Mengenal Suku Polahi, Komunitas Adat yang Masih Langgengkan Kawin Sedarah

Polahi itu menjadi unik lantaran memilih mengasingkan diri sejak zaman Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) di Indonesia.

oleh Arfandi Ibrahim diperbarui 28 Agu 2019, 21:00 WIB
Diterbitkan 28 Agu 2019, 21:00 WIB
Suku Polahi
Foto: Arfandi Ibrahim/ Liputan6.com

Liputan6.com, Gorontalo - Jika di Jambi ada Suku Anak Dalam, di Gorontalo ada Suku Polahi. Komunitas adat itu menjadi unik lantaran memilih mengasingkan diri sejak zaman Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) di Indonesia.

Polahi atau dalam bahasa Gorontalo berarti pelarian, mereka merupakan sekelompok orang yang tinggal di hutan, tepatnya lereng gunung Boliyohuto Desa Tamaila Utara, Kecamatan Tolangohula, Kabupaten Gorontalo.

Untuk sampai ke lokasi itu, pengunjung harus menempuh perjalanan hingga berjam-jam melalui medan yang sulit. Suku yang tidak mengenal huruf, angka, apalagi kemajuan teknologi ini memilih bertahan hidup dengan bertani.

Suku Polahi memilih mengasingkan diri ke hutan berawal pada zaman VOC, yakni sekitar abad ke-17. Nenek moyang mereka memilih lari dan mengasingkan diri ke dalam hutan karena menolak peraturan dan penindasan yang diberlakukan VOC kala itu.

Mereka lebih memilih bersama untuk mengasingkan diri dan membentuk komunitas untuk bergerilya dari hutan ke hutan. Sebelum menetap di area yang saat ini mereka tempati.

Bahkan mereka pun tidak mau bertemu dengan masyarakat yang ada di perkampungan, mereka lebih memilih tinggal di tengah hutan yang gelap gulita dari pada harus tinggal di perkampungan warga.

Selain itu, suku ini sering berpindah-pindah tempat dari hutan satu ke hutan lainya, hal ini terjadi ketika kematian datang menjemput salah satu keluarga mereka.

"Kami sering mencari tempat baru. Sebab, menurut kepercayaan kami, ketika sudah ada yang mati di satu tempat yang kami singgahi, maka kami harus segera pindah ke tempat lain," ungkap Nakiki, sebutan untuk polahi perempuan.

Ada kepercayaan jika hal itu tidak dilakukan maka mereka akan mendapatkan kutukan dan kesialan.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

Kawin Sedarah

Orang-orang Suku Polahi masih menggunakan tanaman sejenis daun woka sebagai pakaian. Rumah-rumah warga juga sebatas tiang kayu yang beratap daun-daun kering.

Menurut pantauan Liputan6.com di lokasi, orang-orang Suku Polahi dikenal tidak beragama dan melanggengkan praktik kawin sedarah. Ayah bisa menikah dengan anak, kakak dengan adik, yang penting suka sama suka.

"Kami semua satu rumpun," kata Nakiki.

Warga Gorontalo percaya orang-orang Suku Polahi punya ilmu menghilang. Namun anggapan tersebut langsung ditepis Nakiki yang bilang mereka tidak punya kekuatan mistis itu, apalagi ada yang menganggap orang-orang Suku Polahi adalah kanibal pemakan daging manusia.

"Semua itu tidak benar, kami tidak bisa menghilang, hanya saja ketika kami bertemu dengan orang perkampungan saat di tengah hutan pasti kami lari dan karena kami sudah hafal persis jalan yang ada di hutan. Jadi memang cepat," ungkap Tuli, Polahi tertua dari kelompok suku yang sudah berbaur dengan masyarakat

Namun seiring berjalannya waktu, para Polahi kini mulai beradaptasi dengan masyarakat yang ada di perkampungan. Mereka mulai memakai pakaian seperti masyarakat biasa, dan mulai menjual hasil panen ke perkampungan dan hasilnya dibelikan kebutuhan lain.

Namun sebagian besar orang masih mengangap Polahi bukan orang Gorontalo, dan mereka kerap mendapat ejekan sebagai manusia yang ketinggalan zaman, tak berpendidikan, dan primitif.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya