Segudang Alasan Tutupnya Harian Bernas Yogyakarta

Harian Bernas Yogyakarta setelah melalui tiga zaman perjalanan pemerintahan bangsa Indonesia, mulai dari zaman Orde Lama, zaman Orde Baru, hingga kini zaman Orde Reformasi.

oleh Yanuar H diperbarui 28 Feb 2018, 13:19 WIB
Diterbitkan 28 Feb 2018, 13:19 WIB
Bernas
Edisi terakhir harian Bernas. (Istimewa)

Liputan6.com, Yogyakarta - Harian Bernas Yogyakarta "menyerah". Hari ini, 28 Februari 2018, koran yang didirikan Menteri Penerangan pertama RI Mr Soemanang pada 15 November 1946 mencetak edisi terakhirnya.

"Iya ini hari terakhir kami terbit," kata Fransisca Diwati, Pemimpin Umum Harian Bernas, kepada Liputan6.comRabu (28/2/2018).

Ia menyebut langkah ini harus diambil manajemen koran Bernas Yogyakarta setelah melalui tiga zaman perjalanan pemerintahan bangsa Indonesia, mulai dari Orde Lama, Orde Baru hingga zaman Reformasi.

Perempuan yang akrab disapa Bunda Sisca ini menyebutkan sejumlah alasan berakhirnya Bernas edisi cetak itu. Menurut dia, pihak manajemen akan melakukan serangkaian perubahan terhadap tubuh media yang hampir berusia 72 tahun itu pada 15 November 2018 mendatang. Salah satunya, dengan pengalihan dari cetak ke online.

"Hari ini, setelah melayani masyarakat selama hampir 72 tahun, Bernas melakukan perubahan berani, bukan karena sedang 'trend' mau ikut-ikutan dengan yang lain dengan menghentikan divisi bisnisnya, namun menyikapi sinyal-sinyal yang semakin kuat, di mana manajemen harus secara cepat membuat keputusan yang berani, yaitu melakukan migrasi dari surat kabar Harian Bernas menuju fokus. pada media online dengan brand Bernas.id," kata dia.

Bunda Sisca menambahkan, manajemen bergerak cepat untuk menghadapi persaingan zaman. Seperti membuat gebrakan ke media online yang saat ini dekat dengan masyarakat.

"Media online ini telah dipersiapkan selama 2,5 tahun belakangan ini, sembari merancang strategi baru mempersiapkan Bernas dengan konsep dan konfigurasi yang lebih milenial dan memiliki prospek yang lebih menjanjikan," ujar dia.

Dia mengaku bahwa keputusan ini dibuat tidaklah mudah. Pasalnya, perusahaan mempertimbangkan pembaca setia harian daerah itu.

"Keputusan ini pasti mengguncang sebagian masyarakat yang sudah mengenal harian Bernas sebagai media yang sempat mengalami masa kejayaan hingga jatuh bangun berjuang untuk terus bertahan tetap terbit hingga hari ini," katanya.

 

Menghela Napas Sejenak

Pekerjaan yang musnah (8)
Ilustrasi terbitan beberapa surat kabar di Jerman. (Sumber Pixabay)

Bunda Sisca mengakui bahwa mengembangkan media cetak sangat berat di masa kini. Sehingga, beberapa program sudah dirancang dengan tetap di jalur media informasi.

"Ini masih digodok sambil kita tarik napas dulu ya. Media cetak cukup berat di era ini. Kalau kita enggak punya inovasi cerdas bisa mati konyol," katanya.

Menurut dia, dengan tidak terbitnya media yang sudah puluhan tahun ini menjadi alarm bagi media cetak lainnya di Yogyakarta. Bahkan, hal ini juga menjadi alarm bagi media cetak di seluruh dunia.

"Bukan hanya jadi alarm di media yang ada di Yogya, tapi juga di seluruh dunia. Kita mesti paham sinyal-sinyal dan jangan terlambat menyikapi," katanya.

Ia juga menuliskan kata terakhir dalam terbitan harian Bernas hari ini berjudul "Perubahan Membawa Harapan". Tulisan terakhirnya menyebutkan perubahan harian Bernas menuju ke media online untuk tetap bertahan dalam industri ini.

"Menurut pakar manajemen Rhenald Kasali, fenomena tutup menutup ini sekarang menjadi fenomena di banyak perusahaan, terutama perusahaan yang lamban beradaptasi dengan perkembangan zaman. Jika masih banyak perusahaan yang tidak bisa menangkap sinyal-sinyal perubahan sejak dini, maka dipastikan perusahaan tidak hanya harus menutup divisi bisnisnya, namun juga menutup seluruh perusahaannya," tulisnya dalam edisi terakhir harian Bernas.

Ia juga menuliskan makna kata "BERNAS" yang berarti padat berisi atau "mentes" , dan dalam bahasa Madura bermakna "Gagah Perwira", membuat tim Bernas menjadi para pejuang media yang pantang menyerah dalam kesulitan dan tekanan. Ini terbukti seorang wartawan Udin menjadi pahlawan, meninggal karena profesinya. Walaupun tidak terbit, pihaknya berharap kasus Udin segera selesai.

"Tentu saja. Kami masih berharap bisa terungkap kasus Udin," katanya.

Ia berharap kehadiran harian Bernas selama ini memberikan banyak manfaat kepada masyarakat luas. Ia juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung harian Bernas ini hadir.

"Cinta, doa dan semangat kepada Harian Bernas. Selama matahari di atas sana masih bersinar, yakinlah...harapan masih selalu ada di depan sana," dia menandaskan.

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya