Sambut Hari dengan Kampanye Pelestarian Gajah Sumatera

Story of the Gentle Giant merupakan cerita mengenai gajah Sumatera yang dikenal dengan postur besar seperti raksasa, namun berhati lembut.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 21 Nov 2017, 06:00 WIB
Diterbitkan 21 Nov 2017, 06:00 WIB
Salam Pagi
KBS mengajak masyarakat untuk mencintai dan melestarikan gajah Sumatera yang keberadaaannya mulai terancam melalui acara Story of the Gentle Giant. (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Surabaya - Pagi itu di Kebun Binatang Surabaya (KBS) tengah berlangsung kampanye pelestarian gajah Sumatera. Perusahaan Daerah Taman Satwa (PDTS) KBS mengajak masyarakat untuk mencintai dan melestarikan gajah Sumatera yang keberadaaannya mulai terancam melalui acara bertajuk "Story of the Gentle Giant".

Humas PDTS KBS, Laily Widya Arishandi mengatakan, Story of the Gentle Giant merupakan cerita mengenai gajah Sumatera yang dikenal dengan postur besar seperti raksasa, namun berhati lembut.

"Kami berusaha menyampaikan pesan untuk memberikan edukasi sejak dini soal pelestarian lingkungan dan makhluk hidup terutama pada gajah Sumatera," ucap dia, di Surabaya, Jawa Timur, Minggu, 19 November 2017.

Menurut Laily, saat ini, gajah Sumatera masuk dalam daftar merah The International Union For Conservation of Nature (IUCN) sebagai spesies kritis. Alhasil, KBS mengajak berbagai pihak untuk peduli terhadap keberadaan gajah Sumatera.

"Ada beberapa gerakan dalam 31 gerakan gajah Sumatera dari Forum Komunikasi Mahout Sumatera (FOKMAS), di antaranya mengangkat kaki dan belalai, duduk, berbaring, dan lainnya. Hal ini ditunjukkan agar pengunjung mengetahui kebiasaan gajah," katanya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

 

 

 

Beda Gajah Sumatera dan Afrika

Salam Pagi
KBS mengajak masyarakat untuk mencintai dan melestarikan gajah Sumatera yang keberadaaannya mulai terancam melalui acara Story of the Gentle Giant. (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Laily mengatakan pula, terdapat perbedaan antara gajah Sumatera dan gajah Afrika. Postur gajah Afrika lebih besar dibandingkan gajah Sumatera. Telinga gajah Afrika lebih lebar daripada gajah Sumatera. "Kepala Gajah Afrika lebih rata, sedangkan Gajah Sumatera bergelombang," ucapnya.

Mahout Gajah Sumatera KBS, Rendra Setiawan menambahkan, pentingnya keberadaan gajah jinak di Lembaga Konservasi (LK) guna mempertahankan populasinya di luar yang semakin menurun.

Sekalipun generasi mendatang tidak berada di alam liar atau hutan, mereka nantinya akan tetap bisa melihat gajah Sumatera karena keberadaannya di LK dipertahankan. "Mereka dapat dipertahankan dengan cara dirawat, menjaga kondisinya hingga program breeding," katanya.

Mahout yang pernah belajar tentang gajah Sumatera di Way Kambas, Lampung, menuturkan, gajah jinak juga berfungsi menghalau gajah liar yang berniat masuk ke kampung. Gajah jinak bisa menghalau gajah liar agar tidak terjadi konflik dengan manusia.

Namun, saat ini, sering kali gajah Sumatera dinilai sebagai hama karena mereka masuk ke kampung, sehingga terjadi konflik antara gajah dan manusia.

"Dengan adanya gajah jinak, maka hal-hal yang tidak diinginkan bisa diminimalkan. Namun, sebagai manusia, kita semua juga harus menjaga keberadaan Gajah Sumatera," ujarnya.

Gajah-Gajah Bisa Terjebak 'Cinta Terlarang'

Salam Pagi
KBS mengajak masyarakat untuk mencintai dan melestarikan gajah Sumatera yang keberadaaannya mulai terancam melalui acara Story of the Gentle Giant. (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Habitat yang terganggu akibat alih fungsi lahan membuat gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Bengkulu berpotensi tinggi mengalami perkawinan sekerabat (inbreeding). Ironisnya, hal ini bisa menurunkan fungsi genetik dan mempercepat kepunahan satwa langka itu.

"Kondisi gajah di Bengkulu saat ini hidup terpisah dan sulit untuk bertemu antar-kelompok karena gangguan pada habitatnya," kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu-Lampung, Abu Bakar Cekmat, di Bengkulu, Kamis, 19 Oktober 2017, dilansir Antara.

Saat ini, populasi gajah di wilayah Provinsi Bengkulu diperkirakan tersisa 70 ekor. Gajah-gajah ini hidup dalam tiga kelompok. Kawanan gajah antar-kelompok hidup terpisah akibat alih fungsi kawasan hutan menjadi permukiman dan kebun.

"Kesulitan bertemu dengan kawanan lain ini yang membuat perkawinan sekerabat tinggi potensinya dan ini ancaman bagi kelestarian gajah," ucapnya.

Kondisi habitat yang terfragmentasi tersebut juga membuat konflik manusia dan gajah serta tingkat perburuan semakin tinggi. Kawanan gajah yang tersisa hidup di wilayah hutan Kabupaten Bengkulu Utara dan Mukomuko.

Untuk mengatasi hal ini, BKSDA dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Bengkulu didukung Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDA) menginisiasi koridor gajah berupa Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Koridor Gajah Sumatera di Bentang Alam Seblat, Bengkulu.

Untuk merancang koridor tersebut telah dibentuk Forum Kolaborasi Pengelolaan KEE Koridor Gajah Sumatera di Bentang Alam Seblat, Bengkulu. Anggota forum terdiri atas BKSDA, Dinas LHK, akademikus, pakar satwa liar, lembaga non-pemerintah dan pihak swasta, khususnya perusahaan perkebunan kelapa sawit yang ada di sekitar habitat gajah.

"Penyusunan anggota forum kolaborasi sudah tuntas dan segera kami naikkan ke gubernur untuk disahkan dalam surat keputusan sehingga bisa segera bekerja," ucapnya.

Peta indikatif atau perkiraan yang telah disusun, luas KEE mencapai 29 ribu hektare yang mencakup Hutan Produksi Air Ipuh, Hutan Produksi Air Rami, Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis, Taman Wisata Alam (TWA) Seblat dan sebagian wilayah konsesi hak pengusahaan hutan dan hak guna usaha perkebunan kelapa sawit.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya