Kisah Dosen Universitas di Sulawesi Tenggara Tak Terima Gaji Sejak 2017

Dosen Universitas Nahdlatul Ulama Sulawesi Tenggara, tidak menerima gaji sejak 2017.

oleh Ahmad Akbar Fua diperbarui 11 Mar 2020, 05:00 WIB
Diterbitkan 11 Mar 2020, 05:00 WIB
Aktivitas perkuliahan di Kampus Universitas Nahdlatul Ulama Kendari.(Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)
Aktivitas perkuliahan di Kampus Universitas Nahdlatul Ulama Kendari.(Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)

Liputan6.com, Kendari - Universitas Nahdlatul Ulama Sulawesi Tenggara yang mulai dirintis sejak 2015 di Kota Kendari dan beberapa kabupaten lainnya, menyimpan sejumlah masalah. Salah satunya, gaji dosen di kampus, belum dibayarkan sejak 2017.

Padahal, sebelum resmi mengajar, dosen disodorkan SK dari pihak kampus yang memuat hak dan kewajiban mereka. Contohnya, jumlah gaji dan tunjangan lainnya setiap bulan sebesar Rp1,8 juta.

Salah seorang dosen, Zakaria menceritakan, 2 tahun lalu dia tak pernah menerima gaji sejak menjadi dosen mata kuliah Penjaskes di kampus Kabupaten Kolaka Utara itu. Awalnya, pria yang menikah 2019 lalu, berstatus dosen berdasarkan surat keputusan badan pengelola kampus yang dikeluarkan 20 September 2017.

Ternyata, tidak hanya Zakaria, puluhan dosen Universitas Nahdlatul Ulama Sulawesi Tenggara lainnya, juga mendapat perlakuan sama. Ada sekitar 39 orang dosen yang tercatat di kampus itu, sebagian besar tidak menerima gaji sejak 2017.

Menurutnya, selama Oktober 2019 hingga awal 2020, dosen hanya diberikan honor mengajar. Upah ini, dibayar setiap 6 bulan sekali dengan besaran Rp 3 juta lebih setiap dosen.

"Honor sebanyak itu, sebenarnya kecil bagi kami untuk hitungan 6 bulan. Namun, kami tetap terima karena awalnya pihak kampus terus menjanjikan akan membayar gaji kami," terang Zakaria, Senin (9/3/2020).

Menurut Zakariah, sejumlah rekannya sebenarnya sudah banyak yang hendak menyoroti keputusan kampus. Namun, belum ada satupun yang berani mengeluh secara terang-terangan.

"Saya paham, mungkin kawan-kawan saya merasa berat hati atau ada sebab lain, tapi yang saya sampaikan ini kebenaran dan memang hak saya," ujarnya.

Zakaria menambahkan, gaji dari dosen, dibayar berdasarkan pembayaran biaya SPP dan pendaftaran mahasiswa baru. Meskipun memiliki mahasiswa sekitar 1.040 orang lebih, pihak kampus belum mampu membayarkan gaji dosen.

"Untuk menutupi itu, jujur saya harus cari uang tambahan. Saya mengajar di SMA lain, sebab saya sudah punya keluarga," ungkap Zakaria.

Jika dihitung, total gaji dosen dan pejabat kampus yang dibayarkan, sebesar Rp 400 juta lebih. Namun, hingga saat ini banyak yang belum menerima gaji.

Salah seorang mantan dosen yang enggan disebut identitasnya menyatakan, sudah ada beberapa dosen yang memilih tidak melanjutkan mengajar di kampus karena kondisi ini. Meskipun, diduga banyak yang tak berani melawan karena mendapatkan nomor induk dosen nasional dari kampus.

"Mungkin saja, penyebab dosen lain bertahan di sana karena nomor induk dosen mereka dapatkan melalui Universitas Nadhlatul Ulama," ungkap mantan dosen itu.

Dari puluhan dosen, banyak dari mereka yang sudah berkeluarga. Mengatasi hal ini, beberapa dosen dan staf berusaha mencari tambahan pemasukan dengan bekerja di luar jam kampus.

Diketahui, setiap mahasiswa baru Universitas Nahdlatul Ulama Sulawesi Tenggara yang masuk pada 2018, membayar uang pembangunan sebesar Rp1 juta dan uang SPP Rp1 juta. Sebelumnya, anggaran SPP mahasiswa pada 2015-2017, Rp750 ribu.

Tanggapan Rektor Universitas

Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Sulawesi Tenggara, Prof Dr Nasruddin Suyuti MSi.(Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)
Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Sulawesi Tenggara, Prof Dr Nasruddin Suyuti MSi.(Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)

Terkait gaji dosen yang tak dibayarkan, menurut Rektor Universitas Nahdlatul Ulama, Prof Dr H Nasruddin Suyuti MSi , ada beberapa alasan utama. Dia menyatakan sejak berdirinya kampus, agak kesulitan membayar gaji karena kondisi keuangan kampus.

"Keuangan tidak mencukupi untuk membayar gaji, namun honor dibayarkan setiap 6 bulan sekali," ujar Nasruddin.

Kondisi ini, dipengaruhi jumlah mahasiswa yang banyak tidak membayar SPP. Menurutnya, meskipun aktif di kampus, beberapa mahasiswa ada yang tidak menyelesaikan kewajibannya.

Dia juga menambahkan, pihaknya tidak memanggil dosen bernama Zakaria masuk mengajar di kampus. Namun, dosen rata-rata mendaftar di kampus karena kemauan sendiri demi mendapatkan Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN).

"Ada kontrak yang mereka sudah tanda tangan terkait siap tidak digaji hingga kondisi keuangan kampus stabil dan memungkinkan untuk membayar gaji," kata Nasruddin, Senin (9/3/2020).

Namun, pernyataan Nasruddin tidak disertai bukti surat. Dalam kontrak yang ditandatangani dosen yang ditandatangani Badan Pengelola Universitas Nahdlatul Ulama Sulawesi Tenggara, tidak ada pernyataan dimaksud.

Secara umum, hanya membahas soal tugas dan kewajiban serta hak gaji yang diterima dosen. Salah satunya, jumlah gaji yang tak sesuai UMR.

Dia juga menyatakan, sebenarnya selain honor, dosen kampus sudah diberikan dana penelitian. Namun, menurutnya, tampaknya belum dianggap sebagai sebuah kabaikan dari kampus.

Menanggapi hal ini, salah seorang mantan dosen yang tak ingin namanya, menyatakan keterangan berbeda. Dosen berinisial YM itu menyatakan, sebelum kampus menjalankan aktivitasnya, pihak kampus sempat membuka lowongan mencari dosen.

"Setelah dosen masuk, ada sejumlah mahasiswa yang mereka panggil dan memutuskan kuliah di kampus, jadi memang ada dosen yang ikut mencari mahasiswa agar mau kuliah di kampus," ujar YM.

YM juga menyatakan, ada beberapa dosen yang mengajar mahasiswa S1 dengan tingkat pendidikan yang sama. Juga, ada beberapa dosen yang diduga mengajar tidak sesuai latar belakang pendidikannya.

Zakaria, dosen Universitas Nahdlatul Ulama Sulawesi Tenggara, berniat melaporkan pihak kampus ke Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sulawesi Tenggara dan Polda. Dia berupaya mencari keadilan, sebab kerja kerasnya di kampus tak mendapatkan perlakuan sesuai yang diharapkan.

"Saya akan melapor, sebab yang saya lakukan ini kebenaran," ujarnya.

Berbekal biaya seadanya, Zakaria bakal datang dari Kabupaten Kolaka Utara ke Kota Kendari yang berjarak sekitar 177 kilometer. Dia nekat menempuh jalur hukum karena menganggap kampus tidak bisa memperhatikan hak dosen.

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya