Saat Embun Es Tiba Lebih Cepat di Kawasan Bromo dan Semeru

Embun es jadi siklus tahunan yang biasanya baru muncul di Bromo dan Semeru pada akhir Juli. Tapi pada tahun ini fenomena alam ini terjadi satu bulan lebih cepat

oleh Zainul Arifin diperbarui 02 Jul 2019, 11:00 WIB
Diterbitkan 02 Jul 2019, 11:00 WIB
Saat Embun Es Tiba Lebih Cepat di Kawasan Bromo dan Semeru
Embus es atau embun upas di salah satu titik di kawasan Lautan Pasir Gunung Bromo pada Sabtu, 29 Juni 2019 (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Liputan6.com, Malang - Matahari baru muncul dari balik punggung Gunung Bromo. Aris Hidayat tampak membidikkan lensa kameranya di kawasan Lautan Pasir Bromo. Di atas pasir, tampak butiran embun es atau embun upas (frost) tipis. Ada pula yang terlihat di rerumputan.

Pagi itu sekitar pukul 07.00, Aris dan rekannya baru tiba di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru itu. Mereka tertarik usai melihat foto unggahan di media sosial, embun es terbentang di lautan pasir. Mereka datang untuk mengabadikan fenomena alam itu.

“Mungkin ini datang sudah sedikit siang, jadi embun es tampak sudah sangat tipis,” ucap Aris akhir pekan lalu.

Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS) menyebut fenomena alam ini mulai terjadi sejak pertengahan Juni. Sebenarnya ini merupakan siklus tahunan. Hanya saja peristiwa embun beku tahun ini tiba lebih cepat dibanding tahun lalu.

Frost tahun ini datang lebih awal, pertengahan Juni sudah muncul. Padahal tahun lalu baru pada pertengahan atau akhir Juli,” ujar Sarif Hidayat, Kepala Sub Bagian Data Evaluasi Pelaporan dan Humas BB TNBTS, Senin, 1 Juli 2019.

Fenomena butiran es di kawasan taman nasional biasanya berakhir sampai awal September. Titik beku tersebar hampir di sebagian kawasan. Selain di lautan pasir yang suhu udaranya bisa mencapai 3-5 derajat Celsius, embun es juga tampak di Blok Bongkah Penanjakan.

Di jalur pendakian Gunung Semeru, embun es juga terlihat di kawasan Ranupani yang suhu udaranya mencapai 0-8 derajat Celsius. Serta di Ranu Kumbolo dengan suhu udaranya bisa mencapai minus 5 derajat Celsius.

“Kami ada alat ukur suhu ruangan, bisa melihat data dari itu. Soal ketebalan embun es kami tidak bisa memastikan,” ujar Sarif.

Meski udara dingin ekstrem sampai muncul embun es, tidak memengaruhi kunjungan wisatawan. Selama Juni ini sudah 106 ribu pengunjung datang ke taman nasional. Sedangkan Mei lalu hanya 53 ribu pengunjung.

Merusak Tanaman

Saat Embun Es Tiba Lebih Cepat di Kawasan Bromo dan Semeru
Embun es tipis di pasir di dekat kawasan Bukit Teletubies, Bromo, pada Sabtu, 29 Juni 2019 (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Embun es atau embun upas. Upas dalam istilah jawa bermakna bisa alias racun. Di taman nasional, butiran es ini berdampak ke tanaman bawah seperti di padang sabana. Rerumputan jadi lebih cepat kering dan mati kala tertutup buliran es.

“Tapi setelah itu bakal bersemi lagi, berganti dengan rumput yang jauh lebih hijau dan segar,” ujar Sarif.

Di Desa Ngadas, Poncokusumo, Kabupaten Malang, sebuah desa terdekat Gunung Bromo – Semeru fenomena alam itu juga turut terasa. Namun petani di desa ini berusaha cepat bereaksi begitu embun es ada di lahan pertanian mereka.

Kepala Desa Ngadas, Mujianto mengatakan sejauh ini tidak ada lahan pertanian yang sampai merusak tanaman sayuran akibat terdampak embun es. Sebab para petani sudah mengantisipasinya.

“Kalau ada es di tanaman, sebelum matahari terbit kami segera menyemprot dengan air agar cepat mencair,” ucap Mujianto.

Jika tidak begitu, tanaman bisa cepat membusuk dan gagal panen. Para petani sudah punya mengalami kerusakan akibat embun upas itu beberapa tahun silam. Peristiwa ini jadi pengalaman berharga bagi mereka.

Pertanda Kemarau Panjang

Saat Embun Es Tiba Lebih Cepat di Kawasan Bromo dan Semeru
Kawasan Lautan Pasir Gunung Bromo. Suhu dingin yang terasa lebih awal diperkirakan BMKG jadi pertanda musim kemarau bakal lebih panjang (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Karangploso, Malang menyebut puncak suhu dingin di wilayah Malang Raya bisa terjadi pada Agustus mendatang. Suhu rata – rata selama Juni masih 17,9 derajat Celsius, belum mencapai titik terendah.

“Ini masih bisa lebih dingin lagi, umumnya puncaknya terjadi pada Agustus,” kata Anung.

Pada Juni 2019 ini suhu terdingin di wilayah dengan ketinggian 600 meter di atas permukaan laut (mdpl) tercatat mencapai 14,4 derajat Celsius. Suhu rata – rata sudah minus 1,2 dejarat Celsius dibanding suhu normalnya.

Tapi itu masih kalah ekstrem dibanding Juni 1994 silam. Masa itu, suhu terdingin bisa mencapai 11,1 derajat Celsius. Dengan suhu rata – rata saat itu bisa minus 1,7 derajat Celsius dibanding normalnya.

“Tapi sekarang sudah membuat tubuh menggigil karena suhu indeks tubuh akan merasakan jika di bawah normalnya,” ucap Anung.

Ia meyakini cuaca dingin akan jauh lebih tajam terasa di wilayah topografi tinggi seperti di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Namun BMKG tidak bisa memastikan rata – rata suhu udaranya karena tidak memasang alat di sana.

“Tapi yang juga harus diantisipasi apakah ini jadi pertanda titik awal musim kemarau akan berlangsung lebih panjang atau apa. Ini masih kami kaji,” kata Anung.

Suhu dingin ekstrem di selatan khatulistiwa itu terjadi seiring angin muson timur dari Australia yang sedang mengalami musim dingin. Ini sebuah siklus tahunan dengan salah satu dampaknya adalah kemunculan fenomena embun es.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya