Awas, Serangan Ubur-Ubur Api di Pantai Selatan Cilacap dan Kebumen

Selain bahaya serangan ubur-ubur api, gelombang tinggi memang sedang terjadi di pantai selatan Cilacap dan Kebumen

oleh Rudal Afgani Dirgantara diperbarui 22 Jun 2020, 02:00 WIB
Diterbitkan 22 Jun 2020, 02:00 WIB
Ubur-ubur api atau ubur-ubur tudung biru. (Foto: Liputan6.com/Basarnas/Muhamad Ridlo)
Ubur-ubur api atau ubur-ubur tudung biru. (Foto: Liputan6.com/Basarnas/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Cilacap - Musim angin timur di perairan selatan Jawa salah satunya ditandai dengan munculnya ubur-ubur. Begitu pula pada musim angin timuran Juni 2020 ini.

Ubur-ubur mulai muncul di pesisir pantai Kebumen hingga Cilacap, Jawa Tengah. Di antara ubur-ubur yang bisa di panen itu, ada pula ubur-ubur yang berbahaya yakni, tudung biru atau ubur-ubur api.

Nelayan Kebumen dan Cilacap menyebutnya sebagai Rawe. Dan Rawe, dalam bahasa lokal berkonotasi dengan gatal dan pedas layaknya semak Rawe yang juga menyebabkan panas dan gatal sekujur tubuh.

Kepala Kantor Badan Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Cilacap, I Nyoman Sidakarya mengatakan ubur-ubur dilaporkan sudah muncul di sepanjang perairan Cilacap. Namun hingga kini belum ada satu pun laporan serangan makhuk air yang nyaris tak kasat mata ini.

Namun begitu, dia tetap meminta masyarakat tak lantas sembrono dan mandi di pantai. Terlebih, kini gelombang tinggi masih terjadi dan sewaktu-waktu bisa membahayakan wisatawan.

Dia juga menjelaskan, selain bahaya serangan ubur-ubur api, gelombang tinggi memang sedang terjadi di pantai selatan Cilacap dan Kebumen. Bahkan, dari informasi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), ombak mencapai 4-6 meter.

"Ya, ada itu ubur-ubur. Cuma tidak kelihatan karena banyak di air ya. Pengunjung kan tidak boleh mandi di pantai," ucapnya, Minggu, 21 Juni 2020.

 

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

Bahaya Ubur-Ubur Api

Ubur-ubur api atau ubur-ubur tudung biru. Warga lokal menyebutnya, Rawe. (Foto: Liputan6.com/BPBD Kebumen/Muhamad Ridlo)
Ubur-ubur api atau ubur-ubur tudung biru. Warga lokal menyebutnya, Rawe. (Foto: Liputan6.com/BPBD Kebumen/Muhamad Ridlo)

Dalam kesempatan berbeda, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Cilacap, Sarjono mengatakan musim ubur-ubur biasanya memang muncul pada musim angin Timuran. Di antara jenis-jenis ubur-ubur itu, ada pula jenis ubur-ubur tudung biru atau ubur-ubur api. Nelayan telah terlatih untuk menangani jenis ubur-ubur ini.

Mereka menghindari kontak langsung dengan jenis ubur-ubur ini. Sebab, ubur-ubur ini bisa menyebabkan iritasi dan panas di kulit. Ada kalanya, saat tubuh tidak dalam kondisi baik, dampaknya juga bisa lebih besar. Misalnya, sampai menyebabkan sesak napas.

Bahkan, ubur-ubur yang oleh warga lokal disebut Leteh atau Rawe, yang sengatannya bisa bikin melepuh. Tak jarang, tentakelnya yang beracun bikin korban pingsan.

"Itu biasanya kalau yang kena ubur-ubur memang punya penyakit bawaan. Normalnya hanya iritasi, panas dan gatal," ucap Sarjono.

Sarjono memperingatkan, ubur-ubur banyak ditemui di kawasan pantai. Sebab itu, wisatawan diminta untuk berhati-hati. Sebab, ubur-ubur bisa menyebabkan gatal-gatal pedas.

Sarjono menerangkan, Leteh ini banyak ditemukan bersamaan dengan munculnya ubur-ubur biasa. Termasuk di pinggiran pantai, lantaran terdampar terbawa ombak.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya