Gajah-Gajah Bengkulu Bisa Terjebak 'Cinta Terlarang'

Populasi gajah di wilayah Provinsi Bengkulu diperkirakan tersisa 70 ekor yang hidup dalam tiga kelompok.

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Okt 2017, 12:50 WIB
Diterbitkan 20 Okt 2017, 12:50 WIB
Kawanan Gajah Liar Ancam Pemukiman Warga Mukomuko
Kawanan Gajah Liar mendekati pemukiman warga dan mulai merusak kebun kelapa sawit di Mukomuko Bengkulu (Liputan6.com/Yuliardi Hardjo)

Liputan6.com, Bengkulu - Habitat yang terganggu akibat alih fungsi lahan membuat gajah Sumatera (Elephas maximus Sumatranus) di Bengkulu berpotensi tinggi mengalami perkawinan sekerabat (inbreeding). Ironisnya, hal ini bisa menurunkan fungsi genetik dan mempercepat kepunahan satwa langka itu.

"Kondisi gajah di Bengkulu saat ini hidup terpisah dan sulit untuk bertemu antar-kelompok karena gangguan pada habitatnya," kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu-Lampung, Abu Bakar Cekmat, di Bengkulu, Kamis, 19 Oktober 2017, dilansir Antara.

Saat ini, populasi gajah di wilayah Provinsi Bengkulu diperkirakan tersisa 70 ekor. Gajah-gajah ini hidup dalam tiga kelompok. Kawanan gajah antar-kelompok hidup terpisah akibat alih fungsi kawasan hutan menjadi permukiman dan kebun.

"Kesulitan bertemu dengan kawanan lain ini yang membuat perkawinan sekerabat tinggi potensinya dan ini ancaman bagi kelestarian gajah," ucapnya.

Kondisi habitat yang terfragmentasi tersebut juga membuat konflik manusia dan gajah serta tingkat perburuan semakin tinggi. Kawanan gajah yang tersisa hidup di wilayah hutan Kabupaten Bengkulu Utara dan Mukomuko.

Untuk mengatasi hal ini, BKSDA dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Bengkulu didukung Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDA) menginisiasi koridor gajah berupa Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Koridor Gajah Sumatera di Bentang Alam Seblat, Bengkulu.

Untuk merancang koridor tersebut telah dibentuk Forum Kolaborasi Pengelolaan KEE Koridor Gajah Sumatera di Bentang Alam Seblat, Bengkulu. Anggota forum terdiri atas BKSDA, Dinas LHK, akademikus, pakar satwa liar, lembaga non-pemerintah dan pihak swasta, khususnya perusahaan perkebunan kelapa sawit yang ada di sekitar habitat gajah.

"Penyusunan anggota forum kolaborasi sudah tuntas dan segera kami naikkan ke gubernur untuk disahkan dalam surat keputusan sehingga bisa segera bekerja," ucapnya.

Peta indikatif atau perkiraan yang telah disusun, luas KEE mencapai 29 ribu hektare yang mencakup Hutan Produksi Air Ipuh, Hutan Produksi Air Rami, Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis, Taman Wisata Alam (TWA) Seblat dan sebagian wilayah konsesi hak pengusahaan hutan dan hak guna usaha perkebunan kelapa sawit.

Saksikan video pilihan di bawah ini: 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya