Pria Penyerang Kiai di Lamongan Kini Mogok Makan

Wakapolri Komjen Pol Syafruddin menyebut 95 persen berita tentang penyerangan ulama oleh orang gila adalah bohong alias hoaks.

diperbarui 22 Feb 2018, 09:30 WIB
Diterbitkan 22 Feb 2018, 09:30 WIB
Pria Penyerang Kiai di Lamongan Kini Mogok Makan
Nandang Triyana, pelaku penyerangan terhadap KH Hakam Mubarok di Lamongan diduga mengidap penyakit jiwa. Nandang ternyata warga Cirebon. (JAWA POS/RADAR BOJONEGORO)

Surabaya - Identitas penyerang kiai di Lamongan, Jawa Timur, terkuak. Tersangka bernama Nandang Triyana adalah warga Lemahabang Kulon, Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Cirebon, sesuai pengakuannya saat diperiksa penyidik Polres Lamongan.

Penyidik melacak nama desa yang disebutkan Nandang. Hasilnya, terlacak sebagai salah satu desa di Kabupaten Cirebon, koordinasi pun dilakukan ke Polres Cirebon.

"Setelah dilacak, Nandang ini ternyata warga kita," kata Kapolres Cirebon AKBP Risto Samodra yang ditemui Radar Cirebon (Jawa Pos Group) saat silaturahmi ke Pengasuh Ponpes An-Nasuha KH Usamah Mansyur di Pabedilan, Kabupaten Cirebon, Selasa, 20 Februari 2018.

Orangtua penyerang kiai itu selanjutnya dibawa ke Jawa Timur untuk menemui anaknya yang dipindahkan ke RS Bhayangkara Polda Jatim. "Hal ini penting agar cerita dari peristiwanya utuh. Apakah memang gangguan jiwa atau tidak. Kalau gangguan jiwa sudah mulai dari kapan, penyebabnya apa, dan lainnya," kata Kapolres.

Nandang sudah dipindahkan ke RS Bhayangkara Polda Jatim sejak Selasa, 20 Februari 2018. Hingga kemarin, pemuda 23 tahun itu enggan makan.

Padahal, petugas sudah memberikan jatah makan sama seperti pasien lainnya. "Makanan yang kami berikan hanya dibuat mainan," kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Frans Barung Mangera.

Baca berita menarik JawaPos.com lainnya di sini.

 

 

 

 

 

Enam Psikiater

Ilustrasi Penganiayaan
Ilustrasi Penganiayaan (iStockphoto)​

Kabid Humas Polda Jatim Kombes Frans Barung Mangera mengatakan pihaknya yang memerintahkan agar Nandang dipindahkan ke Surabaya. Nandang langsung ditempatkan di ruang khusus untuk diperiksa.

Rencananya, Nandang dikarantina beberapa hari di sana. "Kami sediakan lima sampai enam psikiater untuk memeriksa yang bersangkutan (Nandang, red)," katanya.

Barung menambahkan, saat ini masih belum bisa dipastikan apakah Nandang menderita penyakit jiwa. Namun, berdasar hasil analisis sementara, ada ciri-ciri yang mengarah ke sana.

Salah satunya adalah sikap Nandang yang sulit diajak berkomunikasi. Dia tidak merespons saat diajak bicara. "Pandangan matanya pun tidak fokus ke lawan bicara," ungkapnya.

Saat ini, dokter masih terus menggali dan mempelajari kondisi kejiwaan Nandang. Selain dari aspek psikis, pihaknya memberikan perhatian terhadap kondisi fisiknya.

Agnes M Haloho, salah seorang dokter yang menangani, menyebutkan bahwa saat dilakukan pemeriksaan, Nandang belum kooperatif. Jika ditanya, dia diam tidak mau menjawab.

"Kadang ngomong sendiri. Nggak nyambung dengan pertanyaan pemeriksa," ujar dokter spesialis kejiwaan tersebut. Jika memang keluarga sudah bisa dihubungi, lanjut Agnes, akan diperiksa juga.

Tim Besar

Bullying Penindasan dan Kekerasan
Ilustrasi Tindak Kekerasan dan Penganiayaan (iStockphoto)

Sementara itu, Kepolisian Republik Indonesia akan membentuk tim besar dengan meilbatkan pakar, dokter, serta rumah sakit jiwa untuk mendalami kasus penyerangan kiai oleh orang yang mengalami gangguan jiwa di Jawa Timur belakangan ini.

"Selama ini, informasi atau beritanya berhenti, itu tidak rasional. Harus dicari," kata Wakapolri Komjen Pol Syafruddin usai pertemuan dengan ulama Jatim di Masjid Polda Jatim, di Surabaya, Rabu, 21 Februari 2018, dilansir Antara.

Syafruddin mengatakan tim itu untuk menyelidiki lebih mendalam terkait kondisi kejiwaan pelaku serta bagaimana kondisi kejiwaan pelaku secara teknis agar bisa disimpulkan dan diinformasikan ke masyarakat.

"Saya sudah perintahkan untuk kumpulkan para pakar-pakar, ahli kedokteran dan bikin tim yang besar. Rumah sakit jiwa juga dikumpulkan dibuat penanganan dan bikin penjelasan kepada masyarakat. Supaya jelas," ucapnya.

Tim itu, kata dia, secepatnya harus dibentuk agar dapat menginvestigasi secara terbuka dan tidak ditutup-tutupi agar masyarakat mengetahui yang sebenarnya.

Lebih Banyak Hoaks

Ilustrasi hoax
Ilustrasi hoax

Dia menegaskan, penyerangan kepada kiai atau pemuka agama di beberapa daerah lebih banyak isu hoaks atau kabar bohong.

"Beberapa kejadian dibangun secara hoaks. Di Jabar dari 13 yang menyebar di opini publik ternyata hanya ada dua kejadian. Di Jatim juga," ungkapnya.

Ditanya apakah kejadian belakangan ini mempunyai pola yang sama dengan peristiwa 1998, dia menyatakan pola yang terjadi saat ini sangat berbeda karena saat ini dibangun dari hoaks. "Sementara di tahun 1998, itu peristiwa besar dan memang kejadiannya ada. Saat ini ada tapi banyak hoaksnya," ucap dia.

Polri mengungkapkan, pihaknya telah mengetahui pelaku yang menyebar isu hoaks terkait penyerangan kepada pemuka agama itu. Polisi secepatnya akan mengembangkan temuan itu.

"Pelaku nanti akan dijerat UU ITE, karena mendesain informasi hoaks. Bukan karena mendesain peristiwanya. Sekarang 95 persen isu adalah hoaks," tuturnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya