Normal Baru dan Semangat Baru Perajin Tenun Ikat Sikka NTT

Dampak dari wabah virus corona ini juga diraskan oleh Alfonsa Horeng pendiri Sanggar Lepo Lorun yang berada di Desa Nita, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur.

oleh Ola KedaDionisius Wilibardus diperbarui 14 Jun 2020, 07:00 WIB
Diterbitkan 14 Jun 2020, 07:00 WIB
Sanggar Budaya
Foto : Salah satu tarian budaya Sikka yang dimainkan sanggar Lepo Lorun, Kabupaten Sikka, NTT (Liputan6.com/Dion)

Liputan6.com, Sikka - Wabah Covid-19 melumpuhkan seluruh sendi kehidupan. Semua sektor usaha mati suri, termasuk pariwisata.

Dampak dari wabah virus corona ini juga diraskan oleh Alfonsa Horeng pendiri Sanggar Lepo Lorun yang berada di Desa Nita, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur.

Sanggar ini sepi pengunjung seperti yang dialami hotel-hotel dan destinasi wisata lainnya yang berada di Kabupaten Sikka, maupun pulau Flores pada umumnya.

Alfonsa mengatakan, pascamewabahnya virus corona, anggota sanggar Lepo Lorun tetap berkarya di rumah masing-masing, memperbanyak kain tenunan. Pemasukan dan omzet penjualan, melalui pesanan-pesanan kain sarung yang dikirim ke Jakarta.

“Di masa Covid-19, kita sudah menghasilkan kain yang sudah siap dipasarkan," ujarnya kepada Liputan6.com, Rabu (10/6/2020).

Sanggar Lepo Lorun yang diprakarsai oleh Alfonsa Horeng ini didirikan sejak tahun 2002, bertujuan untuk mempertahankan budaya yang sudah turun-temurun diwariskan oleh para leluhur.

Pembuatan tenun ikat dikerjakan secara manual dan proses pewarnaan tenun ikat ini masih menggunakan bahan-bahan alami yang didapat dari kulit tanaman mengkudu, kayu pohon hepang, dadap serep, kunyit, dan kulit pohon mangga.

Selain murni memproduksi kain tenun atau yang lebih sering dikenal dengan tenun ikat, ibu-ibu di sini juga membuat beberapa aksesoris seperti selendang, tas, bandana, baju terusan untuk wanita, menggunakan bahan dasar kain tenun. Kain tenun di Lepo Lorun diproses secara alami oleh tangan-tangan wanita tangguh penuh kesabaran.

Mulai dari proses memintal benang, mengikat motif, mewarnai sampai menjadi kain tenun seutuhnya dengan motif-motif khas kabupaten Sikka.

“Kami bukan pabrik atau pedagang. Kami melakukannya untuk melestarikan budaya yang diwariskan nenek moyang kami. Kami membuat dengan hati, dengan penuh kesabaran dan telaten, sehingga yang kami hasilkan adalah produk seni bernilai tinggi,” jelasnya

Menurut Alfonsa, tenun ikat merupakan seni yang bernilai tinggi dan juga bagian dari identitas budaya bangsa yang bernilai tinggi. Usaha dari ibu-ibu di Kabupaten Sikka ini berkontribusi melestarikan barang seni yang bernilai sangat tinggi ini.

“Salah satu bentuk kontribusi yang nyata ialah membantu menyebarkan informasi mengenai keistimewaan tenun ikat ini,” pungkasnya.

Simak Video Pilihan Berikut:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya