Liputan6.com, Makassar - Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPPH-LHK) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sulawesi Seksi 2 Makassar, menyita satu truk kayu jenis Uru (Elmerrillia ovalis dandy) yang menjadi bahan utama rumah adat Toraja di Kabupaten Sidrap.
Kayu Uru yang menjadi pilihan utama pembuatan rumah adat suku Toraja karena kualitasnya sebagai bahan pembuat rumah. Kayu mahal untuk membuat ukiran bagi kepentingan budaya dan kepercayaan tradisional yang disita itu berasal dari Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat.
"Kayu sementara kita amankan dalam posisi tersegel di lokasi tujuan yakni di Kabupaten Sidrap. Kayu Uru asal Mamuju itu melintas dengan sebuah truk dan hanya dilengkapi sebuah nota pembelian kayu, bukan dengan dokumen berupa surat dari Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH) asal kayu tersebut," kata Kepala BPPH-LHK Wilayah Sulawesi Muhammad Nur kepada Liputan6.com, Senin, 13 Februari 2017.
Advertisement
Baca Juga
Menurut Nur, kayu Uru yang dimuat Wahyu, seorang warga Mamuju, bernilai ekonomis tinggi. Dalam bentuk utuh, kayu uru dihargai Rp 3 juta per batang. Sedangkan, jika sudah diolah menjadi balok bernilai antara Rp 3,7 hingga 4 juta per balok.
"Kayu Uru dari truk bernomor polisi DC 9392 AA hasil operasi tangkap tangan Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat (SPRC) Brigade Anoa, kami duga kuat dari kawasan hutan yang dilindungi. Sementara Wahyu, sang supir truk kita lakukan proses," kata Nur.
Kayu Uru adalah kayu yang pohonnya hanya ada pada kawasan hutan yang dilindungi. Selain memiliki nilai ekonomis tinggi, kualitasnya sangat diandalkan untuk rumah kayu yang kebanyakan berada di Toraja, Sulawesi Selatan.
Kayu yang menjadi bahan baku seni ukir itu mulai bisa dipanen pada usia 7 tahun. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) saat ini baru menanam 600 batang pohon uru di lahan seluas satu hektare.