Liputan6.com, Makassar - Cabang olahraga pencak silat memborong emas di ajang Asian Games ke-18 yang tengah berlangsung di Jakarta. Capaian ini mengukuhkan posisi Indonesia sebagai daerah yang memiliki kekayaan beragam pencak silat.
Bela diri silat memang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Silat di suatu daerah memiliki ciri khas masing-masing. Salah satu silat yang masih dilestarikan dan dikembangkan adalah pamanca dari Sulawesi.
Menca' atau manca', atau silat merupakan salah satu tradisi seni bela diri yang akrab dilakoni para pemuda di berbagai daerah di Sulawesi Selatan. Salah satunya di Kampung Taeng, Kabupaten Gowa.
Advertisement
Baca Juga
Kampung yang letaknya tepat bersebelahan dengan Sungai Jeneberang itu dikenal sebagai kampung yang melahirkan banyak jawara pencak silat atau pamanca.
"Sejarahnya dulu yang saya tahu itu lahirnya prajurit-prajurit pilihan pengamanan Kerajaan Gowa dulu banyak dari Kampung Taeng. Mereka dikenal karena kemahiran bermain silat atau disebut Pamanca," kata Sirajuddin, warga Kampung Taeng, kepada Liputan6.com beberapa waktu lalu.
Daeng Sira, panggilan akrab Sirajuddin, mengaku senang dengan bela diri ini karena gerakannya yang lembut seperti orang menari. Meski lembut, gerakannya tetap ampuh dalam melumpuhkan hingga mematikan.
"Kalau pamanca itu identik gerakannya, kata orang gerakan patah-patah tapi lembut dan mematikan. Hampir semua daerah di Indonesia sama," kata pria 48 tahun ini.
Ia mengungkapkan, yang menjadi ciri khas bagi seorang pamanca, yakni selalu memegang teguh sifat rendah hati dan tidak menggunakan ilmunya untuk melukai orang. Para pamanca akan menggunakan bela diri lebih untuk menjaga harga diri dan membantu orang lain ketika teraniaya.
"Setiap gerakan pamanca itu mengandung banyak nilai-nilai luhur, salah satunya menampilkan kepribadian rendah hati," ucap Sira.
Bagi seorang pamanca, mereka tak hanya dibekali jurus-jurus atau gerakan melumpuhkan lawan, menyerang, dan menghalau. Seorang pamanca dididik juga diajari ilmi-ilmu agama.
"Itu yang menjadi kelebihan tradisi bela diri nenek moyang yang bernama manca' tersebut. Seorang pamanca itu tak hanya mampu dengan gerakan bela dirinya, tapi juga wajib menjalankan syariat agama dengan baik agar bisa menjadi tauladan di tengah masyarakat," ujar Sira.
Bela diri manca sendiri bagi kalangan pemuda, khususnya di Kampung Taeng sudah menjadi keterampilan wajib. Sejak kecil, remaja Lampung Taeng akan dilatih oleh masing-masing guru.
Sebagai upaya menjaga kelestarian budaya, masyarakat Taeng sering menyelenggarakan tradisi manca di setiap tahun atau pada acara tertentu.
"Alhamdulillah setiap tahun ke sini saja, pasti ada gelar tradisi manca dan kita bisa lihat langsung kemahiran para pemuda kampung Taeng dalam beladiri yang namanya manca," ucap Sira.
Selain gerakan yang luar biasa, seorang pamanca juga dibekali gurunya dengan berbagai doa yang berhubungan dengan keselamatan dirinya.
"Ada juga yang dimandikan dengan air yang sudah diberikan doa oleh guru. Semuanya tujuannya baik, agar Allah selalu membimbingnya dan menjaga dirinya dari segala bahaya. Salah satunya ilmu kebal dari senjata tajam," ucap Sira.