Dilema Eksekusi Nabi Palsu Sensen dari Garut

Sejak divonis wajib rehabilitasi oleh Pengadilan 2012 lalu, hingga kini eksekusi masih berjalan di tempat. Akibatnya ajaran Sensen, semakin luas dan mulai meresahkan masyarakat.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 16 Nov 2018, 04:00 WIB
Diterbitkan 16 Nov 2018, 04:00 WIB
Wawan, Panglima Tentara NII pengikut Sensen tengah menjalani hukuman
Wawan, Panglima Tentara NII pengikut Sensen tengah menjalani hukuman (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Garut Eksekusi narapidana kasus penistaan agama dan makar terhadap Sensen Komara, yang dilakukan Pengadilan Negeri Garut, Jawa Barat belum dilaksanakan. Nabi palsu penggagas Negara Islam Indonesia (NII) itu, hingga kini masih berkeliaran bebas.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Garut KH Sirojul Munir mengatakan, berdasarkan putusan hukum tetap yang dibacakan pada 2012 lalu, dinyatakan terdakwa tidak dikenakan hukuman penjara, namun hanya direhabilitasi akibat gangguan jiwa.

"Persoalannya hingga mini eksekusi itu tetap belum dilaksanakan pihak pengadilan," ujar dia, Kamis (15/11/2018).

Dalam putusan itu, nabi palsu Sensen wajib menjalani rehabilitasi untuk pemulihan mental di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung selama setahun, dengan anggaran yang dibebabkan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat Dan Pemkab Garut.

"Enam bulan lalu kami sudah menyurati pihak Pemprov dan pemkab Garut, tapi sama belum ada upaya rehabilitasi," ujar Ceng Munir, panggilan akbarb dia.

Menurutnya, ketiadaan landasan hukum yang akan digunakan kedua pemerintah daerah dalam penggunaan anggaran rehabilitasi Sensen, menjadi penyebab tidak adanya eksekusi rehabilitasi.

"Kok masalah korban narkotika ada biaya rehabilitasi, ini Sensen penistaan agama dan makar kepada negara tidak ada (rehabilitasi)," ujarnya geram.

Akibatnya, kedua lembaga pemerintahan daerah itu, enggan menanggung beban biaya yang harus dikeluarkan, dalam pemulihan mental nabi palsu Sensen tersebut.

"Tapi infonya mulai tahun depan sudah ada titik terang, Pemprov jabar sudah memasukan (rehabilitasi) di pagu anggaran," ujarnya.

Ia berharap, pemerintah serius menangani hal ini. Sebab jika dibiarkan, nabi palsu Sensen terus bergerilya mencari pengikut Baru mengajarkan ajarannya, sambil makar mendirikan NII.

"Awal tahun 2018, 41 Kepala keluarga dibkecamatam Caringin, sudah gabung dan secara terbuka shalat ke timur, mereka sudah tidak malu atau pun takut, beruntung tidak ada persekysi," papar dia.

Hingga kini, aktifitas Sensen terpaksa diam diri di rumahnya di Kecamatan Karangpawitan, namun meskipun demikian aktifitas dakwahnya tetap berjalan.

"Saya tidak berandai-andai, kalau tidak terbukti sesat kita lakukan pembinaan, tetapi jika terbukti makar (membentuk NII) tentu kita akan laporkan lagi dan minta di proses hukum," ancam dia.

Hal yang sama diakui KH Ubun Bunyamin, Wakil Syuriah Nahdlatul Ulama Cabang Garut ini mengaku, dari informasi yang beredar, keseharian Sensen, terlihat sehat dan masih menjalankan pengajian.

Dengan kondisi itu, ia khawatir pengikutnya akan semakin bertambah luas. "Ya jadi pertanyaan, kenapa Wawan, anak buahnya yang panglima NII itu dibui 10 tahun, tapi pimpinannya malah bebas," ujar dia.

Untuk itu, ia meminta agar pemerintah segera bergerak cepat merehabilitasi, menghindari persoalan gesekan baru di masyarakat. "yang jelas dengan semakin meluasnya ajaran Sensen, maka konflik horizontal masyarakat akan kembali muncul," ujarnya menambahkan.

Sehingga dengan upaya rehabilitasi itu, bakal diketahui sehat dan tidaknya akal fikiran Sensen. "Kalau ternyata sehat ya jelas kami akan tuntut ulang, pelanggarannya jelas penistaan dan rencana makar terhadap negara," ujar dia.

Ia mengaku pernah mendatangi Dinas Sosail Garut menanyakan ihwal rehabilitasi narapidana Sensen, namun minimnya dana yang tersedia menyebabkan sulit untuk melakukan eksekusi itu. "Katanya dana hanya Rp 3 juta, mana cukup untuk satu tahun," kata dia.

 

 

Kontrovesi Ajaran Nabi Palsu Sensen

Ketua MUI Garut KH Sirojul Munir
Ketua MUI Garut KH Sirojul Munir (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Kasus penisataan agama dan makar yang dilakukan Presiden Negara Islam Indonesia (NII) Sensen Komara memang menyedot perhatian luas masyarakat. Ia akhirnya divonis bersalah atas perbuatan makar dan penistaan agama di Pengadilan Negeri (PN) Garut, Jawa Barat (Jabar) 2012 lalu.

Namun dari putusan itu, Ketua majelis hakim tidak menghukum Sensen, tetapi mewajibkannya melakukan rehabilitasi di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung dengan biaya yang ditanggung Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemda Garut.

Seperti diketahui, pertama kali perbuatan makar yang dilakukan Sensen terungkap saat peringatan hari kelahiran NII pada 7 Agustus 2011 di Sentra Bakti, Kampung Babakan Cipari, Desa Sukarasa, Kecamatan Pangatikan. Ia bersama pengikutnya, sengaja mengibarkan bendera NII berwarna merah putih berlambangkan bulan bintang.

Beruntung acara peringatan itu langsung digagalkan aparat gabungan Kepolisian dan TNI. Beberapa barang bukti yakni 120 lembar bendera NII berwarna merah dan satu helai bendera NII besar, ikut disita petugas. Sedangkan kasus penistaaan agama yang dilakoni Sensen, yakni mengubah arah kiblat ke timur.

Tidak hanya itu, kata Muhammad dalam kalimat Syahadat dan kalimat azan mesti diganti dengan nama Sensen Komara, termasuk memerintahkan para pengikutnya untuk mengganti ibadah puasa yang seharusnya dilaksanakan di bulan Ramadan menjadi di bulan Maret.

Saat ini pengikut Sensen yang diperkirakan mencapai 2.000 orang tersebut, terpusat dan tinggal di Kampung Babakan Cipari, Desa Sukarasa, Kabupaten Garut. Bahkan sejak ia kembali menghirup udara bebas, aktifitasnya semakin meluas. Diperkirakan ia telah memiliki jaringan hampir di tiap Kecamatan di Garut.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya