Menyelami Kisah Unik 3 Museum di Yogyakarta

Puluhan museum yang ada di Kota Yogyakarta memiliki cerita sendiri. Setiap museum menggambarkan keunikan Yogyakarta dalam balutan sejarah dan budayanya. Setidaknya ada 3 museum di Yogyakarta yang memiliki kisah unik.

oleh Yanuar H diperbarui 11 Okt 2019, 12:00 WIB
Diterbitkan 11 Okt 2019, 12:00 WIB
Museum Taman Tino Sidin
Museum Taman Tino Sidin dibuka sejak tahun 2014. Namun kembali diresmikan ketika tahun 2017 lalu.

Liputan6.com, Yogyakarta - Kota Yogyakarta dikenal dengan budaya dan sejarah pendidikannya. Hal ini terlihat dari banyaknya museum di Yogyakarta, salah satunya Museum Taman Tino Sidin yang diresmikan pada 2014 lalu oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh.

Rumah pelukis yang populer pada era 80-an di Jalan Tino Sidin 297, Kadipiro, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul kini bisa dikunjungi.

"Mulai banyak dikunjungi tahun ini ya karena ada saya," kata Arfina Rafsanjani, edukator Museum Tino Sidin waktu itu.

Museum Taman Tino Sidin yang merupakan salah satu museum di Yogyakarta ini kemudian diresmikan kembali Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy pada 12 Desember 2017 lalu. Perbedaan yang mencolok adalah adanya patung besar sosok Tino Sidin di depan museum.

"Ada 100 lukisan yang bisa ditampilkan tapi kalau semua, ada ribuan," katanya.

Fina mengatakan pengunjung bisa melihat lukisan, sketsa, arsip, foto, dan memorabilia Tino Sidin semasa hidup. Setidaknya ada dua barang koleksi yang khas ala Tino Sidin yaitu baret dan kacamata Tino Sidin.  

"Masih asli semua. Baret dan kacamatanya masih asli," ujarnya.

Pengunjung bisa melihat museum dengan beberapa koleksi  perpustakaan yang menyimpan 100 koleksi buku di lantai atas. Para pengunjung selain bisa melihat karya Pak Tino Sidin, juga bisa belajar menggambar di ruangan khusus.

"Biasanya kalau anak-anak terus praktik gambar. Pengunjung tua juga kita tanya mau atau enggak gambar di sini," ujarnya.

Museum ini dibuka untuk memperlihatkan sosok yang identik dengan kata-kata "Ya... Bagus!", "Teruskan, Jangan Takut-takut!". Museum ini buka setiap Senin hingga Sabtu, sejak pukul 09.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB.

"Hari Minggu libur. Kalau ada kolega dan ada orang, ya dilayani," ujarnya.

Iin Rahayu, salah satu relawan Museum Tino Sidin, mengatakan para pengunjung yang ingin menggambar ala Tino Sidin dapat ikut mengikuti kelas itu di lantai 2. Setiap sesi bisa diikuti 25-30 orang.

"Jadi ini bagian dari salah satu museum di Yogyakarta nanti, diputarkan video Pak Tino waktu di TV gitu. Nah pesertanya, mengikuti setiap langkah-langkah menggambar," ujarnya. 

Monumen Jogja Kembali

Museum Taman Tino Sidin
Museum Taman Tino Sidin dibuka sejak tahun 2014. Namun kembali diresmikan ketika tahun 2017 lalu.

Museum yang menyimpan banyak sejarah perjuangan tersimpan di Monumen Jogja Kembali (Monjali). Museum ini menyimpan kisah penting bangsa dalam upaya bebas dari penjajah, salah satunya adalah kisah bambu runcing.

"Bambu runcing Parakan saat itu sangat terkenal. Bambu runcing bisa mengalahkan bedil. Ada keyakinan dan kemantapan setelah memegang itu yakin bisa mengalahkan Belanda," ujar pemandu sekaligus juru bicara Monjali, Abdul Rauf.

Rauf menjelaskan setidaknya ada tiga bambu yang disimpan di Monjali. Satu bambu berwarna hitam dengan runcing tajam tampak dipamerkan dalam museum.

"Bambunya biasa. Pring hitam itu ya pring wulung itu biasa sekali. Jadi istimewa mungkin kekuatan doanya itu," kata dia.

Selain bambu runcing, Monjali juga menyimpan koleksi dari Jenderal Sudirman. Dokar, tandu, dan selop milik Jenderal Sudirman.

"Tandu ini yang pertama digunakan dari daerah Bedoyo Gunungkidul sampai Eromoko Wonogiri. Tidak semua tersimpan karena ada yang rusak," ujar dia.

Rauf menceritakan dari tandu inilah kisah perjuangan Jenderal Sudirman tersampaikan kepada generasi muda yang datang ke Monjali. Menurutnya  tandu dan selop milik Jenderal Sudirman merupakan koleksi yang istimewa dan tidak ternilai harganya.

Tandu berumur lebih dari 68 tahun ini  juga dapat menceritakan saat Jenderal Sudirman bergerilya sejauh 1.009 kilometer.  "Tandu pertama yang digunakan Jenderal Sudirman ini hasil pemberian dari seorang warga di Wonosari," katanya.

 

Museum Ullen Sentalu

museum Monjali
Monumen Jogja Kembali menjadi salah satu museum yang wajib dikunjungi wisatawan ketika datang ke Jogja. Berbagai peninggalan dan kisah perjuangan kemerdekaan terekam disini.

Museum Ullen Sentalu yang ada di kaki Gunung Merapi ini memiliki keunikan tersendiri ketika datang ke sini. Banyak koleksi dari kehidupan kraton terutama kraton Surakarta bisa ditemui di Jalan Boyong KM 25, Kaliurang Barat, Sleman, Yogyakarta ini.

Humas Museum Ullen Sentalu, Isti Yunaida menjelaskan selain menyimpan koleksi pribadi museum ini juga menyimpan koleksi syair dan puisi putri Keraton Surakarta yang ditulis para kerabat Keraton Surakarta waktu itu.

"Tepatnya buku kenangan zaman dulu. Para putri punya buku kenangan yang nulis sahabat, kerabat, bahkan guru," katanya kepada Liputan6.com.

Tulisan syair yang menggemparkan itu tersimpan dalam buku yang diletakkan di dalam kotak pajangan dan menjadi mahakarya museum. Pengunjung bahkan bisa melihat langsung buku itu.

"Buku kenangan milik putri Paku Buwana XI," katanya.

Buku kenangan yang penuh dengan syair itu merupakan milik Gusti Sekar Kedaton Putri PB XI yang akrab disapa Putri Tineke. Ida mengatakan buku syair tersebut memiliki nilai yang sangat tinggi jika didalami kembali maknanya.

"Para penulisnya putri keraton. Mereka intelek, keren lho. Very educated people. Banyak yang nulis ada 29 orang. Yang tiga itu, pangeran dan Raja Mangkunegoro VIII," katanya.

Namun, bagi pengunjung museum ini dilarang mendokumentasikan sesuai aturan museum Ullen Sentalu. Selain itu, pengunjung tidak boleh makan, minum, dan merokok.

"Pernah ada kasus ada lukisan di kaca ada pengunjung minum soda kena di kaca untungnya. Remah remah itu mengundang serangga. Harus bersih dari debu. Kenapa pakai AC karena menghindari jamuran," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya