Pesan Mulia di Balik Jenakanya Pidato Ngapak Bocah-Bocah Banyumas

Beragam istilah unik dan jarang terdengar mengemuka dalam lomba pidato bahasa Ngapak atau Banyumasan

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 18 Agu 2018, 03:00 WIB
Diterbitkan 18 Agu 2018, 03:00 WIB
Lomba pidato berbahasa Ngapak atau Panginyongan, khas Banyumasan. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Lomba pidato berbahasa Ngapak atau Panginyongan, khas Banyumasan. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Banyumas - Seorang bocah bertubuh mungil menyeruak dari kerumunan bocah-bocah dalam acara lomba pidato bahasa Ngapak atau Basa Panginyongan tatkala panitia memanggil namanya.

Ia tak mempedulikan ratusan siswa SD lain yang bertingkah bak anak ayam kehilangan induk, berlarian dan berisik di Balaidesa Cingebul, Kecamatan Lumbir, Banyumas, Jawa Tengah. Langkahnya mantap, tanpa sekalipun menoleh.

Lantas, ia naik ke panggung. Bocah bernama Zaki Prasetio ini berusaha meraih mikrofon yang nampak ketinggian untuk tinggi tubuhnya. Di tangannya, tergenggam secaris kertas.

Tingkah lucu bocah mungil ini mendadak sontak menjadi ger-geran penonton yang berjubel. Ia menjadi warna lain lomba pidato bahasa Ngapak yang digelar panitia HUT Kemerdekaan RI ke-73, Desa Cingebul.

Lantas seorang panitia sigap membantu menurunkan mikrofon agar pas dengan bukaan mulut siswa kelas 5 SD Negeri Cingebul 3 ini. Dan Zaki pun, dengan tertatih, memulai pidato bahasa Ngapaknya.

Beragam istilah unik dan jarang didengar, meluncur dari mulutnya. Dalam pidato bahasa Ngapak ini, ia membawa tema pelestarian lingkungan. Kisah tentang sungai dan pepohonan di lingkungannya, Penusupan Desa Cingebul, meluncur lancar.

* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Tema Pelestarian Alam hingga Ponsel dalam Lomba Pidato Ngapak

Sejak dini, anak-anak mesti dikenalkan lebih dekat dengan  bahasa lokal Banyumas, basa Panginyongan atau Ngapak. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Sejak dini, anak-anak mesti dikenalkan lebih dekat dengan bahasa lokal Banyumas, basa Panginyongan atau Ngapak. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Ia bercerita, di masa lalu sungai di sekitar kampungnya banyak ikan. Pohon-pohon pun menghijau. Kondisi asri ini membuat udara di perkampungan segar.

Namun kini, kerusakan semakin menjadi-jadi. Ada orang yang mencari ikan dengan jalan menyetrum dengan listrik. Ada pula yang meracuni ikan.

Karenanya, ia mengajak agar teman-temannya mulai belajar melestarikan alam. Salah satunya, dengan menanam pohon di lingkungan rumah, sekolah atau kebun. Ia juga mengajak agar tak segan mengingatkan orang yang aktivitasnya merusak alam.

Ngemutna maring wong utawa keluarga sing esih gemar ngrusak lingkungan ben aja maning-maning (mengingatkan orang atau keluarga yang masih gemar bertindak merusak alam agar tidak lagi melakukan hal yang sama,” dia menjelaskan, dalam bahasa Ngapak, Rabu, 15 Agustus 2018.

Lain lagi dengan Hilma Denstyan, siswa kelas 6 SD Negeri 4 Cingebul. Ia membawa tema persatuan dan kebhinekaan.

Menurut dia, Indonesia harus dijaga dari rongrongan dalam bentuk apa pun. Itu termasuk upaya pemecah belahan bangsa Indonesia lewat media sosial. Ia juga menyoroti sumber daya alam Indonesia yang banyak diperebutkan oleh bangsa Asing.

Dia menegaskan, bangsa Indonesia harus bersatu agar bisa menjaga kekayaan alamnya. Sebab, banyak yang memperebutkan sumber daya alam Indonesia dan mengadu domba bangsa Indonesia.

"Aja gelem diadu domba. Bangsa Indonesia kudu bersatu ben kuat (Jangan mau diadu domba, supaya Bangsa Indonesia, tetap kuat," Hilma berpesan dalam pidato Ngapaknya.


Penutur Basa Pangiyongan alias Ngapak Makin Berkurang

Ahmad Tohari, Budayawan Banyumas. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Ahmad Tohari, Budayawan Banyumas. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Lain lagi dengan Rindy Setyanigsih. Siswa SD Negeri 5 Cingebul ini menyoroti penggunaan ponsel. Menurut dia, penggunaan alat komunikasi banyak yang tak bermanfaat. Ponsel lebih banyak digunakan untuk bersenang-senang.

Padahal, di sisi lain, ponsel bisa digunakan untuk belajar. Tetapi, nyatanya, ponsel hanya digunakan untuk bermain gim.

"Siki wong direh neng Hape. Nek hapene laka digoleti, ngasi ora lali turu (Sekarang orang diperdaya oleh ponsel. Kalau ponsel tidak kelihatan dicari. Tanpa ponsel tidur tidak nyenyak)," Rindy mengungkapkan.

Kepala Desa Cingebul, Khusnadin mengatakan lomba berbahasa Ngapak atau Panginyongan ini adalah upaya untuk melestarikan bahasa banyumasan yang kian ditinggalkan.

Menurut dia, bahasa lokal atau bahasa Ibu semakin ditinggalkan karena banyaknya anak muda yang merantau ke ibu kota. Saat berumah tangga, bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia. Sebab itu, banyak istilah yang hilang.

Terkait salah satu tema siswa yang menyoroti rusaknya sungai, dia menerangkan bahwa pemerintah desa telah mengeluarkan Peraturan Desa tentang pelestarian alam. Salah satunya melarang penangkapan ikan dengan setrum dan racun. Selain itu, perburuan satwa menggunakan senapan pun telah dilarang.

Pada kesempatan terpisah, Budayawan Banyumas, Ahmad Tohari mengakui penutur bahasa Banyumasan semakin berkurang. Padahal, jumlah penutur di Banyumas Raya dan sejumlah daerah lainnya lebih dari 10 juta orang.

Namun, bahasa Banyumasan atau Pangiyongan tergerus oleh bahasa Indonesia yang dinilai lebih modern. Bahkan, bahasa Banyumasan sudah jarang digunakan dalam lingkup keluarga, sebagai bahasa ibu atau bahasa lokal sehari-hari.

"Kalau bukan kita yang melestarikan, siapa lagi," Tohari berujar.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya