Penantang Tangguh Cangkul Impor Tiongkok dari Dalam Negeri

Perajin cangkul tradisional dari Tulungagung bahkan berani menggaransi produk mereka.

oleh Zainul ArifinFelek Wahyu diperbarui 05 Nov 2016, 17:15 WIB
Diterbitkan 05 Nov 2016, 17:15 WIB
Penantang Tangguh Cangkul Impor Tiongkok dari Tulungagung
Perajin cangkul tradisional dari Tulungagung bahkan berani menggaransi produk mereka. (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Liputan6.com, Tulungagung - Perajin cangkul tradisional di sentra pandai besi Dusun Krenggan, Desa Bolorejo, Kecamatan Kauman Tulungagung, Jawa Timur, tak takut dengan serbuan cangkul impor dari Tiongkok.

Mereka yakin kualitas cangkul produksi Negeri Tirai Bambu itu kalah jauh dengan buatan dalam negeri. Sejauh ini, pesanan yang diterima oleh perajin di sentra pandai besi Krenggan tetap stabil.

"Cangkul buatan China itu kurang tajam dan lengket bila digunakan mencangkul di sawah. Pelanggan kami tetap suka produk lokal karena lebih berkualitas," kata Supiyat, seorang perajin di Tulungagung, Rabu, 2 November 2016.

Ia menjelaskan cangkul produksi perajin di Dusun Kranggan menggunakan bahan baja dan besi pilihan. Tentunya, cangkul lebih berkualitas dan tahan lama jika dibanding produk impor. Para perajin juga menggaransi akan mengganti cangkul yang terbukti rusak sebelum setahun masa pemakaian.

"Buatan kami lebih tajam dan awet. Kami akan perbaiki gratis kalau ada keluhan rusak, bila perlu diganti yang baru," ujar Supiyat.

Supiyat sendiri aktif sebagai perajin cangkul sejak 1986. Saat ini ia dibantu empat orang pekerja dan mampu memproduksi sedikitnya 300 cangkul dalam sebulan. Ia membuat cangkul dengan dua ukuran dan harga yang berbeda.

Sebuah cangkul berukuran sedang dengan lebar 18 sentimeter dan panjang 28 sentimeter dijual seharga Rp 300 ribu. Untuk cangkul besar berukuran lebar 19 sentimeter dengan panjang 29 sentimeter dijual seharga Rp 350 ribu.

Cangkul buatan Supiyat, selain dipasarkan di wilayah Tulungagung dan sekitarnya, juga dikirim ke berbagai daerah seperti Lumajang dan Banyuwangi hingga luar Jawa.

"Sebulan sampai dua bulan sekali kami saya juga dapat pesanan cangkul dari Ambon, Sumatera dan Kalimantan," kata Supiyat.

Perajin Cangkul Grobogan

Penantang Tangguh Cangkul Impor Tiongkok dari Dalam Negeri
Ratusan pengrajin kepala cangkul di sentra pembuatan cangkul di Kabupaten Grobogan mengkhawatirkan kebijakan impor kepala cangkul. (Liputan6.com/Felek Wahyu)

Ratusan perajin kepala cangkul di sentra pembuatan cangkul di Kabupaten Grobogan mengkhawatirkan kebijakan impor kepala cangkul yang dikeluarkan pemerintah akan berdampak buruk pada usaha yang menghidupi ratusan warga Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.

Pasalnya, pembuatan kepala cangkul yang masih dibuat secara manual di pandai besi di desa yang berada di sentra pertanian tidak jauh dari kawasan hutan bisa menurun, bahkan mematikan usaha mereka.

Masrukin, perajin cangkul di Dusun Tahunan, Desa Putatsari, Kecamatan Grobogan, Kabupaten Grobogan, Rabu, 2 November 2016, menilai kebijakan impor cangkul yang merupakan produk yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri akan mengakibatkan banyaknya kepala cangkul impor yang membanjiri pasar.

Tidak saja dirinya, kebijakan Kementerian Perdagangan melakukan impor kepala cangkul dari Jerman membuat ratusan perajin cangkul di Grobogan terancam gulung tikar.

"Bila kepala cangkul impor membanjiri pasar akan membuat perajin kecil seperti kami kehilangan merugi dan hasil penjualan menurun karena produksi cangkul dari perajin bisa tidak bisa bersaing," ujar Masrukin.

Ketakutan serupa diungkapkan Parjo. Perajin cangkul dari sentra pembuatan cangkul Putatsari itu resah dan khawatir dengan kebijakan Kementerian Perdagangan yang mengizinkan impor kepala cangkul. Pasalnya, impor kepala cangkul akan semakin merugikan usaha mereka dan cangkul yang diproduksi para perajin akan ditinggalkan.

Selama bertahun-tahun, ratusan warga menekuni pekerjaan dengan menjadi perajin cangkul dan sabit. Pembuatan cangkul sudah menjadi profesi yang telah menjadi mata pencaharian ratusan warga.

Bahkan, ketrampilan yang didapat secara turun temurun membuat pandai besi menjadi mata pencaharian andalan. "Setiap harinya, satu pandai besi mampu memproduksi kepala cangkul antara 60 buah hingga 100 buah. Untuk penjualan, satu kepala cangkul bisa dijual dengan harga Rp 50 ribu," akunya.

Selain cangkul, perajin juga memproduksi alat pertanian berupa sabit dan gancau. Pesanan datang tidak saja dari Pulau Jawa, tetapi juga telah meluas hingga ke luar Jawa.

"Kita hanya bisa berharap pemerintah memperhatikan perajin cangkul di setiap daerah dan  membatalkan kebijakan impor kepala cangkul," kata Parjo.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya