Inspirasi Polisi Surabaya, Memburu Penjahat dengan Ilmu Rumput

Dengan ilmu rumput, seorang polisi di Surabaya menjadi lebih jeli memahami petunjuk yang ditinggalkan penjahat.

oleh Dhimas Prasaja diperbarui 08 Jan 2016, 19:15 WIB
Diterbitkan 08 Jan 2016, 19:15 WIB
Garis Polisi Ilustrasi
(Liputan6.com/ilustrasi)

Liputan6.com, Surabaya - Memecahkan kasus kejahatan tidak cukup hanya dengan insting, tetapi harus menggunakan ilmu. Hal itu disadari betul Aiptu Pudjianto Hardjanto, penulis buku TKP Berbicara.

Saat berbincang dengan Liputan6.com ia membuka salah satu jurus andalannya untuk mengendus penjahat. Pudji menyebutnya sebagai ilmu rumput.

Ia mendapatkan ilmu itu dari Piter Napa, sahabatnya saat bertugas di Polsek Biudukfoho, Nusa Tenggara Timur. Tidak banyak informasi mengenai sosok Piter. Pudji menyebut lelaki itu sebagai inspirasinya untuk mengungkap kasus pembunuhan.

Piter hanya mengandalkan tombak dan parang serta membuat jerat saat berburu. Di sela-sela perburuan, Piter mengajari Pudji cara berburu binatang, mulai dari membaca arah larinya binatang buruan, melacak jejak, hingga menangkap target. Yang paling berkesan ilmu tentang rumput dan tanah untuk mencari jejak.


"Saya merasa aneh juga, masa ada ilmu rumput, dan ternyata memang ada. Istilah itu dipakai Piter sendiri," kata lelaki kelahiran Surabaya itu, di Surabaya, Kamis malam, 7 Januari 2016.

Ilmu rumput adalah melacak target atau hewan buruan melalui rumput, akar, ranting, dedaunan dan lain-lain. Dengan memahami petunjuk yang ditinggalkan, siapapun bisa mengetahui arah larinya binatang buruan. Kepada Pudjianto, Piter mengaku ilmu itu diwariskan secara turun temurun di keluarganya.
 
"Setiap binatang yang menginjak tanah dan rumput pasti akan meninggalkan jejak. Di dalam rumput itu adanya rumput ringan dan rumput baru. Rumput ringan, kata sahabat saya itu, adalah setiap kali terinjak pasti akan terlepas," tutur anggota Satreskrim Polrestabes Surabaya itu.

Kasus Perdana

 

Ia menerapkan ilmu rumput itu pertama kali saat mendapat laporan penemuan mayat di sungai di Dusun Tafuli, perbatasan Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Timor Tengah Utara, 1998 lalu. Untuk mencapai tempat kejadian perkara (TKP), ia harus berjalan kaki selama 4-5 jam dengan melintasi bukit dan menyeberang sungai tanpa jembatan.

Saat tiba di TKP sore hari, ia melihat jelas jenazah yang sudah membusuk. Nalurinya mengatakan mayat itu korban pembunuhan. Awalnya, Pudji tak tahu harus berbuat apa karena itu merupakan kasus pembunuhan pertama yang ditanganinya.

"Sabar, pelan-pelan saja Pudji. Kamu lihat dulu jenazahnya," demikian hati kecil Pudji bicara, saat itu.

Meski minim petunjuk, Pudji mencoba menajamkan instingnya dan mengamati apapun yang ada di TKP. Matanya tertuju pada potongan tulang belulang dan bangkai sapi yang berjarak 15 meter. Temuan itu semakin meyakinkannya jika jenazah tanpa identitas itu adalah korban pembunuhan.

Ia pun memberanikan diri untuk menyentuh kepala jenazah dan mendapati banyak belatung mengerumuni kepala korban. Ia menemukan luka menganga pada tengkorak. Setelah penemuan itu, otak Pudji kembali berpikir keras dan tiba-tiba teringat ucapan Piter yang menyuruh melacak jejak pelaku seperti melacak hewan buruan. Ia menemukan jawabannya pada tanah dan rumput sekitar.

Setelah mengamati, ia menemukan sebagian rumput ringan yang terlepas mengarah ke selatan. Ia mengikuti jejak patahan ranting dan daun di sekitar TKP hingga mengarah ke rumah di atas bukit. Saat itu, hari mulai gelap dan tidak banyak orang kecuali rumah tersebut.

Pudji berjalan mengendap-endap sambil melihat ke arah dalam rumah itu. Ia melihat seorang pria muncul dan buru-buru ke luar rumah menju hutan. Pudji kembali teringat pesan Piter.

"Kata dia, seekor musang yang berhasil menangkap buruannya tidak akan menghabiskan santapan kecuali disembunyikan di tempat aman. Dia akan kembali lagi untuk menyantapnya. Kondisinya sama saat itu," Pudji menulis dalam bukunya.

Insting yang berpadu dengan ilmu itu menguatkan kecurigaannya bahwa lelaki itu ialah pembunuh yang dicarinya. Pudji khawatir lelaki itu berusaha menghilangkan barang bukti.

Tak berapa lama, ia menemukan lelaki itu mengambil daging sapi yang ternyata dicurinya dari warga setempat tapi beda suku. Ia diduga juga membunuh pemilik ternak sapi yang dicurinya.

Alih-alih menyergap pembunuh sekaligus pencuri itu, Pudji memilih mengontak Kepala Suku untuk menangkap lelaki itu. Ia khawatir penangkapan tanpa melibatkan kepala suku akan menimbulkan konflik antarsuku. Sejak itu, ia semakin intensif menjalankan ilmu rumput.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya