Duka Petani Cilacap Akibat Banjir Sepekan

Banjir di Cilacap merendam sawah yang sudah bisa dipanen. Ada pula padi yang sedang berbunga, menunggu berbuah.

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 27 Feb 2018, 14:31 WIB
Diterbitkan 27 Feb 2018, 14:31 WIB
Duka Petani Cilacap Akibat Banjir Sepekan
Ilustrasi - Petani memanen padi yang terendam banjir dan nyaris membusuk di Kawunganten, Cilacap. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Cilacap - Intensitas hujan yang tinggi sepekan terakhir menyebabkan banjir di empat desa di Kecamatan Wanareja, Cilacap, Jawa Tengah. Jebolnya saluran afoor Cikaronjo dan luapan Sungai Cibeureum menjadi penyebabnya.

Empat desa itu adalah Bantar, Cilongkrang, Sidamulya, dan Tarisi. Di antara empat desa itu, Tarisi adalah yang terparah. Genangan di desa ini telah terjadi sejak pekan lalu.

Banjir yang menggenang di empat desa, terutama Tarisi, tak kunjung surut. Bahkan, saat turun hujan lebat di kawasan hulu, rendaman bertambah tinggi.

Akibatnya, pengungsi pun tak bisa segera pulang ke rumah. Mereka tinggal di tanggul dan rumah-rumah saudara yang tak terendam.

Tak hanya merendam rumah, banjir juga menyebabkan ratusan hektare sawah dan ladang penduduk terendam. Mereka pun merugi hingga ratusan juta.

"Kita masih menghitungnya. Tentunya besar ya rugi akibat banjirnya, karena merendam sawah dan ladang," ucap Kepala Pelaksana Harian (Lakhar) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Cilacap, Tri Komara Sihdy, kepada Liputan6.com, Minggu sore, 25 Februari 2018.

Kerugian Petani

Duka Petani Cilacap Akibat Banjir Sepekan
Ilustrasi - Padi siap panen terendam saat banjir Sidareja, Cilacap. (Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Rendaman air lebih dari tiga hari menyebabkan batang padi membusuk. Padahal, nyaris seluruh tanaman padi yang berjumlah sekitar 700 hektare itu sudah berbunga. Ada pula sebagian yang telah siap panen.

Tanaman palawija dan berbagai tanaman lain pun tak luput dari genangan. Jagung, ubi kayu, cabai, terong, dan pepaya adalah tanaman penduduk yang paling luas terdampak dan menyebabkan kerugian yang cukup besar. Tanaman ini mati membusuk lantaran terendam lebih dari dua hari.

Camat Wanareja, Bintang Dwi Cahyono mengungkapkan, banjir menyebabkan tanaman padi terendam dan puso, terutama di area paling parah di Desa Tarisi. Di desa ini, ada 330 hektare sawah yang terendam.

Adapun secara keseluruhan, banjir merendam lebih dari 700 hektare sawah di empat desa di Cilacap. Berdasarkan perhitungan sementara, diperkirakan petani mengalami kerugian setidaknya Rp 729.646.000 lantaran rendaman banjir.

Sebagian Pengungsi Belum Bisa Kembali ke Rumah

Duka Petani Cilacap Akibat Banjir Sepekan
Pengungsi banjir mengantre di Posko kesehatan. (dok. BPBD Cilacap/Muhamad Ridlo)

Selain merendam tanaman padi, kata Bintang, kerugian juga dialami sektor perikanan. Ratusan kolam ikan terendam. Akibatnya, ikan peliharaan warga pun lepas.

"Perikanan jelas. Kemudian kalau pertanian ini, sawah kalau di Tarisi saja ada 330 hektare. Tarisi, Cilongkrang, Bantar, Sidamulya, itu sekitar 700 hektare," kata Bintang, saat dihubungi.

Di luar kerugian di sektor pertanian dan perikanan, sebanyak 400-an lebih rumah terendam di empat desa, dengan total jiwa mencapai 1.213 orang. Mereka pun terpaksa tinggal dalam ketidaknyamanan genangan air.

Dari jumlah itu, sebagian di antaranya tak mungkin bertahan di dalam rumah lantaran terendam tinggi, antara 40 hingga 60 centimeter. Mereka pun mesti mengungsi.

Jumlah pengungsi yang tercatat dalam data BPBD Cilacap, hingga Minggu kemarin sebanyak 256 orang. Angka ini menurun dibanding Jumat lalu yang mencapai nyaris 500-an orang.

"Ya, masih ada pengungsian," dia menjelaskan.

Sudah 34 Tahun Langganan Banjir

Ratusan warga Tarisi mengungsi akibat banjir, akibatnya perkampungan pun sepi. (Foto: Liputan6.com/BPBD Cilacap/Muhamad Ridlo)
Ratusan warga Tarisi mengungsi akibat banjir, akibatnya perkampungan pun sepi. (Foto: Liputan6.com/BPBD Cilacap/Muhamad Ridlo)

Disinyalir, air tak kunjung surut lantaran saluran buang ambruk dan mampat. Sebab itu, BPBD Cilacap dan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citanduy pun mengeruk bronjong atau saluran air yang mampat itu.

Tetap, pengerukan bronjong ini tak lantas langsung menyurutkan air. Sebab, debit air sungai masih tinggi.

Daerah ini merupakan wilayah yang dipengaruhi permukaan sungai. Apalagi, sungai sudah dalam keadaan dangkal.

"Ada empat desa itu yang masih satu aliran dari Sungai Cibeureum, anak Sungai Citanduy. Itu satu jalur. Tarisi itu yang paling parah," Bintang menerangkan.

Ternyata, banjir yang terjadi di Tarisi ini bukan sekali dua kali terjadi. Banjir telah dirasakan warga sejak 34 tahun silam, setelah Bendungan Menganti di Sungai Citanduy dibangun.

Permukaan air yang tinggi di hulu bendungan menyebabkan anak Sungai Citanduy tak leluasa membuang alirannya ke muara. Tatkala hujan deras, sering kali permukaan air Sungai Citanduy lebih tinggi dibanding anak sungai.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya