Ditolak Saat Pulang Kampung, Warga Mamasa Karantina Mandiri di Gubuk Tengah Sawah

Paulus Genggong (38) warga Desa Satanetean, Kecamatan Sesenapadang, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat bersama istri dan dua anaknya terpaksa menjalani karantina mandiri di gubuk tengah sawah.

oleh Abdul Rajab Umar diperbarui 28 Apr 2020, 04:00 WIB
Diterbitkan 28 Apr 2020, 04:00 WIB
Karantina mandiri
Paulus Genggong beserta salah seorang anaknya saat mejalani karantina mandiri di gubuk tengah sawah di Desa Satanetean, Kecamatan Sesenapadang (Abdul Rajab Umar/Liputan6.com)

Liputan6.com, Mamasa - Paulus Genggong (38) warga Desa Satanetean, Kecamatan Sesenapadang, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat bersama istri dan dua anaknya terpaksa menjalani karantina mandiri di gubuk tengah sawah karena mengalami penolakan oleh warga.

Paulus beserta keluarga selama beberapa tahun terakhir mencari nafkah di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Dia merupakan seorang pedagang keliling, sementara istrinya bekerja di salah satu rumah makan. Namun, karena pandemi Covid-19 mereka tak lagi bisa bekerja, penghasilan pun tak ada.

"Kami memilih pulang kampung karena sudah tidak bisa kerja, sementara kita tinggal di rumah kontrakan yang harus kami bayar," kata Paulus saat ditemui di gubuk tempat ia menjalani karantina, Senin (27/4/2020).

Paulus bercerita, ia mudik ke Mamasa pada 24 April 2020 yang lalu, saat tiba ia sudah merencanakan untuk melakukan karantina mandiri di sebuah rumah milik kerabat istrinya yang terletak di Desa Osango, Kecamatan Mamasa. Namun mereka mendapatkan penolakan dari warga setempat.

"Kami ditolak karena warga khawatir, kami sudah terpapar virus Corona. Saya bukan warga di situ, tapi istri saya, jadi kami menerima (penolakan)," ujar Paulus.

Karena mengalami penolakan, Paulus pun menghubungi keluarganya di Desa Satanetaan untuk dapat menjalani karantina di sana. Pemerintah desa pun sudah menyiapkan tempat karantina bagi mereka. Lagi-lagi, warga di sekitar tempat itu menolak Paulus beserta keluarganya untuk karantina di sana.

"Pak Kepala Desa sudah menyiapkan tempat karantina yang layak, sebuah rumah di kompleks perumahan guru. Namun, warga tidak setuju," tutur Paulus.

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

Ikhlas Karantina di Gubuk

Karantian mandiri
Gubuk di tengah sawah yang digunakan Paulus Genggong beserta keluarga untuk karantina mandiri (Abdul Rajab Umar/Liputan6.com)

Karena terus ditolak warga, Pemerintah Desa Satanetean memberikan alternatif bagi Paulus beserta keluarga untuk karantina mandiri di sebuah gubuk yang ada di tengah sawah. Tempat agak jauh dari pemukiman penduduk, tempat itu dinilai aman bagi Paulus dan keluarga menjalani karantina.

"Karena tidak ada tempat lain lagi, kami memilih karantina di pondok sawah. Saya ikhlas karantina di sini demi kebaikan kita bersama," ujar Paulus.

Paulus pun mengerti akan penolakan warga terhadap dirinya dan keluarga, sebab mereka bisa saja menjadi carrier Covid-19. Apa lagi mereka baru kembali dari daerah transmisi lokal (Makassar) yang tingkat penyebaran Covid-19 sangat pesat.

Sejak menjalani karantina di tempat itu, Paulus bersama keluarga kerap mendapatkan bantuan pangan dari keluarga maupan warga sekitar. Bahkan, mereka mendapatkan bantuan sembako dari Polsek Mamasa pada Minggu 26 April 2020 kemarin.

"Bantuan yang disalurkan merupakan hasil swadaya dari personel Polsek Mamasa. Ini juga sesuai arahan pimpinan dalam rangka berbagi pada bulan suci Ramadan di tengah pandemi Covid-19," ungkap Kanit Intelkam Polsek Mamasa Bripka Frans Patrick.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya