Liputan6.com, Cilacap - Alkisah, di suatu masa, Kadipaten Cilacap terancam oleh serangan bajak-bajak laut dari negeri seberang. Mereka merusak, membakar, dan menjarah kekayaan penduduk pesisir.
Lantas, penguasa Mataram mengirimkan empat perwira nan sakti, yakni Jaga Playa, Jaga Praya, Jaga Resmi, dan Jaga Laut. Mereka membangun benteng pertahanan di sekitar Pulau Nusakambangan. Berkat kehebatan para prajurit Mataram itu, perairan Cilacap aman, bebas dan mencapai kejayaan.
Para prajurit Mataram yang berhasil mengalahkan dan mengusir bajak laut itu tak lantas kembali ke pusat kerajaan Mataram. Mereka membangun perkampungan nan damai dan sejahtera. Para penjaga dari Mataram ini menjamin keamanan nelayan Cilacap dan wilayah pesisir selatan Jawa.
Advertisement
Baca Juga
Kisah itu lantas ditorehkan oleh seniman-seniman batik Kutawaru, Cilacap Tengah. Goresan canthing di kain-kain batik mengabadikan cerita bagaimana para prajurit Mataram mengalahkan perompak di lautan, dengan motif laut.
Warna dasar kain yang sedikit gelap, antara hitam, cokelat, dan abu-abu menggambarkan masa konfrontasi dan pemulihan. Warna gelap itu kontras dengan warna motif yang menyembul tegas, dengan warna-warna kuat dan cerah. Menandakan harapan dan kepercayaan nelayan kepada para prajurit penjaga.
Bertahun-tahun kemudian, bajak laut dikalahkan dalam perang laut, terusir dan tak memiliki keberanian kembali ke perairan Cilacap. Maka, penduduk pun mulai membangun kota pelabuhan.
Konon, Jaga Playa dan Jaga Praya kemudian bermukim di daerah yang sekarang disebut Klapalima. Adapun Jaga Resmi dan Jaga Laut memilih tinggal di Pulau Nusakambangan.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Legenda Nusakambangan dan Kejayaan Laut
Perwira lainnya, Jaga Resmi bermukim di daerah yang kini disebut Legok Pari. Sementara, Jaga Laut bertempat tinggal di Gebang Kuning atau yang sekarang dikenal dengan nama Kembang Kuning. Daerah yang kemudian juga dipakai sebagai nama penjara kuno di Pulau Nusakambangan.
Usai bajak laut terusir, nelayan bebas mengarungi laut selatan Jawa dan Segara Anakan untuk menangkap ikan. Pola perniagaan dan produksi kapal berkembang. Cilacap, tumbuh menjadi kota pelabuhan perikanan dan bongkar muat barang yang penting di Jawa.
Keberanian nelayan mengarungi samudera selatan yang terkenal ganas juga tergambar dalam batik tulis motif kapal laut, dengan warna yang berbeda. Dasar kain berwarna biru muda dipadu motif putih, adalah pertanda yang menunjukkan bahwa nelayan meraih masa jaya dan kesejahteraan.
"Ini motif kapal laut, karena masyarakat pesisir Cilacap adalah nelayan," ucap pengelola sebuah pusat batik di Cilacap, Yuli Ningrum, Minggu 19 November 2017.
Kesaktian para prajurit mengalahkan bajak laut juga tergambar pada motif wijayakusuma, yakni bunga legendaris yang dipercaya berasal dari Pulau Nusakambangan. Warna dasar hitam dengan motif besar dan berwarna cerah menunjukkan keteguhan para prajurit menjaga wilayah perairan Cilacap dari Nusakambangan.
Motif ini, menurut Yuli, sekaligus mengetengahkan Cilacap, yang memang identik dengan keberadaan pulau penjara itu.
Advertisement
Laguna Segara Anakan dan Mangrove
Yuli bercerita, koleksi batik yang dijualnya sebagian besar berasal dari para seniman batik tulis Kutawaru, Cilacap Tengah. Batik Kutawaru, memiliki beberapa kekhasan motif yang tak dimiliki oleh sentra batik lainnya. Ini dipengaruhi oleh letak Kutawaru yang berimpitan dengan laut dan Segara Anakan di sisi selatan, serta pegunungan di sisi sebaliknya.
Para seniman batik tulis kontemporer Kutawaru, Cilacap menerjemahkan kekayaan dan keindahan laut dan Segara Anakan dengan motif mangrove, kawasan Laguna Segara Anakan yang akrab dengan penduduk. Berbagai jenis mangrove, mulai dari api-api, bakau hingga cancang terabadikan dalam lembaran kain batik.
Laguna Segara Anakan, adalah tempat berkembangbiak ikan, udang dan kepiting yang menjamin masa depan nelayan. Dengan segala potensinya, Segara Anakan masa kini, berpotensi menjadi destinasi wisata andalan Kabupaten Cilacap.
Para pelancong dapat menyusuri laguna dengan perahu compreng. Atau, jika ingin menjajal nyali, bisa menyusur kanal-kanal kecil mangrove menggunakan perahu tajung kecil yang hanya berukuran 5 meter.
Di kawasan mangrove, wisatawan bisa menyaksikan berbagai satwa endemik hutan bakau. Yang paling khas adalahberjenis-jenis burung air, seperti belibis dan bangau. Ada pula, elang laut, yang menguasai udara Pulau Nusakambangan dan kawasan laguna.
Rupanya, para seniman batik tulis cilacap tak melupakan potensi pertanian di daerahnya. Sukun, yakni buah khas pesisir menjadi salah satu motif andalan. Daun-daunnya yang lebar berimpang berpadu indah dengan buah sukun yang bulat oval.
Ada pula motif waru, sejenis tumbuhan berkayu ulet yang banyak ditemui di pinggiran sungai. Sama dengan daerah penghasilnya, Kutawaru, yang jika diterjemahkan bebas, berarti kota dan waru. Sebuah daerah dengan banyak pohon waru.
Harga Batik Kutawaru nan Bersahabat
Lantas berapa harga batik-batik kutawaru nan eksotis itu?
Selembar batik tulis dijual dengan harga antara Rp 500 ribu hingga Rp 750 ribu. Namun, untuk motif yang lebih rumit, seperti Wijayakusuma Nusakambangan, dihargai lebih tinggi, berkisar Rp 1 juta atau lebih.
Ada pula selembar batik dengan teknik pembuatan khusus yang harganya Rp 3,5 juta. Yakni, batik tenun. Namun, jenis ini amat jarang dijual bebas. Batik tenun hanya diproduksi saat ada pesanan khusus.
“Kenapa harganya mahal? Karena kainnya sendiri adalah sutera,” Yuli menerangkan.
Di luar batik tulis, tersedia pula batik kombinasi tulis dan cap, batik cap, dan printing yang harganya relatif bersahabat. Batik kombinasi dijual dengan harga antara Rp 200 ribu – Rp 300 ribu. Batik cap berharga Rp 150 ribu hingga Rp 200 ribu. Paling murah, tentu batik printing yang harganya sekitar Rp 100 ribu per lembar.
Batik-batik berharga murah itu disediakan khusus untuk para pecinta batik pemula, atau yang memiliki anggaran berbelanja terbatas.
Yuli menjamin, batik cap dan printing serupa dengan tulis, bahkan lebih kaya. Sebab, batik cap dan printing disuplai pula dari luar daerah, seperti Banyumas, Purbalingga, Pekalongan dan Semarang.
Advertisement