Jalan Panjang Bawang Putih Lokal untuk Jadi Raja di Negeri Sendiri

Kebutuhan bawang putih di Indonesia bergantung pada Tiongkok sejak 1997. Impor bawang putih nyaris 100 persen, membuat harga dan pasokan bawang putih dikendalikan dari luar.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 27 Jun 2019, 14:00 WIB
Diterbitkan 27 Jun 2019, 14:00 WIB
Wajib Tanam Bawang Putih
Ditjen Hortikultura Kementan, Satgas Pangan, KPK, PPATK, Komisi IV DPR RI , dan importir bawang putih mengikuti Evaluasi Wajib Tanam Peningkatan Produksi Bawang Putih Nasional di Yogyakarta, (Liputan6.com/ Switzy Sabandar)

Liputan6.com, Yogyakarta Bawang putih lokal berusaha menjadi raja di Tanah Air. Maklum, sudah 23 tahun, umbi yang satu ini tidak menunjukkan tajinya. Pada 1994, bawang putih mencapai kejayaan di Indonesia. Kebutuhan dalam negeri bisa dipenuhi sendiri lewat swasembada produk hortikultura tersebut.

Sayangnya, kebutuhan bawang putih di Indonesia bergantung pada Tiongkok sejak 1997. Impor bawang putih nyaris 100 persen, membuat harga dan pasokan bawang putih dikendalikan dari luar.

"Ini berbahaya jika dibiarkan, kami sepakat menjadikan Indonesia swasembada bawang putih pada 2021," ujar Suwandi, Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, seusai membuka acara Evaluasi Wajib Tanam dan Koordinasi Pelaksanaan Kegiatan Peningkatan Produksi Bawang Putih Nasional di Yogyakarta, Rabu (26/6/2019).

Sepintas memang terlihat mustahil, masyarakat sudah terlena keasyikan menikmati impor bawang putih tanpa susah payah menanam. Namun, lewat Permentan Nomor 38 Tahun 2017, impian itu bukan lagi hal yang mustahil.

Dalam peraturan itu, importir penerima Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) bawang putih wajib menanam dan menghasilkan sebanyak lima persen dari nilai impor mereka. Suwandi merasa optimistis dengan program menuju swasembada bawang putih ini karena Indonesia memiliki potensi yang besar.

Ia memperhitungkan lahan bawang putih yang dibutuhkan untuk mencapai swasembada sekitar 69.000 hektare, sedangkan potensi lahan bawang putih di Indonesia berkisar 600.000 hektare tersebar di 200 kabupaten dan sampai dengan tahun ini sudah ada 110 kabupaten yang ditanami bawang putih. Sentra lahan tidak hanya di Jawa, melainkan juga pulau lainnya.

"Selama ini yang dikenal Temanggung, tetapi ada juga daerah lain, seperti, Sukabumi, Cianjur, Garut , Bandung, Tegal, Magelang, Karanganyar, Malang, dan di luar Jawa juga banyak, seperti Solok, Kerinci, Minahasa Selatan," kata Suwandi.

Menurutnya, luas lahan itu cukup untuk mengakomodasi kebutuhan bawang putih dalam negeri. Saat ini, kebutuhan bawang putih per tahun sekitar 570.000 ton dan konsumsi per bulan 42.000 ton.

Simak video pilihan berikut:

 

Mekanisme Wajib Tanam

Wajib Tanam Bawang Putih
Ditjen Hortikultura Kementan, Satgas Pangan, KPK, PPATK, Komisi IV DPR RI , dan importir bawang putih mengikuti Evaluasi Wajib Tanam Peningkatan Produksi Bawang Putih Nasional di Yogyakarta, (Liputan6.com/ Switzy Sabandar)

Suwandi mengungkapkan wajib tanam yang sudah dijalankan sejak 2017 ini menarik dan hasilnya tidak bisa dipandang sebelah mata. Ia menyebutkan, ada importir yang bisa menghasilkan 10 juta ton, bahkan 20 juta ton bawang putih per hektare. Proses menuju swasembada bawang putih berbeda dengan produk hortikultura lainnya.

"Kalau yang lain, begitu produksi naik, impor dikurangi, tetapi bawang putih tidak, sebab produk yang dihasilkan pada satu tahun akan diproses dan dijadikan benih berkualitas ditanam lagi pada tahun selanjutnya dan menghasilkan dua kali lipat, begitu terus sampai 2021," ucapnya.

Pada 2017, luas lahan yang ditanami bawang putih 1.900 hektare, hasil produksi tahun itu diolah kembali dan ditanam di lahan seluas 11.000 hektare pada 2018. Pada 2019, lahan yang akan ditanami bawang putih sekitar 20.000 sampai 30.000 hektare.

Target lahan bawang putih pada 2020 seluas 40.000 sampai 60.000 hektare dan akan meningkat dua kali lipat pada tahun terakhir program.

"Target 2021 kita punya target 80.000 sampai 100.000 hektare , itu cukup untuk swasembada, 69.000 hektare cukup untuk dikonsumsi, sisanya dijadikan benih dan tanam lagi," ucap Suwandi.

Pada kesempatan yang sama, muncul juga usulan dari Komisi IV DPR RI agar aturan lima persen produksi dinaikkan menjadi 10 persen supaya program swasembada segera terwujud. Tidak hanya itu, produksi yang besar juga mempersiapkan importir menjadi eksportir saat masuk ke era swasembada bawang putih.

Dana untuk swasembada bawang putih berasal dari tiga sumber, yakni APBN, wajib tanam importir, dan swadaya petani. "Importir semangat dan sangat berkomitmen, mereka membentuk asosiasi," ujarnya.

 

Keunggulan Bawang Putih dalam Negeri

Wajib Tanam Bawang Putih
Ditjen Hortikultura Kementan, Satgas Pangan, KPK, PPATK, Komisi IV DPR RI , dan importir bawang putih mengikuti Evaluasi Wajib Tanam Peningkatan Produksi Bawang Putih Nasional di Yogyakarta, (Liputan6.com/ Switzy Sabandar)

Tanaman bawang putih memiliki daya adaptasi yang berbeda antara satu varietas dengan lainnya. Di dunia, terdapat lebih dari 300 varietas bawang putih yang semuanya diduga bisa tumbuh di Indonesia. Namun, tidak semuanya bisa berumbi di ekologi Indonesia.

Varietas lokal yang direkomendasikan Ditjen Hortikultura, meliputi, Sangga-Sembalun, Lumbu Putih, Lumbu Hijau, Lumbu Kuning, dan Tawangmangu Baru. Secara fisik, benih bawang putih asal Indonesia biasanya disertai daun kering atau masih dalam bentuk konde. Siungnya pun bertumpuk tidak bertumpuk. Sedangkan bawang putih dari Cina tidak memakai konde dan tumpukan siungnya beraturan.

"Kualitas benih lokal kita mengalahkan yang lain, dari kualitas, cita rasa, aroma, oleh karena itu yang ditanam kembali jangan sampai rusak supaya hasilnya bagus," tutur Suwandi.

Untuk mendukung berjalannya wajib tanam, perlu juga diperhatikan beberapa hal berikut, seperti, mencari lokasi lahan yang sesuai, MoU dengan petani direalisasikan tepat waktu, kualitas benih terjaga, mempersiapkan lahan dan perawatan sehingga hasil panen minimal enam ton per hektare dan tidak masalah memakai pola tumpangsari, tidak sekadar mengejar luas tanam, melainkan juga memantau proses produksi, serta mengantisipasi dan mitigasi force majeur seperti erupsi, banjir, serta cuaca ekstrem.

"Semua ini tidak bisa dilakukan Kementan sendiri, oleh karena itu acara ini sebagai bentuk evaluasi terhadap semua stakeholder, mulai dari perwakilan perusahaan importir, Satgas Pangan, PPATK, KPK, dan DPR RI," ucapnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya