Makna di Balik Endog Abang, Penganan Khas Sekaten

Filosofi mendalam dari sebuah makanan tradisional khas perayaan Sekaten di Yogyakarta, yakni makanan endog abang.

diperbarui 24 Nov 2017, 09:38 WIB
Diterbitkan 24 Nov 2017, 09:38 WIB
Endog Abang Yogyakarta
Endog Abang Yogyakarta. (KRJogja.com/Agung Purwandono)

Yogyakarta - Pada perayaan Sekaten, makanan tradisional yang dipercaya memiliki makna dan filosofi masih sering kita jumpai. Salah satunya endog abang. Tradisi endog abang masih terus dipertahankan oleh pedagang yang mayoritas memang berusia lanjut.

Salah satu penjual endog abang, Sudarmi (56) mengisahkan bahwa tradisi membuat endog abang sudah dimulai sejak puluhan tahun lalu.

Endog abang yang dibuat dari telur ayam yang direbus kemudian kulitnya dicat warna merah dengan menggunakan pewarna makanan ini memiliki makna tersendiri yakni keberkahan dalam kehidupan baru.

"Endog Abang ini telur yang membawa berkah, dulu Kraton yang menyebarkan filosofi tersebut sehingga masyarakat percaya. Telur sendiri memiliki makna kelahiran baru sementara warna merah membawa simbol kesejahteraan," ujarnya, Kamis, 23 November 2017.

 

Baca berita menarik lainnya dari KRJogja.com di sini.

 

Ajaran Hubungan Manusia dengan Tuhan

20151224-Tradisi Maulid Nabi, Ribuan Warga Berebut 6 Gunungan Sekaten-Solo
Ribuan warga menyaksikan kirab gunungan Grebek Mulud di halaman Masjid Agung Keraton Kasunanan Surakarta, Solo, Kamis (24/12). Prosesi Grebek Mulud menjadi puncak perayaan Sekaten atau peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. (Boy Harjanto)

Untuk menarik perhatian, endog abang dijual dengan cara ditusuk dengan sebuah bambu kecil yang sudah dihias dengan kertas warna putih dan direkatkan dengan lem.

Sudarmi menambahkan, meski terlihat sederhana, tetapi hiasan tersebut juga memiliki makna tersendiri yakni menggambarkan hubungan vertikal antara manusia dengan Sang Pencipta.

"Dari dulu memang seperti ini, telurnya ditusuk bambu hingga tegak lurus itu untuk menunjukkan hubungan manusia dengan Tuhannya," imbuh perempuan yang sudah berjualan telur merah sejak tahun 1997 atau sekitar 20 tahun yang lalu tersebut.

Darmi saat perayaan sekaten hingga Grebeg biasanya mampu menjual 300 hingga 500 butir telur, setiap harinya perempuan asal Sewon, Bantul tersebut bisa enjual 15-30 butir telur dengan harga Rp 3.000 per butirnya.

"Ya kalau sekaten relatif, tapi kalau pas Grebeg itu memang laris sehari bisa 70 telur. Banyak pembeli ibu-ibu yang bertanya sejarah dan filosofinya karena anak-anaknya ingin tahu arti dan makna telur merah," dia memungkasi.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya