekanan dan trauma, khususnya bagi para pengusaha karena tidak menjamin kepastian hukum dalam berbisnis di tanah air. Tanpa fundamental yang jelas, maka permasalahan seperti ini tidak akan terselesaikan,” tambahnya.

Apa definisi tanah terlantar? Sebenarnya melalui PP No. 11 tahun 2011 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar sudah ada. Namun memang masih banyak area ‘abu-abu’.

“Dalam beberapa pasal juga ada penyebutan ‘tanah terlantar yang tidak sengaja tidak dipergunakan sesuai ketentuan karena keterbatasan ekonomi…’. Dengan demikian maka alasan untuk menghindari tanah terlantar juga akan sangat mudah,” jelas Ali kepada Rumah.com.

Menurutnya, pendekatan tanah terlantar tidak dapat diselesaikan dengan pajak, melainkan harus dibentuk fundamental pasar perumahan yang kuat. Dengan fundamental pasar yang solid maka secara otomatis harga tanah akan terkendali.

Ali juga mengkritik kepada pihak yang menyatakan bahwa penguasaan lahan untuk investasi akan menjadikan harga naik. “Tidak ada yang salah dalam investasi di sektor properti termasuk tanah yang sebatas untuk dikembangkan sebagai tanah produktif. Di negara lain pun tidak ada menghalangi ketika kita mau investasi tanah. Yang salah ketika tanah dijadikan ajang spekulasi.”

“Jadi kenaikan harga properti bukan disebabkan oleh investasi tanah melainkan karena pergerakan ekonomi yang membuat harga tanah bertumbuh. Jangan dibolak balik. Jadi yang bahaya itu motif spekulasi, bukan investasi,” tegas Ali.

Ali mencontohkan ada yang menjual lahan Rp 90.000/m2 di suatu lokasi. Bulan berikutnya harganya sudah menjadi Rp 120.000/m2. Apakah harga tanah sudah langsung naik sebegitu cepat? Penambahan harga tersebut merupakan titipan dari beberapa calo/spekulan tanah.

Belum lagi banyak oknum yang menawarkan tanah-tanah yang nantinya sudah direncanakan pemerintah untuk pembangunan infrastruktur. Ditawarkan sambil diiming-imingi bila rencana pemerintah jadi maka harga tanah juga akan naik.

“Jadi ketika pengembang memiliki land bank yang besar tidak serta merta dikategorikan sebagai tanah terlantar, karena land bank yang ada semata-mata untuk memberikan sustainabilitas perusahaannya. Tidak mungkin pengembang akan membeli tanah setelah tanah yang ada habis. Harga tanah pastinya akan naik dan harga akan makin mahal.”

“Melihat kondisi lapangan seperti itu maka ketika menetapkan tanah terlantar harus jelas pengertian, batasannya, dan jangka waktunya. Jika tujuannya agar harga tanah dapat terkendali, maka pendekatan pajak tidak akan berhasil, malahan harga tanah akan terdongrak naik,” terang Ali.

Lagipula bila pajak diterapkan, maka biaya pajak nantinya akan dibebankan ke konsumen sehingga harga akan melonjak. Untuk memberikan kestabilan harga, termasuk untuk tanah-tanah yang akan dibangun infrastruktur dan fasilitas umum seperti penyediaan rumah murah, Ali menyarankan pendekatan bank tanah sebagai salah satu alternatif terbaik saat ini.

“Dengan konsep bank tanah maka pemerintah akan dapat mengendalikan harga tanah. Pemerintah tidak membuat para pengembang menjadi khawatir. Dalam kondisi pasar properti yang masih belum sepenuhnya pulih jangan bebani para pelaku pasar dengan hal-hal yang tidak perlu,” ujar Ali.

Tertarik memiliki rumah subsidi dan rumah murah di bawah Rp200 Juta? Cek puluhan pilihannya di sini.

 

Foto: RumahCom

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya