Liputan6.com, Palembang - Dua orang terduga teroris asal Pekanbaru, Riau, yang ditangkap Densus 88 Antiteror (AT) dan Polda Sumatera Selatan (Sumsel) di Palembang, pada Senin, 14 Mei 2018, ternyata tidak mengakui adanya Pancasila.
Ketika diinterogasi langsung oleh Kapolda Sumsel Irjen Zulkarnain Adinegara, kedua terduga teroris tersebut sudah menghilangkan makna Pancasila dari kehidupan mereka.
Para terduga teroris yang ditangkap, yaitu Heri Hartanto alias Abdul Rahman (39) dan Hengki Satria alias Abu Ansyor (38).
Advertisement
Baca Juga
"Mereka hafal Pancasila, saya juga tanyakan mereka tentang makna sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Tapi makna dari seluruh silanya mereka hilangkan," ujarnya saat membuka kegiatan Tatap Muka Forkopinda Sumsel di Aula Hotel Swarna Dwipa Palembang, Selasa, 15 Mei 2018.
Salah satu terduga teroris asal Pekanbaru mengakui donatur mereka merupakan warga Pekanbaru, yang bekerja di salah satu badan usaha milik negara (BUMN). Mereka juga sudah menyebutkan identitas dan tempat tinggal dosen yang mengajar di universitas di Palembang, yang gagal mereka temui.
Namun, Kapolda Sumsel masih belum bisa menjadikan kesaksian kedua terduga teroris tersebut sebagai fakta hukum. Polisi tetap akan mencari bukti pendukung lainnya. Saat ditangkap, tidak ada bukti apa pun yang menguatkan mereka sebagai pelaku teroris.
"Kita akan cari tahu apakah ada transfer uang, atau ada saksi yang melihat donatur tersebut memberikan dana ke mereka, termasuk identitas dosen tersebut. Bisa saja nama yang disebutkan palsu dan alamat yang dimaksud adalah perkantoran di Palembang," katanya.
Informasi itu masih akan mereka kembangkan, salah satunya berkoordinasi dengan Densus 88, polresta, dan Polda Riau. Kedua terduga teroris ini mengaku sebagai anggota Jamaah Anshorut Daulah (JAD). Bahkan, mereka mendalami cara berjihad dari ustaz yang mereka panuti dan melalui internet.
Musuhi Polisi
Sebelumnya, kelompok itu dinamai Jamaah Anshorut Tauhid (JAT). Karena tidak progresif, mereka membentuk JAD yang diketuai Aman Abdurahman dan Abu Bakar Ba'asyir.
"Tersangka bilang kalau pahamnya Salafiah, itu tidak ada kaitannya dengan agama karena ini ideologi. Kami saja disebutnya kafir harby atau musuh utama yang harus dimusnahkan," katanya.
"Cara mereka memusnahkan juga tidak boleh sembunyi-sembunyi. Memang harus berhadapan langsung dengan anggota polisi, sama seperti di Surabaya," ujarnya.
Para terduga teroris ini juga dijanjikan akan mati syahid jika tertembak dan akan bertemu 70 bidadari di surga kelak.
Dua terduga teroris tersebut sebelumnya berangkat bersama lima rekannya dari Pekanbaru menuju Jakarta. Usai gagal menyerang Mako Brimob Kelapa Dua, mereka berpencar.
Advertisement
Enam Teroris Buron
Para terduga teroris asal Pekanbaru ini baru sampai di Palembang pada 14 Mei 2015. Mereka tidak mengetahui di mana keberadaan lima rekannya tersebut. Kapolda Sumsel menegaskan bahwa aksi pengamanan tersebut merupakan pencegahan dan jangan aksi teror bom sampai terjadi di Sumsel.
"Jangan sampai terjadi amaliyah (bom bunuh diri) di Sumsel, apalagi di sini akan digelar Asian Games 2018. Pergerakan mereka ini sleeping cell. Hanya diam saja, tiba-tiba bergerak waktu ada kejadian, jadi kita tidak bisa memantau 24 jam," katanya.
Penangkapan kedua terduga teroris asal Pekanbaru ini, ternyata bukan merupakan kelompok teroris asal Kabupaten Muara Enim Sumsel yang masih buron. Ada enam teroris asal Muara Enim yang sedang dalam pengejaran.
"Kalau di Muara Enim, mereka belajar dari Ustaz Solihin. Pemikiran mereka sama saja, ditembak mati malah senang dan bisa langsung masuk surga. Masih kita buru enam orang teroris tersebut," katanya.
Saksikan video pilihan berikut ini: