Liputan6.com, Pekanbaru - Kepolisian Daerah Riau menyebutnya sebagai residivis akut. Tak hanya terlibat pembunuhan, pria bernama Satriandi ini pernah mencoreng kepolisian karena menjadi bandar narkoba ketika aktif berdinas di Mapolres Rokan Hilir.
Dipecat dari kesatuan pada tahun 2013 ternyata tak membuat Satriandi berubah. Dia makin larut dalam bisnis narkoba lalu menjelma menjadi pengendali sabu dan ekstasi di Bumi Lancang Kuning.
Setiap dua tahun sekali, namanya selalu muncul ke permukaan karena berbuat kejahatan. Tahun 2015, dia berulah karena terlibat kasus narkoba. Pada 2017 terlibat penembakan dan lari dari Lapas Pekanbaru serta muncul lagi pada 2019.
Advertisement
Hanya saja kemunculannya kali ini sekaligus mengakhiri catatan kriminal dirinya. Dia ditembak polisi di sebuah rumah di Jalan Sepakat, Kecamatan Tampan, Pekanbaru karena lebih dulu memuntahkan timah panas ke petugas, Selasa pagi, 23 Juli 2013.
Akibat perbuatannya ini, polisi bernama Lius Mulyadin dirawat intensif di sebuah rumah sakit di Pekanbaru. Tangan kanan polisi ini tertembus peluru karena berada di depan ketika penangkapan berlangsung.
Berikut catatan kejahatan yang dilakukan Satriandi semasa hidupnya.
Terlibat Narkoba dan Nekat Terjun dari Hotel
Satriandi merupakan seorang anak dari polisi yang saat ini bertugas di Polda Riau. Lulus sekolah, dia mengikuti jejak sang ayah dan akhirnya berdinas di Polres Rokan Hilir.
Tahun 2013, Satriandi menyandang pangkat Brigadir. Dia terbilang polisi nakal hingga akhirnya dimajukan ke sidang kode etik kepolisian karena terlibat peredaran narkoba.
Karena ulahnya itu, dia pun dipecat secara tidak hormat dan baju dinasnya dicopot. Bukannya berubah, Satriandi yang terjerumus jauh dalam gelapnya dunia peredaran narkoba mulai mengendalikan peredaran lintas provinsi.
Kota Pekanbaru termasuk salah satu wilayah jajahannya. Kedoknya terungkap ketika sebuah mobil dikendarai kaki tangannya kecelakaan di Jalan Gajah Mada pada 1 Mei 2015.
Dari mobil ini, polisi menemukan 5 ribu butir pil ekstasi. Hasil pengusutan Reserse Narkoba Polresta, ekstasi itu milik Satriandi yang tengah menginap di Hotel Arya Duta.
Kasat Narkoba saat itu, Komisaris Iwan Lesmana Riza menggerebek kamar 827. Di kamar ditemukan tiga orang bawahan Satriandi beserta empat bungkus plastik berisi sabu, belasan pil ekstasi, dan tiga butir Happy Five.
Polisi lalu bergerak ke kamar 801 dan menemukan Satriandi. Tak ingin ditangkap, Satriandi melawan dan berbuat nekat dengan terjun setelah mendobrak kaca jendela hotel.
Dia terjun bebas ke bawah hingga mengalami patah kaki dan tangan. Dia pun sulit diperiksa karena kondisinya saat itu, apalagi pihak keluarga menyatakan Satriandi punya kartu kuning alias gila.
Penyidikan Satriandi sempat ingin dihentikan karena "kegilaannya" itu. Namun, Direktorat Reserse Narkoba Polda Riau memutuskan menindaklanjuti kasus Satriandi.
Â
Terlibat Pembunuhan karena Bisnis Narkoba
Kasus loncat dari kamar hotel sempat mandek. Kasat Narkoba yang baru, Komisaris Polisi Deddy Herman tak kunjung menahan Satriandi dengan alasan kondisinya sudah lumpuh.
Kasus ini sempat menghilang beberapa saat hingga akhirnya terjadi kasus penembakan warga di Jalan Hasanuddin, Kecamatan Limapuluh, pada Sabtu, 7 Januari 2017.
Korbannya saat itu adalah pria bernama Jody Setiawan alias Jody Oye. Hasil pengusutan kepolisian memunculkan nama Satriandi sebagai pelaku karena diduga tidak menyetorkan hasil penjualan narkoba.
Menurut Kapolda Riau saat itu, Irjen Zulkarnain Adinegara, Satriandi dendam karena ulah Jody, lalu menembaknya pada malam Minggu itu.
"Korban ini merupakan kurirnya dan diduga tak menyetorkan hasil jualan narkoba," kata Zulkarnain di Mapolresta Pekanbaru, Senin, 9 Januari 2017, siang.
Ulah Satriandi ini sempat membuat Zulkarnain heran. Pasalnya, dia mendapat laporan dari anggotanya bahwa Satriandi gila dan diperkuat dengan surat pernyataan gangguan kejiwaan. Sementara, pelaku bisa membunuh orang dan berkeliaran.
"Bahkan, bisa ke Bali pula jalan-jalan. Ini ada foto-fotonya," kata Zulkarnain.
Menurut Zulkarnain, kasus bandar narkoba membunuh kurirnya menjadi atensi. Dia meminta jajarannya di Mapolresta Pekanbaru menjadikan kasus ini sebagai fokus penyelidikan.
"Dia ini pernah terlibat kasus narkoba, tidak bisa sembarangan," kata Zulkarnain.
Atas perbuatannya, Satriandi dijerat dengan pasal berlapis tentang pembunuhan berencana. Dia pun terancam hukuman mati karena dinilai menembak korban dengan sengaja, direncanakan, dan tidak spontan.
"Pembunuhan ini sudah dipersiapkan. Dan akan dikembangkan lagi karena diduga pelaku tak bekerja sendiri," kata Zulkarnain.
Advertisement
Kabur dari Lapas
Kasus pembunuhan yang dilakukan Satriandi terhadap Jody membuat majelis hakim di Pengadilan Negeri Pekanbaru menjatuhkan vonis 12 tahun penjara. Dia pun ditahan di Lapas Pekanbaru.
Baru beberapa bulan di penjara, Satriandi kembali berulah. Pada 22 November 2017, pria kelahiran 1988 ini kabur bersama temannya setelah melumpuhkan sipir penjara.
Satriandi juga berhasil merebut senjata api sipir penjara. Dia pun kabur dengan mudah setelah sebuah mobil menunggu di depan Lapas Pekanbaru.
Untuk mencari Satriandi, Kepolisian Resor Kota Pekanbaru menutup akses jalan keluar ke daerah lain. Polres daerah lainnya juga dihubungi untuk membantu petugas lapas mencari dan menangkap Satriandi bersama temannya Nugroho.
‎"Fokusnya di darat, kami lakukan penyekatan terutama akses jalan ke luar dari Pekanbaru, termasuk berkoordinasi dengan polres lainnya," kata Kapolresta Pekanbaru, Komisaris Besar Sutanto, Kamis, 23 November 2017.
Sementara, Kepala Divisi Kementerian Hukum dan HAM Riau saat itu, Lilik Sujandi, menyebut sudah memeriksa dua petugas jaga saat Satriandi kabur melalui gerbang utama. Hasilnya ditemukan bahwa komandan jaga saat itu mengizinkan Satriandi yang pincang serta memakai tongkat dan dipapah Nugroho masuk ke areal steril.
"Katanya saat itu mau mengambil kiriman dari luar sekitar pukul 16.30 WIB," sebut Lilik.
Setelah diberikan izin, Satriandi menuju areal P2U. Di areal ini, keduanya dilarang oleh petugas jaga, tetapi mereka tetap memaksakan diri hingga Satriandi nekat memukul petugas dengan tongkatnya.
"Hasil pemeriksaan internal, petugas ini juga mengaku ditodongkan benda berbentuk senjata api," kata Lilik.
Berhasil membuat petugas ketakutan, Nugroho membuka gerbang pengamanan terakhir yang saat itu tak terkunci sebagaimana mestinya. Satriandi pun leluasa berjalan pincang bersama Nugroho, di mana di parkiran lapas sudah ada mobil menunggunya.
Â
Simak video pilihan berikut: