Pembongkaran Lokalisasi Terbesar se-Kaltim Tersandung Dana

Lokalisasi terbesar se-Kaltim itu sudah dinyatakan ditutup pada Juni 2013, tetapi tetap aktif secara kucing-kucingan.

oleh Abelda RN diperbarui 17 Nov 2016, 11:02 WIB
Diterbitkan 17 Nov 2016, 11:02 WIB

Liputan6.com, Balikpapan – Pemerintah Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, menunda pembongkaran lokalisasi Km 17 Karang Joang pada tahun ini. Penundaan disebabkan keterbatasan anggaran daerah menyusul defisit yang mencapai Rp 500 miliar.

"Pemkot Balikpapan tidak punya anggaran, menunggu tahun depan," kata Ketua Komisi 3 DPRD Balikpapan Syukri Wahid, Kamis (17/11/2016).

Syukri mengatakan pembongkaran lokalisasi lapak-lapak rumah mesum terbesar se-Kaltim membutuhkan biaya hingga Rp 300 juta. Pemkot Balikpapan harus mengerahkan ratusan personel dari berbagai unsur dan dilengkapi berbagai alat berat.

Hingga kini, kata Syukri, Pemkot Balikpapan belum mengesahkan RAPBD 2017 bersama DPRD Balikpapan. Pembahasan anggaran daerah akan dimulai pada pekan mendatang.

Saat ini, Pemkot Balikpapan hanya melayangkan perintah bongkar mandiri yang diabaikan penghuninya. Pemkot Balikpapan kemudian melayangkan surat peringatan kedua yang isinya perintah pembongkaran paksa.

"Bulan Desember ini, baru SP3 dilayangkan. Setelah itu, Januarinya kita bongkar," kata Syukri.

Ia menyatakan perintah pembongkaran paksa sudah menjadi keputusan final Kota Balikpapan. Mereka juga menolak tuntutan ganti rugi dimintakan para penghuni ilegal di kawasan milik negara di Km 17 Karang Joang.

"Sudah dikonsultasikan dengan bagian Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi (BPKP) Kaltim bahwa pembongkaran itu tidak bisa diberikan ganti rugi," ujar Syukri.

Komplek lokalisasi Km 17 Karang Joang dulunya dihuni sebanyak 300 pekerja seks komersial (PSK). Kawasan seluas 2 hektare menjadi pemukiman 60 lapak-lapak mesum berukuran 5 x 20 meter.

Pemkot Balikpapan sebenarnya secara resmi menutup pelacuran ini menyusul desakan dari alim ulama setempat pada Juni 2013 lalu. Tiga tahun sudah berlalu dan pelacuran kembali menggeliat menawarkan jasa layanan bisnis esek-eseknya.

"Coba saja ke sini malam hari pukul 20.00 Wita. Tempat ini berubah seperti pasar malam. Ramai sekali, musik diputar kencang-kencang, wanita berdandan menor dan jual beli minuman keras," kata Halib, Ketua Posko Tim Terpadu Penutupan Lokalisasi Km 17 Balikpapan.

Penghuni lokalisasi Kilometer 17 saat ini berlaku kucing-kucingan guna menghindari razia petugas Satpol PP Balikpapan. Mereka menempatkan informan di mulut pintu masuk lokalisasi guna melaporkan masuknya orang-orang mencurigakan.

"Kalau ada petugas, para PSK berhamburan untuk bersembunyi keluar wilayah komplek. Mereka takutnya dengan polisi, Satpol PP, dan wartawan. Wajar saja mereka tidak tenang diwawancarai,” ujar Halib yang rumahnya berjarak 100 meter dari lokasi prostitusi Kilometer 17 Balikpapan.

Lokalisasi Kilometer 17 sudah mulai menjalankan bisnis haram sejak 1980-an. Selama kurun waktu puluhan tahun tersebut, tidak ada yang mampu menertibkan lokalisasi yang menempati lahan pemerintah daerah ini.

Sehubungan itu, Halib sangat berharap ada upaya tegas pemerintah dalam menertibkan lokalisasi Kilometer 17.  Menurut dia, keberadaan lokalisasi Kilometer 17 menjadi pemicu maraknya peredaran minuman keras, narkoba hingga berbagai tindak pidana dan kriminalitas sekitar kawasan tersebut.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya