Desa di Tepi Hutan Mangrove Cilacap Ini Bebas Stunting, Apa Rahasianya?

Ada satu kebiasaan masyarakat Ujungmanik yang berpengaruh langsung ke tingkat kesehatan masyarakat dan bikin balita bebas stunting. Masyarakat Ujungmanik sangat gemar mengkonsumsi ikan

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 23 Nov 2019, 21:00 WIB
Diterbitkan 23 Nov 2019, 21:00 WIB
Ilustrasi – Anak-anak di sebuah TK di Banyumas, Jawa Tengah. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Ilustrasi – Anak-anak di sebuah TK di Banyumas, Jawa Tengah. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Cilacap - Balita kerdil alias stunting kini menjadi prioritas kesehatan nasional. Pencegahan dan penanganan dilakukan di seluruh penjuru negeri, dari kota hingga desa-desa pelosok.

Saking seriusnya membebaskan Indonesia dari stunting, penanganan lintas sektoral dilakukan. Ibarat kata, program zero stunting adalah program keroyokan.

Di Cilacap, Jawa Tengah, Pemerintah Kabupaten meminta pemerintah desa maksimalkan Dana Desa (DD) untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, termasuk pencegahan dan penangan stunting.

Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Dinas Kesehatan (Dinkes) Cilacap, Agus mengatakan penanganan stunting tak bisa dilakukan oleh pemerintah pusat atau daerah. Pencegahan dan penanganan stunting juga harus dilakukan oleh pemerintah desa.

Stunting tak bisa diobati. Karenanya, langkah terbaik untuk terhindar dari stunting adalah dengan pencegahan.

Pencegahan bisa dilakukan semenjak remaja. Misalnya, dengan makanan tambahan dan pil penambah darah. Ini berguna agar perempuan benar-benar sehat saat hamil kelak.

"Apalagi sekarang kan memang sudah ada aturannya, dengan dana desa itu khusus penanganan stunting," ucapnya, Rabu, 20 November 2019.

Dia mengklaim, semua wilayah di Cilacap adalah prioritas penanganan stunting. Pemerintah desa didorong untuk menganggarkan dari Dana Desa (DD) untuk peningkatan fasilitas posyandu, makanan tambahan, jambanisasi dan lain sebagainya.

Konsumsi Ikan Tinggi di Ujungmanik

Kawasan Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Kawasan Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

"Sepintas tidak terkait langsung, tetapi stunting juga berhubungan dengan gaya hidup dan lingkungan sekitarnya," ujarnya.

Selain itu, secara berkala Dinkes bekerja sama dengan Puskemas melakukan penyuluhan dan sosialiasi ke desa-desa.

Dia mencatat, ada beda angka prevelensi stunting antara kementerian kesehatan dengan Dinkes Cilacap. Kemenkes menyebut angka stunting Cilacap 2019 lebih dari 20 persen.

Akan tetapi, setelah dilakukan penimbangan serentak oleh Dinkes pada 2019, secara faktual angka stunting Cilacap hanya 4,86 persen, atau ada beda angka yang cukup besar, sekitar 15 persen.

"Kami akan memberi masukan ke Kemenkes. Karena secara faktual angka stunting kita jauh dari Kemenkes," dia menjelaskan.

Desa pelosok identik dengan kemiskinan, dan tentu stunting alias bocah kerdil. Itu termasuk Desa Ujungmanik, Kecamatan Kawunganten, Cilacap, Jawa Tengah.

Desa ini berada di wilayah terpencil dan bahkan berpimpitan dengan hutan mangrove Segara Anakan. Akan tetapi, nyatanya desa ini bebas stunting alias zero stunting.

Kepala Desa Ujungmanik, Sugeng Budiyatno mengatakan, pada 2019, dari penimbangan yang diakukan di seluruh Posyandu, tak ada satu pun bayi atau balita yang stunting alias kerdil.

“Nggak ada. Kalau di Ujung Manik, nol persen,” kata Sugeng.

Sugeng berkata selain program kesehatan yang dilakukan pemerintah, ada satu kebiasaan masyarakat Ujungmanik yang berpengaruh langsung ke tingkat kesehatan masyarakat dan bikin balita bebas stunting. Masyarakat Ujungmanik sangat gemar mengkonsumsi ikan.

Program Desa untuk Bebas Stunting

Pelatihan pengolahan ikan di Desa Ujungmanik, Kawunganten, Cilacap, Jawa Tengah. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Pelatihan pengolahan ikan di Desa Ujungmanik, Kawunganten, Cilacap, Jawa Tengah. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Desa Ujungmanik memang berbatasan langsung dengan Laguna Segara Anakan. Sekitar 20 persen warganya yang berjumlah 10.700-an orang berprofesi sebagai nelayan atau petambak.

Sebab itu, konsumsi ikan menjadi kebiasaan turun-temurun. Di desa ini, tiada hari tanpa ikan.

"Pokoknya kalau di sini ikan, udang, kepiting, belut, itu makanan keseharian," ucapnya.

Makanan berprotein tinggi itu diyakini sangat berpengaruh besar ke tumbuh kembang anak. Budaya konsumsi ikan itu menurun ke balita yang juga gemar ikan.

Namun begitu, ikan bukan satu-satunya rahasia Ujungmanik bebas dari stunting. Jauh hari sebelum stunting menjadi program nasional, kesehatan, termasuk ibu hamil dan balita telah menjadi prioritas di desa berluas 1.600 hektare ini.

"Waktu itu kita belum mengenal istilah stunting. Stunting itu kan ramai dua tahun ke belakang. Kita sudah fokus ke penanganan kesehatan balita dan ibu hamil," dia mengungkapkan.

Beberapa program yang terus digenjot di antaranya, peningkatan fasilitas posyandu, poli kesehatan desa (polindes). Selain itu, melalui kader PKK dan Posyandu, pemdes juga rutin melakukan sosialisasi pola hidup sehat dan pengetahuan tentang makanan bergizi.

"Tahun ini kita menganggarkan Rp70 juta untuk stunting," ujarnya.

Sugeng menerangkan, mengatakan anggaran sebesar itu digunakan untuk kegiatan pembangunan fisik dan nonfisik. Pembangunan fisik misalnya peningkatan gedung dan fasilitas posyandu.

Selain Posyandu, Pemdes juga mengalokasikan kegiatan fisik yang terkait dengan kesehatan masyarakat. Yakni, jambanisasi. Tiap tahun, Pemdes mengalokasikan anggaran untuk pembanguan jamban.

Di luar kegiatan fisik, Pemdes juga mengalokasikan anggaran yang cukup besar untuk makanan tambahan. Tahun 2019 ini, makanan tambahan untuk ibu hamil, menyusui, bayi dan balita adalah Rp20 juta.

"Kalau remaja kita belum. Kita masih fokus ke penangaan mulai ibu hamil dan balita," dia mengungkapkan.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya