Liputan6.com, Samarinda - Hutan di Kalimantan Timur kian menyempit. Alih fungsi hutan dan deforestasi menjadi momok. Tidak hanya itu, satwa-satwa lindung yang menjadi pemilik hutan pun ikut terdegradasi. Orangutan misalnya, primata yang satu ini terancam punah hanya karena rumah mereka terus terjajah.
CEO Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF), Jamartin Sihite, mengungkap bagaimana sulitnya melepasliarkan individu orangutan saat ini. Selain karena hutan yang tak lagi ada, izin dari pemerintah pun harus dengan usaha yang berkeringat.
"Orangutan itu punya kita, Indonesia. Tapi untuk melepasliarkan dia, kita harus sewa hutan. Padahal semua itu adalah untuk kita, manusia," kata Martin.
Advertisement
Pada 9 Juli 2019, BOSF merilis pelepasliaran tiga orangutan di Hutan Kehje Sewen, Kutai Timur. Tiga orangutan tersebut Matt Dodo, Litto dan Laila
Baca Juga
Lokasinya jauh di pedalaman Kalimantan Timur. Untuk menuju kesana diperlukan biaya yang besar untuk penyewaan mobil angkut, perahu dan porter atau kuli pengangkut beban. Mereka melepasliarkan tiga orangutan di salah satu sisi Hutan Kehje Sewen yang disewa. Meski luasan hutan ini ribuan hektare, namun tidak semua lokasi hutan bisa digunakan untuk orangutan.
"Apalagi saat ini, hutan sudah tidak lagi rimba karena ancaman ilegal loging, kebun sawit dan tambang batubara," sebutnya.
Keluhan demi keluhan sudah pernah Jamartin layangkan pada pemerintah daerah maupun pusat. Sayangnya, kondisi hutan di Kaltim memang terus berkurang.
Ditambah lagi, masa lalu hutan-hutan di Kaltim memiliki kisah yang buruk. Kebakaran hutan dan ilegal loging membabat semua pohon-pohon besar yang ada. Dari keseluruhan hutan yang ada, Jamartin menyebut tidak semua cocok untuk orangutan.
Simak video pilihan berikut:
Sulitnya Mendapat Hutan
"Untuk mendapatkan hutan itu prosesnya panjang. Tidak serta-merta langsung dapat walaupun bayar. Tapi harus dilihat dulu, apakah ada sawit di dekat situ, ataukah ada tambang, yang jelas harus bebas konflik," sebutnya.
Sementara itu, kebutuhan pelepasliaran semakin mendesak. Ratusan orangutan yang masih di kandang juga harus segera bebas. Jamartin harus memutar otak, untuk mendapatkan hutan. Jika bukan hutan belantara, setidaknya ada hutan buatan yang menjadi rumah bagi orangutan yang sudah tidak bisa dilepasliarkan.
"Semakin tua usia orangutan yang di kandang, semakin dia tidak bisa bertahan di alam bebas karena terlalu tua di kandang," jelasnya.
Pilihannya adalah membuat pulau hutan buatan. Di Kutai timur ada satu pulau buatan, Pulau Nas namanya. Pulau ini diperoleh dari perusahaan kelapa sawit yang ingin ikut menjaga orangutan. Pulau ini besar dan masih rimba, diisi oleh orangutan yang sudah tidak bisa dilepasliarkan di hutan karena terlalu lama di kandang.
Jamartin berharap pemerintah mau mendengar keluh kesahnya. Sebab, orangutan adalah milik Indonesia dan hutan adalah rumahnya. Masalah deforestasi harus segera ditangani, agar hutan kembali sehat dan orangutan kembali pulang.
Advertisement