Daerah-Daerah yang Terancam Kekeringan

Musim kemarau berpotensi menyebabkan kekeringan meteorologis (iklim) dengan status siaga hingga awas di beberapa daerah.

oleh Arie Nugraha diperbarui 28 Jun 2019, 12:00 WIB
Diterbitkan 28 Jun 2019, 12:00 WIB
ilustrasi kemarau dan kekeringan
(Foto: Tama66/Pixabay) Ilustrasi kemarau dna kekeringan.

Liputan6.com, Bandung - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menerbitkan peringatan status siaga dan awas musim kemarau panjang di beberapa derah di Indonesia. Perkiraan terjadinya kemarau panjang ini, berdasarkan hasil pemantauan curah hujan hingga tanggal 20 Juni 2019 dan prakiraan peluang curah hujan sangat rendah.

Menurut Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Herizal, prakiraan peluang curah hujan sangat rendah atau kurang 20 milimeter per 10 hari itu telah terjadi hari tanpa hujan (HTH) berturutan pada beberapa wilayah. Dampaknya sebut Herizal, pada potensi kekeringan meteorologis (iklim) dengan status siaga hingga awas di beberapa daerah.

"Status awas yaitu daerah yang telah mengalami HTH kurang dari 61 hari dan prospek peluang curah hujan rendah atau kurang 20 milimeter per dasarian pada 20 hari mendatang lebih dari 80 persen terjadi di sebagian besar Yogyakarta, Sampang dan Malang Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Indramayu Jawa Barat dan Buleleng Bali," ujar Herizal menurut informasi yang diterima Liputan6.com, Kamis (27/6/2019).

Sedangkan untuk daerah yang telah mengalami HTH kurang dari 31 hari atau siaga dan prospek peluang curah hujan rendah kurang dari 20 milimeter per dasarian pada 20 hari mendatang lebih dari 80 persen, terjadi di Jakarta Utara, Lebak dan Tangerang Banten, Nusa Tenggara Barat serta sebagian besar Jawa Tengah. Monitoring terhadap perkembangan musim kemarau menunjukkan berdasarkan luasan wilayah.

Herizal menyebutkan kondisi saat ini, 35 persen wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau dan 65 persen wilayah masih mengalami musim hujan. Wilayah yang telah memasuki musim kemarau meliputi pesisir utara dan timur Aceh, Sumatera Utara bagian utara, Sumatera bagian selatan, Jawa, Bali, NTB, NTT, Kalimantan bagian tenggara, pesisir barat Sulawesi Selatan, pesisir utara Sulawesi Utara, pesisir dalam perairan Sulawesi Tengah serta sebagian Maluku dan Papua bagian selatan.

"Musim kemarau tidak berarti tidak ada hujan sama sekali. Beberapa daerah diprediksikan masih berpeluang mendapatkan curah hujan. Pada umumnya prospek akumulasi curah hujan 10 harian ke depan, berada pada kategori rendah atau kurang dari 50 milimeter dalam 10 hari," kata Herizal.

Meski demikin beberapa daerah masih berpeluang mendapatkan curah hujan kategori memengah dan tinggi. Curah hujan kriteria menengah atau terjadi 50 – 150 milimeter dalam 10 hari, diprakirakan terjadi di pesisir Aceh, Sumatera Barat, Bengkulu, Sumatera Selatan bagian barat, Jambi bagian barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah bagian utara, Sulawesi bagian tengah, Papua Barat bagian utara dan Papua bagian utara.

Sedangkan untuk curah hujan kriteria tinggi lebih dari 150 milimeter dalam 10 hari, diprakirakan dapat terjadi di pesisir timur Sulawesi Tengah dan Papua bagian tengah.

Pantauan BMKG dan beberapa lembaga internasional bidang serupa terhadap kejadian anomali iklim global di Samudera Pasifik, menunjukkan kondisi El Nino Lemah.

"Sedangkan Anomali SST di wilayah Samudera Hindia menunjukkan kondisi Indian Ocean Dipole (IOD) positif. Kondisi ini diperkirakan akan berlangsung setidaknya hingga Oktober November Desember (OND) 2019," terang Herizal.

BMKG mengimbau kepada masyarakat agar waspada dan berhati-hati terhadap kekeringan yang bisa berdampak pada sektor pertanian dengan sistem tadah hujan. Selain itu dampaknya lainnya yaitu pengurangan ketersediaan air tanah atau kelangkaan air bersih. Bencana lainnya yang kerap terjadi pada musim kemarau adalah peningkatan potensi kemudahan terjadinya kebakaran. 

 

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya