Liputan6.com, Probolinggo - Para pengikut Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi yang masih bertahan di Dusun Cengkelek, Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, hanya tinggal puluhan orang saja.
Mereka beralasan karena sudah waktunya pembuktian pencairan uang hasil penggandaan Dimas Kanjeng. Namun, alasan sebenarnya di balik keinginan mereka untuk bertahan adalah karena takut ditagih tetangga maupun kenalannya yang telah menyerahkan uang untuk digandakan Taat Pribadi.
"Mereka bertahan di tenda dan enggan pulang karena takut ke tetangganya. Khawatir uang yang totalnya hampir Rp 1 miliar yang dititipkan oleh tetangga-tetangganya ditagih," ujar Mulyono, Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Nguling, Kabupaten Pasuruan, Rabu, 5 Oktober 2016.
Mulyono mengaku sempat berbincang dengan Juawariyah (42), warga Dusun Susukan, Desa Nguling, yang juga merupakan pengikut Dimas Kanjeng. Kepadanya, Juawariyah mengaku menjadi korban penipuan Taat Pribadi.
Baca Juga
Sejak menjadi pengikut Dimas Kanjeng, Juawriyah nekat menjual tanah warisan milik suaminya, Mustopa, di Pangandaran, Jawa Barat, untuk modal penggandaan uang. Namun, uang yang diharapkan tidak kunjung ada dan ia bahkan diceraikan suaminya akibat hal itu pada tiga tahun lalu.
Masalah Juawariyah semakin pelik setelah dititipi tetangganya, Sulistiyowati sebesar Rp 460 juta yang tertarik dengan iming-iming penggandaan uang oleh Dimas Kanjeng. Dengan masalah yang bertubi-tubi itu, Juawariyah memilih bertahan di padepokan dengan harapan uangnya bisa kembali.
"Belum tetangga lainnya yang malu mengaku. Nah, Sulistiyowati hari ini akan saya dampingi melaporkan ke polisi, Karena dia merasa jadi korban penipuan penggandaan uang itu," tutur Mulyono kepada Liputan6.com, di Padepokan Dimas Kanjeng.
Sebelumnya, pemilik Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi ditangkap ribuan aparat kepolisian pada Selasa, 22 September lalu. Ia dituduh menjadi otak pembunuhan dua mantan santrinya, yakni Abdul Gani yang jasadnya dibuang ke Waduk Jatiluhur Wanogiri, Jateng, dan Ismail Wahyudi yang mayatnya ditemukan di Kraksaan Prolinggo pada Februari 2015 lalu.
Dari hasil pemeriksaan penyidik Polda Jatim, kedua kasus pembunuhan itu diduga berlatar belakang dugaan penipuan bermodus penggandaan uang yang mencapai triliunan rupiah.