Liputan6.com, Bolaang Mongondow - Saat mudik ke kampung halaman di Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, warga di sana punya tradisi unik saat Lebaran memasuki hari keempat. Mereka secara massal membakar nasi jaha (nasi di dalam bambu), atau yang disebut dengan binarundak.
"Kurang tahu secara pasti kapan tradisi ini mulai dilakukan. Namun yang pasti, binarundak digelar sebagai ajang silaturahmi bagi para perantau yang mudik ke kampung halaman setelah sekian lama terpisah," kata Altin Mokoginta, warga Lolak, Bolaang Mongondow, Kamis, 29 Juni 2017.
Altin mengatakan, binarundak ini memeriahkan puncak perayaan Idul Fitri di kampung halaman. "Mereka berkumpul bersama ratusan perantau lainnya lalu bakar nasi jaha massal. Dengan mengambil lokasi yang bisa menampung puluhan hingga ratusan orang," ungkap dia.
Dalam tradisi yang digelar empat hari setelah lebaran ini, warga membakar nasi jaha di sepanjang jalan depan rumah mereka atau di lapangan terbuka. Kegiatan itu menjadi puncak perayaan Idul Fitri di Kotamobagu.
"Tradisi ini juga merupakan ajang bermaaf-maafan sebelum pemudik kembali ke tanah perantauan," kata Yudie Paputungan, warga Kota Kotamobagu.
Nasi jaha adalah salah satu makanan khas Sulawesi Utara yang berbahan dasar beras ketan dan santan. Bahan dasar itu dimasukkan ke dalam bambu yang berlapis daun pisang, lalu dimasak dengan cara dipanggang.
Baca Juga
Selanjutnya, nasi jaha yang sudah matang dinikmati beramai-ramai bersama warga lainnya dengan diiringi tabuhan musik rebana serta alunan syair-syair pujian serta doa syukur.
"Ibarat pesta rakyat, tapi lebih religius," ujar Yudie yang bekerja sebagai guru di salah satu Sekolah Dasar setempat.
Lurah Motoboi Besar, Kota Kotamobagu, Zulfan Pombaile mengatakan, binarundak bisa diartikan sebagai makanan tradisional yang bisa menyatukan. Sebagaimana rempah-rempah yang digunakan pada binarundak, semua rempahnya menyatu dalam wadah bambu.
"Makanya coba perhatikan, di setiap hajatan di Kotamobagu, binarundak selalu ada. Karena itu untuk menyambut sanak saudara yang mudik ke kampung saat lebaran, kegiatan bakar binarundak bersama atau kami sebut Hari Raya Binarundak digelar. Biar kita selalu menyatu sebagai keluarga," kata Zulfan.
Tahun ini di kelurahan itu warga membuat sekitar 5.000 buah binarundak. Diperkirakan bahan yang habis digunakan, beras ketan 1.250 kilogram, 1.500 buah kelapa, 2,5 ton sabut kelapa, jahe 200 kg, bawang merah 150 kg, garam 75 kg, gula putih 50 kg, dan bambu kuning 5.000 ruas.
"Kalau anggaran untuk membuat binarundak, ditanggung masing- masing oleh warga. Karena ini sudah tradisi jadi wajib bikin. Saudara dan tamu yang datang ‘kan dijamu di rumah masing-masing. Kecuali yang dibikin di masjid, itu ada anggarannya dari pemerintah," kata dia.
Wali Kota Kotamobagu, Tatong Bara yang hadir bersilaturahmi dengan warga Motoboi Besar di acara Hari Raya Binarundak itu menyatakan, ke depan tradisi itu akan diformulasi sedemikian rupa oleh pemerintah karena bisa menjadi magnet tersendiri bagi Kotamobagu.
"Semua menyatu di kegiatan ini. Tentu ini nilai positif kita peroleh dan pemerintah sangat mengapresiasi terhadap kegiatan yang seperti ini," ujar Tatong.