Anak Pekerja Migran Adalah Anak Kita

Memperingati hari Pekerja Buruh Migran Internasional, tidak hanya mengingatkan negara tentang pahlawan devisa, HAM, dan hubungan internasional negara. Namun, pemerintah juga harus memedulikan nasib anak-anak yang orang tuanya menjadi pekerja migran.

oleh Liputan6dotcom diperbarui 18 Des 2018, 00:00 WIB
Diterbitkan 18 Des 2018, 00:00 WIB
Menteri Hanif Terharu Ketika Kunjungi Desa Kantong TKI di NTT
Bertemu masyarakat desa kantong pekerja migran/TKI di Nusa Tenggara Timur, Menaker Hanif Dhakiri teringat masa kecilnya.

Liputan6.com, Sumba - Menjelang peringatan Hari Buruh Migran Internasional, 18 Desember ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menandatangani kesepakatan internasional soal migran. Acara ini berlangsung pada 10-11 Desember lalu. Indonesia menjadi wakil untuk kawasan Asia Pasifik.

Berbagai persoalan terkait migran terjadi, satu hal yang kadang luput dari perhatian, tetapi penting untuk ditindaklanjuti yaitu, nasib anak-anak dari pekerja migran. Anak-anak harus tinggal jauh dari orangtua mereka, dititipkan pada kerabat bahkan hanya tetangga. 

Akibatnya mereka kurang mendapatkan kasih sayang serta perhatian, hingga rentan terjerumus dalam kenakalan remaja, pergaulan bebas, dan pemasalahan lainnya.

Menengahi persoalan tersebut Program Peduli hadir. Tujuannya, meningkatkan inklusi sosial bagi kelompok marginal di Indonesia. Program Peduli, bekerja untuk mendukung pemenuhan hak-hak mendasar para anak pekerja migran.

Kondisi Anak-Anak dari Pekerja Migran

Communication Officer for Program Peduli Sheila Kartika menyampaikan, kebanyakan anak dari pekerja migran cenderung tidak percaya diri. Stigma dan diskriminasi yang diterima membatasi potensi mereka. Pendidikan mereka pun kadang terkendala karena tidak lengkapnya dokumen kependudukan.

"Persyaratan untuk masuk sekolah tidak cukup, seperti akta kelahiran dan kartu keluarga," ujar Sheila.

Seorang anak yang dibesarkan oleh nenek atau kakeknya yang renta untuk mengurus persyaratan administrasi sekolah tentu telah menjadi hal yang sulit. Ditambah lagi keterbatasan ekonomi dan lokasi tempat tinggal yang jauh dari pusat layanan pemerintah.

Berbagai persoalan yang dialami anak-anak dari pekerja migran, memicu hadirnya orang-orang yang peduli dan membuka tangan mereka untuk merangkul anak-anak tersebut.

Dengan prinsip, "Anak dari pekerja migran adalah anak kita semua", peringatan Hari Buruh Migran Internasional, bukan hanya sebatas persoalan pahlawan devisa, pelanggaran HAM, dan hubungan internasional negara. Di balik itu semua terdapat anak-anak dari pekerja migran, yang mesti diselamatkan masa depannya.

Miftahul Jhannah

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya