Liputan6.com, Jayapura - Pengadilan Wewak, Provinsi Sepik Timur, Papua Nugini membebaskan empat nelayan Jayapura, Papua setelah membayar denda masing-masing sebesar 5.740 kina (mata uang Papua Nugini) atau setara dengan Rp 23 juta.
Jumlah itu merupakan sisa denda kasusmemasuki kawasan ilegal sebesar 540 kina per orang dan sisa denda kasus illegal fishing sebesar 5.200 kina per orang.
Hukuman denda yang dibayarkan merupakan perhitungan dengan masa tahanan 1 tahun yang telah dijalani keduanya sejak 18 Desember 2015. Total denda sebelumnya, yakni sekitar 15.000 kina. Masing-masing 10.000 kina untuk pencurian ikan dan 5.000 kina untuk kasus masuk secara ilegal.
Juru bicara Konsulat RI di Vanimo, Allen Simarmata dalam surat elektronik yang dikirimkan pada Liputan6.com menyebutkan, sebelumnya keempat nelayan Indonesia berasal dari Hamadi, Kota Jayapura ditahan di Lapas Vanimo dan menjalani persidangan di Pengadilan Wewak, Provinsi Sepik Timur.
Keempat nelayan itu, adalah Basri Pase alias Sape (30), Umar Sumar (31), Sandi Baharuddin (29), dan Ramli Idris (31).
"Upaya pembebasan nelayan ini merupakan kelanjutan dari pendekatan yang dilakukan Konsulat dengan otoritas hukum di Vanimo dan Wewak, khususnya Pengadilan Vanimo dan Lapas Vanimo," ujar Allen pada Rabu, 1 Juni 2016.
Baca Juga
Keempat nelayan ini sempat berpindah lokasi tahanan dari Wewak ke Lapas Vanimo sejak 4 Maret 2016 lalu. "Staf Konsulat sebelumnya juga telah menemui pihak keluarga di Kampung Nelayan Hamadi, Kota Jayapura, dan menyerahkan bantuan sebagian uang denda," ujar dia.
Kepala Badan Perbatasan dan Kerjasama Luar Negeri Provinsi Papua, Suzana Wanggai menyebutkan, keempat nelayan tersebut dalam pemeriksaannya pernah mengaku kapal ikan yang ditumpanginya masuk ke perairan Wewak.
Hal itu lantaran mesin kapal mengalami kerusakan dan mati. Mereka akhirnya terombang-ambing di tengah perairan dan tiba di perairan Wewak, Papua Nugini.
"Para nelayan ini mengaku tak menangkap ikan di perairan itu," kata Susi, panggilan akrab Suzana.
Advertisement