Bangkai Paus 9 Meter Terhempas di Pantai Buton Utara

Saat gelombang laut sedang tinggi, banglai paus sepanjang 9 meter terdampar di wilayah Buton Utara.

oleh Ahmad Akbar Fua diperbarui 06 Jul 2019, 19:00 WIB
Diterbitkan 06 Jul 2019, 19:00 WIB
Bangkai paus sperma yang ditemukan warga di Pantau Gusi, Kabupaten Buton Utara, Jumat (5/7/2019).(Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)
Bangkai paus sperma yang ditemukan warga di Pantau Gusi, Kabupaten Buton Utara, Jumat (5/7/2019).(Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)

Liputan6.com, Buton Utara - Seekor paus sperma sepanjang 9,20 meter terhempas gelombang laut di Pantai Gusi, Kecamatan Kulisusu, Kabupaten Buton Utara. Paus ditemukan seorang warga yang sedang melintas, Jumat (5/7/2019) sekira pukul 14.20 Wita.

Tayeb, warga yang menemukan pertama kali menceritakan, awalnya mengira paus tersebut hanya sebatang kayu berwarna hitam saat terapung beberapa puluh meter dari pantai.

"Karena dibawa gelombang besar, akhirnya makin dekat ke pantai dan ternyata itu bangkai paus," ujarnya.

Bangkai paus kemudian ditarik oleh warga setempat. Tidak lama setelah itu, bangkai paus menjadi tontonan warga lainnya.

Saat ditarik ke pantai, banyak terdapat luka dan bagian tubuh paus yang terpotong. Bagian rahangnya patah, sedangkan bagian ekor terpotong.

"Ada luka-luka lainnya di badannya, dibagian punggung dan perut," ujar Tayeb.

Salah seorang warga Kulisusu, Adrian mengatakan, lokasi pantai Gusi berhadapan langsung denga perairan Laut Banda. Pada Juni hingga September, wilayah perairan pantai Gusi memiliki gelombang yang cukup tinggi dan cukup menakutkan bagi sebagian nelayan.

"Tidak heran, kalau Paus bisa terdampar di wilayah ini," ujar Adrian.

Dari foto-foto yang viral di media sosial, bangkai paus diperkirakan sudah mati sekitar satu hari sebelumnya. Paus mengeluarkan darah segar saat ditarik menuju pantai.

"Mungkin digigit ikan lain, karena ada luka-luka di badan paus,"ujar Salim, warga di sekitar pantai Gusi.

Pantai Sulawesi Tenggara Jadi Kuburan Paus

Bangkai paus sperma yang ditemukan mati, menjadi bahan tontonan warga.(Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)
Bangkai paus sperma yang ditemukan mati, menjadi bahan tontonan warga.(Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)

Sejak 2016-2019, tercatat sudah ada sekitar 12 kasus terdamparnya paus di perairan Sulawesi Tenggara. Yang tercatat, hanya lima kasus saja selama 2 tahun lebih.

Tiga kasus diantaranya ditemukan mati, sedangkan dua kasus lainnya dilepaskan kembali ke alam.

Pada Desember 2018, seekor paus sperma ditemukan sudah tak bernyawa di pesisir Pulau Kapota. Saat itu, perut paus berisi 5,9 kilogram sampah plastik.

Pada Februari 2018, ditemukan kembali ditemukan paus sperma di perairan Kabupaten Bombana. Paus dalam kondisi masih hidup saat ditemukan, namun penuh luka dan hanya bertahan beberapa jam.

Pada Maret 2019, paus yang tak diketahui jenisnya ditemukan mati di wilayah perairan Pulau Bokori, Kecamatan Soropia, Kabupaten Konawe. Paus ditemukan sudah dalam kondisi rusak.

Pada 27 Juli 2018, pihak KKP Sulawesi Tenggara melepas empat ekor paus jenis pilot sirip pendek. Keempatnya ditemukan terdampar di Teluk Lawele, Desa Nambo, Kecamatan Lasalimu, Kabupaten Buton.

Pada 1 Januari 2018, seekor hiu paus masuk dalam jaring nelayan Perairan Pulau Bokori, Kabupaten Konawe. Hewan ini kemudian dilepas ke alam bebas setelah terjebak sekitar 6 jam.

Manager database Whale Stranding Indonesia, Februanty S Purnomo mengatakan, untuk mengetahui wilayah perairan Suawesi Tenggara menjadi lokasi migrasi hewan megafauna, perlu penelitian yang lama. Namun, lumba-lumba dan paus, menghuni hampir semua perairan Indonesia.

"Untuk melihat penyebab kematiannya, memang perlu pengamatan. Misal, melalui kondisi air laut, ketersediaan makanan atau kondisi alam," ujar Februanty.

Pengamat paus WWF Indonesia, Dwi Suprapti menjelaskan, paus sperma merupakan jenis paus bergigi paling besar. Dengan beberapa kasus penemuan paus, wilayah Buton bisa jadi menjadi jalur migrasi paus sperma.

"Penyebabnya banyak. Bisa karena faktor alam dan manusia," ujarnya.

Dia menyebut, selain faktor penyakit dan mangsa, juga ada faktor karena perubahan suhu dan gempa dasar laut. Banyak diantaranya ditemukan mati karena penyetruman, air laut tercemar minyak dan polusi sampah.

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya