Gegana dan Demonstrasi Warnai Sidang Praperadilan Novel Baswedan

Pintu ruang sidang praperadilan perdana Novel Baswedan dipasangi alat pendeteksi metal dan dijaga aparat bersenjata laras panjang.

oleh Yuliardi Hardjo Putro diperbarui 14 Mar 2016, 11:18 WIB
Diterbitkan 14 Mar 2016, 11:18 WIB
Gegana dan Demonstrasi Warnai Sidang Praperadilan Novel Baswedan
Pintu ruang sidang praperadilan perdana Novel Baswedan dipasangi alat pendeteksi metal dan dijaga aparat bersenjata laras panjang.

Liputan6.com, Bengkulu - Ratusan aparat kepolisian mengawal ketat sidang perdana praperadilan para korban kasus penganiayaan berat yang membelit penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Sidang tersebut digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bengkulu.

Gabungan satuan antibandit dan huru-hara polda, polres, dan polsek didukung Satuan Brimob bersiaga di setiap sudut kantor pengadilan. Mobil satuan Gegana sebagai penjinak bom juga ikut disiagakan.

Ketatnya pengawalan juga terlihat dari pemasangan alat deteksi metal di pintu masuk ruang sidang. Aparat bersenjata laras panjang juga bersiaga di setiap sisi.

Meski begitu, Kapolres Kota Bengkulu AKBP Ardian Indra Nurinta mengatakan pihaknya hanya mengamankan biasa dan tidak berlebihan.

"Ini sesuai dengan protap pengamanan biasa. Personel ditambah karena sidang ini menyita perhatian publik secara luas," ujar Ardian di Bengkulu, Senin (14/3/2016).

Kepala PN Bengkulu Encep Yuliandri mengatakan, sidang dilaksanakan di ruang sidang utama PN Bengkulu dengan hakim tunggal Suparman. Pengamanan yang dilakukan aparat kepolisian itu merupakan kewenangan aparat dan pihaknya tidak mempermasalahkan itu.

"Silakan saja, tetapi proses persidangan tetap mengikuti aturan yang kami miliki," ucap Encep.  

Dihadang Demonstrasi

Tidak hanya pengawalan ketat, sidang perdana praperadilan gugatan terhadap keluarnya Surat Keputusan Penghentian Perkara (SKP2) atas kasus yang penganiayaan berat yang terjadi pada 2004 lalu itu juga diwarnai demonstrasi.

Puluhan masa gabungan mahasiswa dan aktivis yang menamakan diri Majelis Tinggi Organisasi Lentera Kedaulatan Rakyat (Lekra) mendatangi kantor PN Bengkulu membawa berbagai spanduk dan kain kafan.

Dalam orasinya, koordinator lapangan aksi Aurego Jaya meminta Presiden untuk menghentikan intervensi politik dalam kasus Novel Baswedan. Mereka mendesak PN Bengkulu untuk menerima gugatan praperadilan dan mendudukkan Novel sebagai terdakwa.

"Jika Novel bersalah, hukum dia. Jika tidak, pulihkan nama baiknya. Kasus ini jangan dijadikan alat politik," ucap Aurego.

Pihak pengadilan negeri juga diminta konsisten dalam penanganan kasus ini dan agar tidak disusupi berbagai kepentingan politik sesaat. Demonstran juga meminta aparat penegak hukum lain, seperti kepolisian dan kejaksaan, untuk profesional dalam penanganan kasus ini.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya