Liputan6.com, Surabaya - Dosen Jurusan Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Sri Fatmawati, meraih penghargaan internasional Early Chemist Award. Sebab, ia mengembangkan penggunaan ekstrak bahan alam dari berbagai tumbuhan untuk bahan obat diabetes.
"Gelar yang diserahkan dalam ajang The International Chemical Congress of Pacific Basin Societies 2015, di Honolulu, Hawaii, 20 Desember 2015, itu merupakan apresiasi untuk kami," ucap peneliti bidang kimia organik bahan alam itu, di Surabaya, Jawa Timur, seperti dikutip dari Antara, Minggu (10/1/2016).
Early Chemist Award merupakan penghargaan bagi peneliti muda di bidang kimia dan ilmu spektroskopi. Penghargaan itu diberikan kepada 40 peneliti yang memiliki rekam jejak dan publikasi terbanyak yang diserahkan dalam kongres kimia.
Baca Juga
Dalam kongres 5 tahunan itu terdapat sekitar 8.000 makalah dari 71 negara se-Asia Pasifik yang terdaftar dalam kongres Kimia Pasifik Basin 2015. Selain Fatma, terdapat lima peneliti Indonesia lainnya yang meraih penghargaan serupa.
Perempuan Paling Menginspirasi
Di hadapan peserta kongres tersebut, Fatma yang juga menyandang gelar 'Perempuan Paling Menginspirasi' dalam Penghargaan Kartini 2015 itu menyampaikan makalah mengenai penggunaan ekstrak bahan alam dari berbagai tumbuhan sebagai bahan obat diabetes.
"Kami mengisolasi senyawa aktif dari tanaman, kemudian ekstrak tersebut diteliti proses penghambatannya terhadap enzim yang menyebabkan kadar gula darah naik atau pemicu komplikasi penderita diabetes," tutur Fatma.
Sebagai langkah awal, perempuan asal Madura yang pernah meraih penghargaan L'Oreal Women in Science 2013 itu menyeleksi berbagai tanaman yang berpotensi sebagai obat diabetes di Indonesia.
"Kita ini negara kaya, hidup dengan potensi alam yang luar biasa. Saya mencoba memanfaatkan apa yang digunakan masyarakat sebagai obat dan ingin membuktikannya secara ilmiah," beber dia.
Namun, penelitian yang dilakukan masih merupakan riset dasar, sehingga hasilnya masih perlu diteliti lebih lanjut sebelum dijadikan obat dan diproduksi secara massal.
"Riset kami belum sampai pada tahap klinis. Masih banyak tahapan lain yang harus dilalui sampai suatu senyawa disebut sebagai obat," kata peraih gelar PhD dari Universitas Kyushu, Jepang itu.
Ia mengaku senang bisa berpartisipasi dalam kongres kimia terbesar itu. Selain karena biaya akomodasi yang sudah disediakan, Fatma bisa berjumpa dengan para penerbit jurnal seperti Elsevier, para editor jurnal kimia papan atas, hingga peraih Nobel Kimia.
"Di situlah letak kebahagiaannya, saya bertemu dengan peneliti kelas dunia, sehingga dapat memacu diri untuk lebih baik lagi, dan bisa memotivasi mahasiswa saya agar lebih baik dari saya," tutup ibu dua anak itu.