Liputan6.com, Banjarnegara – Sembilan anak gimbal atau bocah gembel menjalani ritual potong rambut dalam Dieng Culture Festival 2017, Minggu, 6 Agustus 2017. Sementara, 11 anak gimbal lainnya, di waktu dan kesempatan terpisah, menjalani ritual yang sama di Telaga Menjer, Wonosobo, Sabtu pekan sebelumnya.
Hingga kini, keberadaan anak-anak berambut gimbal itu tak terjelaskan dunia kedokteran. Proses berubahnya rambut biasa menjadi gimbal pun masih menjadi teka-teki.
Mereka tersebar secara acak di Dataran Tinggi Dieng, baik yang masuk Kabupaten Banjarnegara maupun Wonosobo. Bahkan, ada pula anak gimbal yang lahir dan dibesarkan di kabupaten lain, ratusan kilometer dari Dieng.
Dua di antaranya adalah Zhafira Mi’raj Chintani (6) dan Nur Amyatun (5,5), yang mengikuti ritual pemotongan rambut di Komplek Candi Arjuna, Minggu, 6 Agustus 2017.
Keduanya tak tinggal di Dieng, melainkan di Indramayu dan Brebes. Namun, keduanya secara genetik masih keturunan Dataran Tinggi Dieng dari garis orangtuanya. Kedua orangtua Zhafira dan Nur sengaja hijrah ke daerah lain untuk mengadu nasib.
Baca Juga
Advertisement
Permintaan keduanya pun terhitung unik sebelum rambutnya dipotong. Zhafira meminta salak pondoh, anggur, semangka dan apel dengan berat masing-masing 1 kilogram.
"Dan juga minta dua ekor sapi. Yang satu sapi dibagikan, sementara yang satu dibagikan ke masyarakat," kata Alief Fauzi, Ketua Panitia Dieng Culture Festival VIII, beberapa waktu lalu.
Adapun permintaaan Nur Amyatun, ujar Alief, lebih unik lagi, yakni jajan di warung tetangga. Meski terkesan sepele, permintaan tersebut tak bisa disepelekan. Permintaan bocah gimbal itu dipercaya bukanlah murni permintaan sendiri, tetapi karena ada yang bersemayam di tubuh anak-anak gimbal.
Itu sebab, jika tak mengikuti ritual, rambut gimbal akan terus tumbuh atau justru membawa petaka untuk si anak gimbal atau orang yang mencukurnya.
"Jika permintaannya tidak penuhi, rambut gimbal dipercaya akan tumbuh lagi, atau anak sakit-sakitan," ujar Kepala Desa Dieng Kulon, Slamet Budiono.
Menurut Slamet, meski dibebaskan meminta sesukanya, anak gimbal tak lantas meminta barang-barang berharga. Seringkali, permintaan mereka justru unik dan aneh.
"Ada anak gimbal yang hanya meminta dibelikan es krim dari minimarket yang ditunjuk. Ada juga bocah gimbal yang meminta agar dibelikan telur sebanyak satu keranjang. Yang minta tempe dan tahu juga ada," katanya.
Slamet memperingatkan, pernah ada orangtua berusaha mencukur anaknya yang berambut gimbal dengan gunting tanpa melalui prosesi ritual khusus. Namun, keanehan terjadi saat anak itu hendak dicukur.
"Tiba-tiba guntingnya terpental. Anak itu langsung jungkir balik," kata Slamet.
Keberadaan anak-anak gimbal ini tak lepas dari Legenda Kyai Kolodete. Seorang tokoh legendaris yang dipercaya merupakan leluhur masyarakat Dieng.
Sesepuh Adat Wonosobo, Sarno Kusnandar bercerita anak-anak berambut gimbal di dataran tinggi Wonosobo sejatinya adalah titisan Kyai Kolodete. Dikisahkan, Kyai Kolodete merasa rambut gimbal yang dimilikinya merepotkan. Untuk itu, dia menitipkan kepada anak keturunannya.
"Kyai Kolodete menitipkan rambut gimbal pada anak-anak yang dia sayangi. Jadi, sejatinya anak-anak gimbal itu kesayangan," ujar Sarno, mengisahkan.
Masyarakat juga percaya semakin banyak anak gimbal terlahir, rezeki masyarakat akan semakin melimpah ruah. Mereka, kata Sarno, sejatinya adalah karunia untuk masyarakat.
"Permintaan bocah gembel itu harus dipenuhi orangtua," katanya.
Sarno menambahkan, lantaran rambut gimbal itu adalah titipan Kyai Kolodete, rambut itu harus dikembalikan kepada yang punya lewat berbagai ritual pemotongan rambut dan dilarung di telaga.
Saksikan video menarik di bawah ini: