Musim Kemarau Berkepanjangan, Ulat-Ulat Mulai Berdatangan

Tidak hanya khawatir karena kekurangan air, petani juga mewaspadai kedatangan hama ulat yang mengancam produksi palawija.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 20 Sep 2017, 12:29 WIB
Diterbitkan 20 Sep 2017, 12:29 WIB
Hama Ulat di Garut
Puluhan hektare lahan tanaman palawija yang tersebar di beberapa titik desa Godok, Kecamatan Karangpawitan, Kabupaten Garut, Jawa Barat mulai terserang hama ulat. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Garut - Puluhan hektare lahan tanaman palawija yang tersebar di beberapa titik di Desa Godok, Kecamatan Karangpawitan, Kabupaten Garut, Jawa Barat, mulai terserang hama ulat. Hal ini disebabkan lahan tersebut mengalami kekeringan akibat minimnya pasokan air selama musim kemarau saat ini.

Ajat (55), petani sayuran warga Desa Godog mengatakan, semakin menyusutnya sumber air yang ada, menyebabkan pasokan pengairan untuk lahan pertanian semakin terbatas.

"Belum lagi buat konsumsi masyarakat, jadi pasokan air untuk mengairi lahan pertanian kini sudah benar-benar berkurang. Kami terus mencari sumber air baru agar tanaman kami tidak sampai benar-benar kekeringan," ujar dia, Selasa, 19 September 2017.

Menyusutnya pasokan air selama kemarau, menyebabkan puluhan petani palawija yang ada, bekerja ekstra keras mencari sumber baru meskipun dengan jarak tempuh hingga beberapa kilometer dari sumber yang ada saat ini. "Itu pun ketersediaan air di sumber mata air baru sudah mulai menipis karena digunakan setiap hari," ujar dia.

Tak heran, dengan kondisi kekeringan itu, tanaman sayuran miliknya mengalami pertumbuhan yang tidak optimal serta muncul gangguan lain dengan hadirnya hama ulat.

"Yang jelas tanaman sayuran menurun, akibatnya tanaman kering dan hama ulat mulai datang, sehingga cukup membuat kami was-was," kata Ajat.

Puluhan hektar lahan tanaman palawija yang tersebar di beberapa titik desa Godok, Kecamatan Karangpawitan, Kabupaten Garut, Jawa Barat mulai terserang hama ulat. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Dengan memperhitungkan kemarau yang masih panjang, ia berharap pemerintah segera turun tangan memberikan bantuan pembuatan sumber air baru, sehingga pertumbuhan tanaman palawija milik petani seperti cabai, buncis, bawang daun, dan cabai rawit terselamatkan. "Semoga saja tidak gagal panen," ia berharap.

Jumlah Produksi Turun

Kepala Seksi Serealia Bidang Palawija Dinas Pertanian Kabupaten Garut, Dudung Sumirat, menambahkan, akibat kekeringan yang melanda sejumlah lahan pertanian di daerahnya, jumlah produksi palawija seperti jagung sudah mulai mengalami penurunan.

Lembaganya mencatat, hingga September 2017 ini, luas lahan tanaman jagung baru mencapai 74 ribu hektare dengan hasil produksi mencapai 7 ton per hektare. Padahal, biasanya jumlah produksi sudah di atas 100 hektare.

"Kami tengah mengupayakan kerja sama dengan TNI untuk melakukan pencarian sumber mata air baru dan memperbaiki sejumlah saluran irigasi teknis. Hal itu dilakukan untuk mencegah terjadinya gagal panen bagi para petani padi, jagung, dan kedelai," dia memaparkan.

Kepala Staf Kodim (Kasdim) 0611 Garut, Mayor Aat Supriatna, menambahkan, pihaknya telah menerjunkan anggota TNI untuk melakukan pemantauan sekaligus mencari sumber air yang baru.

Khusus bagi lahan pertanian, beberapa komoditas yang akan menjadi prioritas pemantauan, yakni padi, jagung, dan kedelai. "Kita pun sudah merencanakan untuk membangun saluran irigasi," Mayor Aat memungkasi.

Simak video pilihan berikut ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya