13 Pencuri Jerenang Tertangkap Masuki Taman Nasional Ujung Kulon

Kawasan inti Taman Nasional Ujung Kulon merupakan kawasan terlarang untuk pengambilan hasil hutan apa pun.

oleh Yandhi Deslatama diperbarui 03 Agu 2017, 14:02 WIB
Diterbitkan 03 Agu 2017, 14:02 WIB
13 Pencuri Jerenang Tertangkap Masuki Taman Nasional Ujung Kulon
Taman Nasional Ujung Kulon (Liputan6.com / Yandhie Deslatama)

Liputan6.com, Pandeglang - Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) dirambah orang tak bertanggung jawab yang memasuki zona inti kawasan konservasi hewan liar seperti badak bercula satu, banteng, dan binatang lainnya.

Orang tak bertanggung jawab itu mencuri hasil hutan yang ada di dalam lahan konservasi yang telah diakui dunia itu.

"Pengambilan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), yaitu pengambilan jerenang (buah rotan) oleh oknum masyarakat di zona inti dan rimba TNUK secara ilegal. Karena, Balai TNUK tidak pernah mengeluarkan izin apa pun untuk mengambil jerenang tersebut," kata Mamat Rahmat, Kepala Balai TNUK, saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Kamis (3/8/2017).

Balai Taman Nasional Ujung Kulon beserta Polres Kabupaten Pandeglang berhasil menangkap setidaknya 13 orang perambah hutan yang merusak kawasan lindung itu. Penangkapan perambah dipimpin Unit Buru Sergap Polres Pandeglang.

"Yang bersangkutan tertangkap tangan sedang membawa jerenang hasil curian dari TNUK," katanya.

Mamat menegaskan Balai Taman Nasional Ujung Kulon tak pernah melarang masyarakat memanfaatkan hasil hutan. Namun, warga dilarang menyentuh zona inti konservasi hewan liar dan langka, khususnya tempat tinggal badak bercula satu, karena dikhawatirkan dapat mengganggu ekosistem yang ada.

Karena itu, Balai TNUK berupaya menjalin kerja sama dengan masyarakat untuk memanfaatkan hasil hutan di luar zona inti. TNUK juga menyiapkan lahan seluas 400 hektare di Pulau Panaitan yang bisa dimanfaatkan masyarakat untuk memanfaatkan hasil hutan bukan kayu, seperti madu, bambu, gula aren dan lainnya yang bernilai ekonomis tinggi.

"Kami sudah menandatangani kemitraan konservasi dengan enam kelompok tani konservasi dari 14 desa, dua kelompok sadar wisata Kecamatan Sumur dan Cimanggu serta dua kelompok pengelolaan apartemen ikan. Hanya satu kelompok dari Desa Ujungjaya belum mau melakukan kemitraan dengan TNUK," tuturnya.

Mamat berharap semua pihak ikut memonitor dan mengawal kasus pencurian jerenang tersebut untuk memberikan efek jera terhadap para perusak hutan yang mengatasnamakan masyarakat. "Padahal untuk memperkaya diri sendiri," ujar Mamat.

Saksikan video menarik di bawah ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya