Liputan6.com, Palembang - Minat penikmat kopi di Palembang, Sumatera Selatan, terbilang tinggi. Banyak kedai bermunculan dan menyasar segmen berbeda, yakni kelas bawah, menengah sampai kelas atas.
Berbagai upaya juga dilakukan untuk menggaet pelanggan. Salah satunya Kedai Luar Negeri yang terletak di kawasan Jalan A Yani, Plaju, Palembang, Sumatera Selatan. Pulung (35), pemiliknya, sengaja meluncurkan program diskon yang mulia.
Salah satunya bagi hafiz (penghafal) Alquran. "Tak perlu bayar. Kami beri diskon 100 persen, tentunya harus melewati tes," kata Pulung di Palembang, Rabu, 10 Agustus 2016.
Advertisement
Baca Juga
Di samping itu terdapat beberapa diskon lain. Pulung sendiri sengaja belajar mengenai kopi selama sekitar tiga bulan kepada seorang teman di Pulau Jawa. Pulung yakin meski sederhana, kedai yang dimilikinya mampu bersaing.
Sejauh ini pemilik kedai kopi di Palembang mampu meraup sedikitnya Rp 500 ribu setiap malam. Pengunjungnya didominasi berbagai kalangan, mahasiswa sampai pekerja. Kedai kopi dianggap sarana pelepas penat.
Pengamat sosial Universitas Sriwijaya Alfitri menjelaskan, jika kini seiring majunya Kota Palembang, taraf hidup masyarakat juga ikut meningkat. "Nongkrong" di kedai kopi mulai jadi budaya kekinian.
Transformasi masyarakat, menurut Alfitri, terjadi akibat pergeseran sistem manual yang mulai beralih ke teknologi di setiap aktivitas. Baik untuk pekerja atau mahasiswa.
"Peluang ini yang ditangkap pasar. Untuk berkomunikasi, bertemu dengan teman atau saudara sambil menyeruput kopi," kata dia.
Namun, Alfitri menyebut jika perlahan, dengan menjamurnya kedai kopi ini akan muncul pula konsekuensi negatif. Alhasil, diperlukan kontrol sosial baik dari pemerintah maupun institusi lain.