Harga Garam Anjlok, Petani Tradisional di Sikka NTT Terpuruk

Pasca covid-19 mewabah, petani garam mengalami penurunan produksi lantaran kurangnya pembeli garam di pasar.

oleh Ola KedaDionisius Wilibardus diperbarui 15 Jun 2020, 15:00 WIB
Diterbitkan 15 Jun 2020, 15:00 WIB
Petani Garam
Foto : Anastasia Puker, petani garam tradisional di Sikka, NTT (Liputan6.com/Dion)

Liputan6.com, Sikka - Semua sektor ekonomi terdampak wabah virus corona atau Covid-19. Seperti dialami oleh petani garam halus tradisional di wilayah tambak garam, Kelurahan Kota Uneng, Kecamatan Alok, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Wabah covid-19 menyebabkan petani garam terpaksa menurunkan jumlah produksi lantaran berkurangnya pembeli garam di pasar.

"Kalau kita mau produksi garam lebih banyak siapa yang mau beli, di pasar sepi pembeli. Sehari kami hanya bisa memproduksi garam kurang lebih 50 kilogram saja, kalau produksi lebih banyak lagi garam akan rusak," ungkap Anastasia Puker, petani garam tradisional di wilayah tambak garam kepada Liputan6.com, Rabu (10/6/2020).

Dia mengakui, selama kurang lebih 40 tahun menjadi petani garam tradisional, baru kali ini ia merasakan kesulitan memasarkan garam karena dampak Covid-19

"Daya beli semakin menurun. Sebelum wabah corona, sehari biasaya produksi garam mencapai 100 kilogram sehari dan kalau dipasarkakan selalu habis," katanya.

Kesulitan pemasaran garam, menyebabkan ekonomi sembilan KK yang hidup di area tambak garam itu terpuruk. Untuk bertahan hidup, ia bersama suaminya terpaksa berjualan garam keliling.

"Kalau sekarang penghasilan per hari hanya Rp100 ribu, Kalau dahulu waktu normal itu per hari bisa Rp400 ribu," tandasnya.

Simak Video Pilihan Berikut:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya