Liputan6.com, Balikpapan – Kepolisian Resor Kota Balikpapan Kalimantan Timur belum terpikir akan menahan terlapor kasus penistaan agama, dokter Otto Rajasa. Polisi beranggapan, dokter di salah satu perusahaan minyak dan gas asing masih kooperatif memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik.
"Penahanan seseorang menjadi kewenangan subyektif penyidik polisi. Namun bila dianggap terlapor punya pekerjaan yang jelas, rumahnya jelas, tidak berusaha menghilangkan barang bukti dan memenuhi panggilan penyidik, untuk apa juga ditahan," kata Kapolres Balikpapan AKBP Jeffri Dian Juniarta, Selasa, 14 Februari 2017.
Jeffri mengatakan, penyidik sudah menetapkan adanya dugaan pelanggaran pidana sehubungan status media sosial dokter Otto Rajasa yang menghebohkan akhir 2016 lalu. Polisi sudah mengirimkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kejaksaan atas kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik.
"Kasusnya sudah kami tingkatkan menjadi penyidikan. SPDP sudah dikirimkan pula ke kejaksaan," kata dia.
Penyidik Satuan Reserse Kriminal Polres Balikpapan menengarai ada indikasi penistaan agama di status media sosial pribadi milik Otto Rajasa ini. Pekan ini, polisi akan memanggil dokter muda itu guna menjalani pemeriksaan pertama sehubungan kasus tersebut. Namun, polisi belum menetapkan status tersangka pada terlapor Otto Rajasa.
Polisi menindaklanjuti laporan status media sosial Otto Rajasa yang dianggap menistakan agama Islam. Dokter muda itu juga sempat menjalani pemeriksaan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Balikpapan.
Sekretaris MUI Balikpapan M Jailani enggan bicara panjang lebar soal penanganan penistaan agama dituduhkan pada Otto Rajassa. Dia berdalih permasalahan sudah ditangani MUI Balikpapan pada Desember lalu.
"Kan kasusnya sudah ditangani lama, Desember lalu. Untuk apa disoal lagi," ujar Jailani.
Baca Juga
Hampir serupa, pihak terlapor, Otto Rajasa juga enggan membeberkan permasalahan sebenarnya yang terjadi dalam kasus ini. Ia mengaku sedang menunggu waktu yang tepat guna mengklarifikasi permasalahan sudah terjadi.
"Saya sedang mendinginkan suasana saja, menunggu waktu yang tepat," kata Otto.
Otto Rajasa hanya menyampaikan klarifikasi termuat dalam blog pribadinya soal status satirnya di media sosial. Dia mengaku sadar mengunggah status pribadi satir dengan tujuan mengkritisi aksi radikalisme kelompok tertentu yang mengancam kebhinekaan Indonesia.
Dokter beragama Islam ini berpendapat Indonesia adalah rumah berbagai suku, agama dan kepercayaan dalam kebhinekaan.
"Semua kritik maupun satir yang saya tulis dalam status Facebook saya bertujuan agar rumah yang indah ini dipenuhi oleh manusia yangg ramah, rendah hati, toleran, bijaksana dan bertanggung jawab," ujar Otto.
Otto menyatakan kelompok yang ada saat ini cenderung intoleran dan arogan sehingga justru merusak nama baik Islam. Padahal menurut dia, ajaran Islam sesungguhnya mengedepankan kedamaian buat sesama manusia di muka bumi.
Dokter lulusan Unair itu kerap menuliskan kritikannya menyoal perlindungan minoritas, kebebasan beragama dan berbagai kelompok intoleran di media sosial Facebook. Atas kiprahnya itu, dia termasuk di antara 14 orang dari 80 juta pengguna Facebook yang diundang makan siang Presiden Joko Widodo awal Januari 2016 lalu.
Namun demikian, Otto Rajasa berinisiatif tetap meminta maaf pada pihak-pihak yang keberatan dengan tulisan satirnya ini di media sosial. Dia mengaku tidak hendak menyingung agama tertentu dalam berbagai tulisannya itu.
"Kalau ada yang merasa keberatan, saya minta maaf," ucap Otto.