Puluhan Anak di Asmat Meninggal Dunia Diduga Kena Wabah Campak

Minimnya tenaga kesehatan menyebabkan banyak warga Asmat belum mendapatkan fasilitas kesehatan yang layak, termasuk imunisasi.

oleh Katharina Janur diperbarui 15 Jan 2018, 07:31 WIB
Diterbitkan 15 Jan 2018, 07:31 WIB
Papua
Penimbangan bayi pada salah satu pengobatan gratis di Wamena. (Liputan6.com / Katharina Janur)

Liputan6.com, Jayapura Kota Seribu Papan, inilah sebutan untuk Kabupaten Asmat yang terletak di bagian selatan Papua. Kabupaten Asmat dibangun di atas rawa yang daratannya tak pernah bisa kering.

Ini sebabnya pembangunan di Asmat dilakukan di atas papan. Papan dari kayu, bukan papan biasa, tetapi berasal dari kayu besi. Makin ditancapkan kayu besi ke tempat yang basah atau berlumpur, maka makin kuat kayu tersebut.

Akan tetapi, seiring jalannya pembangunan, Kota Agats sebagai ibu kota Kabupaten Asmat telah berubah. Sejumlah jalan di ibu kota kabupaten itu telah dicor beton. Sisanya di 23 distrik masih beralaskan papan pada infrastrukturnya.

Di Asmat, transportasi untuk menghubungkan satu distrik ke distrik lainnya hanya bisa menggunakan transportasi air. Ini yang menyebabkan akses transportasi di Asmat masih sulit. Belum lagi jaringan komunikasi yang tidak ada di distrik-distrik tersebut.

Termasuk dengan hidup masyarakatnya yang masih rendah kualitasnya dan minimnya tenaga kesehatan di lapangan dalam melayani masyarakat Asmat.

"Dalam kunjungan saya ke sejumlah kampung, sering dijumpai petugas puskesmas pembantu (pustu) yang tidak ada di tempat. Jarak kampung dan puskesmas yang berjauhan dan sulit dijangkau, hanya dapat ditempuh dengan transportasi air, karena di Asmat tidak ada jalan darat," kata Uskup Agats, Mgr Aloysius Murwito, kepada Liputan6.com, Minggu (14/1/2018).

Uskup Agats menyebutkan kebijakan yang baik dari pemimpin daerah sering kurang maksimal dilaksanakan di kampung, karena dedikasi petugas dan juga alat komunikasi yang amat kurang. Jaringan komunikasi hanya ada di dua distrik yang dekat dengan ibu kota Kabupaten Asmat, yakni Distrik Agats dan Distrik Ewer.

 

Papua
Asmat yang terkenal dengan pahatan dan ukiran. (Liputan6.com / Katharina Janur)

Wabah Campak dan Gizi Buruk

Uskup Agats, Mgr Aloysius Murwito menyebutkan kondisi kesehatan di Asmat masih di bawah standar normal, angkanya hanya berkisar 40 persen. Ditambah lagi program imunisasi belum menjangkau setiap anak yang terdapat di kampung.

"Sekarang anak-anak terkena wabah campak, maka kondisi kesehatannya semakin krisis. Data yang kami dapatkan dari Dinas Kesehatan setempat, 58 orang anak dinyatakan meninggal dunia akibat wabah yang tersebar di 23 distrik dengan total penderita 471 anak," jelasnya.

Uskup Agats menambahkan, hampir setiap hari, warga Asmat kurang mengonsumsi makanan bergizi. Hal ini disebabkan terbatasnya sayur dan ikan.

Masyarakat yang tersebar di distrik, tidak setiap hari mendapatkan ikan, termasuk ibu hamil dan menyusui yang kurang mendapatkan gizi sehingga menyebabkan air susu mereka berkurang kualitasnya. Akibatnya, pertumbuhan dan perkembangan anak-anak tidak optimal.

Berbeda dengan kehidupan di distrik yang dekat dengan pusat kabupaten, masyarakatnya tampak lebih sehat, karena lebih mudah mendapatkan uang dari penjualan ikan, serta kesadaran masyarakatnya untuk hidup sehat lebih baik.

"Tadi pagi saya pimpin ibadah di Ewer, dekat Agats, tampak anak-anak lebih ceria dan sehat," ucapnya.

Akan tetapi, hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari Dinas Kesehatan Papua dan Pemda Kabupaten Asmat.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

https://www.vidio.com/watch/205944-dailytopnews-inikah-penyebab-kematian-56-anak-di-papua

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya