Liputan6.com, Palembang - Beberapa terduga teroris ternyata sudah merencanakan penyerangan di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat (Jabar), pascakerusuhan di rumah tahanan (rutan) tersebut pada Selasa, 8 Mei 2018.
Namun, aksi para terduga teroris tersebut berhasil digagalkan Densus 88 Antiteror dan Polda Sumatera Selatan (Sumsel). Dua terduga teroris ditangkap pada Senin, 14 Mei 2018, di Jalan Kolonel H Burlian, Kilometer 5, Palembang, Sumsel.
Penangkapan dua terduga teroris ini berawal dari turunnya Densus 88 memburu AA (39) dan HK (38), dua terduga teroris asal Pekanbaru, Riau, yang berkunjung ke Palembang.
Advertisement
Dari pengakuan kedua terduga teroris, mereka berangkat dari Riau sehari setelah kerusuhan di Mako Brimob Kelapa Dua Depok. Terduga teroris ini menaiki angkutan umum menuju ke Jakarta.
Baca Juga
Namun, karena situasi Mako Brimob Kelapa Dua Depok sudah kondusif, mereka membatalkan rencana terornya. AA dan HK lalu berangkat ke Palembang untuk menemui kerabatnya, yang berprofesi sebagai dosen di perguruan tinggi di Palembang.
"Sampai sekarang mereka masih bungkam, tidak mau menyebutkan identitas dosen tersebut dan apa maksud pertemuan tersebut," ujar Kapolda Sumsel Irjen Pol Zulkarnain Adinegara, kepada Liputan6.com.
Saat mereka berangkat dari Jalan Kolonel H Burlian Palembang menggunakan ojek, anggota Densus 88 dan Polda Sumsel langsung membekuk kedua terduga teroris tersebut. Padahal, mereka bertujuan untuk bertemu dosen tersebut di rumahnya.
Keberangkatan kedua terduga teroris yang berencana menyerang Mako Brimob Depok ini, ternyata dibantu dana oleh seorang warga di Pekanbaru, Riau. Namun, hingga kini, AA dan HK masih belum banyak memberikan informasi lanjutan.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Buronan Teroris JAD
Kapolda Sumsel sebelumnya juga menginstruksi anggotanya untuk memburu enam orang terduga teroris yang masih berkeliaran di Sumsel.
"Enam buronan teroris itu kabur saat penggerebekan sarang teroris di Kabupaten Muara Enim, beberapa bulan lalu. Mereka adalah kelompok Jamaah Anshorut Daulah (JAD) yang bermarkas di Jawa Barat," katanya.
Dalam penggerebekan itu, 13 orang ditangkap dan 8 orang ditetapkan menjadi tersangka. Mereka juga mengawasi para terduga teroris yang buron ini menjadi teroris tunggal atau lone wolf.
Saat ini, ada sembilan narapidana teroris yang berada di Sumsel, empat di antaranya sudah dibebaskan dan sudah dilakukan deradikalisasi. Polda Sumsel juga masih berkomunikasi baik dan memantau keseharian mereka.
Menurut Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumsel Amin Yati, aksi perjuangan dengan mengorbankan warga sipil, seperti bom Surabaya tidak ada dalam perintah agama.
"Kalau dari segi syariah, soal berjuang itu sah-sah saja. Tapi yang sering pamer berjuang dan membenarkan diri sendiri, itu yang perlu disoroti dengan sistem yang baik. Membunuh itu bukan berjuang, tidak ada perintah agama seperti itu," katanya.
Advertisement
Waspada Aksi Teroris
MUI dan warga Nahdlatul Ulama juga mengecam keras dan menganggap aksi terorisme sudah tak punya naluri dan tidak ada unsur kemanusiaan. Mereka memohon ke pemerintah agar serius menangani, menekan serta memberantas hal-hal yang mengarah ke aksi terorisme.
"Selama ini di Sumsel hanya sekadar kabar saja. Sebab, terlihat sepi dari sudut pandang mata saja. Tapi tidak boleh lengah,” ungkapnya.
Ketua Pemuda Katolik Forum Pemuda Kerukunan Umat Beragama (FPKUB) Sumsel Apriadi Sinaga mengungkapkan, kasus bom bunuh diri, terutama di tiga gereja di Surabaya, Jatim, bukan soal konflik agama.
Meskipun sebelumnya sempat terjadi perusakan Kapel Kristen di Kabupaten Ogan Ilir (OI) Sumsel, namun mereka tetap tidak menyalahkan siapa pun untuk aksi brutal tersebut.
"Kita bersama-sama antarpemuda lintas agama berusaha untuk menjaga keamanan dan jangan terpancing karena kasus seperti ini. Seperti kasus di Kapel Santa Zakaria Kabupaten OI Sumsel juga berusaha untuk tidak terpicu," katanya.