Liputan6.com, Solo - Tembok Keraton Kasunanan Surakarta atau Keraton Solo roboh pada Senin malam, 15 Januari 2018. Tembok yang ambruk itu merupakan bangunan tua yang dibangun pada masa pemerintahan Raja Keraton Solo, Sinuhun Paku Buwono X (1893-1939).
Pantauan Liputan6.com, sisa runtuhan bangunan tembok sepanjang sekitar 10 meter itu masih terlihat di Jalan Sasono Mulyo, Kelurahan Baluwarti, Pasar Kliwon, Solo. Akses jalan yang melintasi depan bangunan tembok yang roboh itu masih ditutup. Selain itu, garis polisi juga masih terpasang di sekitar reruntuhan tembok yang memiliki ketinggian sekitar empat meter.
Advertisement
Baca Juga
Seorang saksi mata, Senthon, mengatakan tembok Keraton Solo roboh pada Senin malam sekitar pukul 19.00 WIB. Kejadian itu berlangsung dengan cepat, seketika runtuhan tembok langsung berserakan di Jalan Sasono Mulyo, yang terletak di sebelah utara tembok tersebut.
"Bruk. Suaranya begitu keras. Awalnya saya pikir suara tabrakan mobil, ternyata tembok roboh," ucap dia yang setiap harinya berjualan mi goreng tak jauh dari lokasi robohnya tembok keraton itu, Rabu (17/1/2018).
Robohnya tembok Keraton Solo yang sudah dimakan usia itu tidak menelan korban. Padahal, setiap harinya di bawah tembok itu menjadi tempat berjualan bebek goreng. Sedangkan saat kejadian, lalu lintas di jalan tersebut juga sedang sepi.
"Untung saja yang jualan bebek goreng sedang tutup dan jalanan juga sepi tidak ada yang lewat," ujarnya.
Tembok Keraton Sudah Lama Miring
Dia menjelaskan, kondisi tembok yang roboh itu memang diketahui sejak lama bangunannya itu sudah miring dan rapuh. Tak hanya itu, di sejumlah titik bangunan tembok juga terlihat sudah rapuh dan dindingnya mengelupas.
"Kan harusnya bangunan tembok itu lurus, tapi kemarin bangunan temboknya sudah miring," kata dia.
Sementara itu, Pengageng Parentah Keraton Kasunanan Surakarta, KGPH Dipokusumo mengatakan, keraton sedang dalam proses pembuatan laporan terkain peristiwa robohnya tembok keraton itu.
Laporan tersebut dibuat sesuai dengan status kawasan cagar budaya peringkat nasional dan sebagai benda cagar budaya. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2018 tentang Cagar Budaya, di mana instansi pemerintah yang terkait secara teknis operasional menangani.
"Laporan terkait kejadian itu akan diserahkan kepada Kemen PUPR, Gubernur Jawa Tengah, Kemendikbud, BPCB Jawa Tengah, Wali Kota Solo dan jajarannya, dan instansi lainnya," jelasnya.
Advertisement
Bangunan Pusat Pengendali Listrik Keraton
Sedangkan mengenai bagian dalam bangunan tembok yang roboh itu, menurut Gusti Dipokusumo, merupakan bangunan gedhong sentral yang menjadi pusat pengendalian penerangan atau listrik di keraton pada masa lalu.
"Pusat pengendali penerangan itu dinamakan Panti Pradipta yang memiliki arti tempat yang membuat terang benderang," ujarnya.
Menurut dia, bangunan itu diperkirakan dibangun pada tahun 1920 saat pemerintahan Raja Paku Buwono X. Pada masa itu, penggunaan listrik telah dipakai oleh masyarakat Solo, terutama di tempat penting seperti keraton dan sekitarnya.
"Sedangkan untuk kepentingan keraton, Sinuhun Paku Buwono X memiliki generator listrik untuk kebutuhan kedhaton yang dioperasionalkan dari gedhong atau Panti Pradhipta itu," ia membeberkan.
Hanya saja sejak tahun 1985, bangunan tersebut digunakan untuk garasi mobil. Sedangkan bangunan bekas untuk generator dipergunakan untuk penyimpanan alat-alat listrik.
"Setelah musibah kebakaran keraton, maka tempat yang menjadi pusat listrik dialihkan ke ruangan khusus dekat Sasana Parasdya," ujarnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini: