Liputan6.com, Jambi Sepekan lebih operasi penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Provinsi Jambi. Namun begitu, titik kebakaran masih saja terjadi. Bahkan, nyaris melalap kawasan hutan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT).
Salah satu kabupaten yang menjadi daerah operasi Satuan Tugas (Satgas) Karhutla adalah Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar). Daerah ini diketahui berbatasan langsung dengan kawasan hutan TNBT. Untuk mendeteksi titik api, tim harus melalui berbagai rintangan karena selain jauh, lokasi sulit ditembus menggunakan kendaraan baik roda dua maupun roda empat.
"Terpaksa tim satgas harus jalan kaki berjam-jam. Baru bisa dilakukan pemadaman," ucap Kapolres Tanjabbar, AKBP ADG Sinaga melalui Kepala Bagian Operasional, Kompol Ronal P Nainggolan, Jumat, 4 Agustus 2017.
Advertisement
Baca Juga
Salah satu lokasi yang cukup sulit dijangkau adalah proses pemadaman titik api pada Senin, 31 Juli 2017, di Dusun Pancuran Gading, Desa Suban, Kecamatan Batang Asam, Kabupaten Tanjabbar. Apalagi, daerah ini berbatasan langsung dengan kawasan hutan TNBT.
Lahan yang terbakar berbentuk bukit dan lereng. Di mana titik api ada di bagian lereng dan atas bukit seluas kurang lebih dua hektare. "Karena tidak bisa dilalui kendaraan tim terpaksa jalan kaki. Kami harus berpacu dengan waktu, jangan sampai meluas ke kawasan hutan TNBT," ujar perwira satu melati di pundak itu.
Melihat kondisi itu, Nainggolan selalu mengingatkan agar para personel Satgas Karhutla harus selalu semangat dan banyak mengenali wilayah kerjanya. Sebab kondisi di lapangan terkadang berbeda situasinya. Apalagi, wilayah Kabupaten Tanjabbar cukup beragam, mulai dari perbukitan hingga lahan gambut semuanya ada.
Sementara itu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jambi sekaligus Wakil Komandan Satgas Karhutla Jambi, Hamdan mengatakan, sejak 24 Juli 2017, sudah ada 500 kali penyiraman air atau bom air melalui udara menggunakan helikopter.
Beberapa daerah kabupaten yang sudah dibom air untuk memadamkan karhutla adalah Kabupaten Muarojambi, Batanghari, Tanjabbar, Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim), Sarolangun dan sejumlah daerah yang berbatasan dengan Provinsi Riau.
"Total lahan yang terbakar mencapai 357 hektare. 12 hektare di antaranya adalah lahan gambut," ucap Hamdan.
Saksikan video menarik di bawah ini:
Sekilas tentang TNBT
Taman Nasional Bukit Tigapuluh atau TNBT terletak di perbatasan Provinsi Jambi dan Provinsi Riau. Dilihat dari jenisnya, TNBT merupakan kawasan hutan tropis dataran rendah dengan ekosistem asli yang masih tersisa di Pulau Sumatera. Awalnya, kawasan ini merupakan hutan lindung dan hutan produksi terbatas.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 607/Kpts-II/2002 tanggal 21 Juni 2002, luas keseluruhan taman nasional ini adalah 144.223 hektare, yang didominasi oleh kawasan perbukitan, berjajar rapi di bagian timur Pulau Sumatera.
Oleh World Wildlife Fund (WWF), TNBT dianggap sebagai kawasan yang memiliki keragaman flora dan fauna paling tinggi di Sumatera. Dengan potensinya tersebut, Departemen Kehutanan RI menetapkan taman nasional ini sebagai kawasan konservasi bagi flora dan fauna langka. Selain itu, TNBT juga berfungsi sebagai pengendali hidrologi bagi Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Indragiri di Provinsi Riau dan Batanghari di Provinsi Jambi.
Di taman nasional ini terdapat sekitar 660 spesies tumbuh-tumbuhan, 246 di antaranya adalah tumbuhan obat-obatan yang sering dimanfaatkan oleh penduduk setempat. Sebanyak 550 spesies merupakan spesies langka yang sudah didata, dikumpulkan, dan dipelihara. Adapun jenis spesies langka tersebut di antaranya adalah cendawan muka rimau (Rafflessia hasseltii), jernang (Daemonorops draco), pulai (Alstonia scholaris), getah merah (Palaguyum sopi) dan jelutung (Dyeracosculata).
TNBT juga memiliki kurang lebih 59 spesies mamalia. Delapan di antaranya adalah jenis primata. TNBT adalah habitat alami bagi harimau Sumatera (Panthera Tigris sumatraensis), gajah sumatra (Elephus maximus), macan dahan (Neofelix nebulasa), serta tapir melayu (Tapirus indicus) hingga beberapa jenis burung.
Taman nasional ini juga merupakan "rumah" bagi Suku Talang Mamak dan Suku Kubu atau biasa disebut Orang Rimba. Oleh beberapa peneliti, dua suku ini dianggap sebagai keturunan ras Proto-Melayu.
Advertisement