Liputan6.com, Kupang - Kapolda NTT, Irjen Pol. Hamidin mengaku menerima satu laporan kasus penculikan perempuan di Kabupaten Sumba Tengah.
"Ada satu laporan polisi dan sedang ditangani, tetapi jika kedua belah pihak mau damai kita hargai," ujarnya kepada wartawan, Rabu (1/7/2020).
Advertisement
Baca Juga
Menurut dia, laporan pidana kasus penculikan perempuan itu tidak ada kaitan dengan adat atau mahar.
"Soal adat atau mahar itu masalah lain. Jika melanggar pidana akan diproses hukum. Tetapi kita fleksibel, jika ada restorative justice, kita hargai itu," katanya.
Sebelumnya, pada pertengahan Juni 2020, sebuah video praktik kawin tangkap dilakukan sekelompok pemuda di Anakalang, Kabupaten Sumba Tengah membuat heboh jagat maya. Seorang perempuan 21 tahun ditangkap di rumah tetangganya.
Budaya kawin tangkap ini mendapat reaksi keras Ketua DPRD Nusa Tenggara Timur, Emilia Nomleni. Ia meminta, praktik kawin paksa di Pulau Sumba harus dihentikan.
Â
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Kawin Tangkap Merendahkan Martabat Perempuan
Dia menganggap, praktik kawin tangkap sangat merendahkan kaum perempuan.
"Bagi saya praktik kawin tangkap atas nama apapun harus segera dihentikan karena ini merupakan tindakan melanggar hukum dan merupakan kekerasan terhadap perempuan dan anak," ujarnya kepada wartawan, Selasa (30/6/2020).
Ia mengatakan, bisa saja praktik kawin tangkap di Sumba itu tidak hanya terjadi pada perempuan cukup umur, tetapi juga pada anak. Sebab tidak ada yang memastikan usia perempuan saat diiculik.
Dia pun mengakui, sebagian masyarakat di pedalaman Pulau Sumba, seperti di wilayah Kodi dan Wawewa menganggap kawin tangkap merupakan tradisi turun temurun yang tak bisa dihilangkan walaupun hal tersebut merendahkan martabat kaum perempuan.
Menurut dia, terjadinya kesepakatan pernikahan antarorang tua kedua belah pihak tanpa ada persetujuan sang anak saja sudah melanggar hukum. Apalagi ini dilakukan tanpa ada persetujuan orang tua dan si perempuan yang diculik.
Â
Advertisement
Upaya Menghilangkan Tradisi Kawin Tangkap
Ia mengaku, masalah kawin tangkap juga sudah dibicarakan dengan seluruh anggota dewan sejak sebelum pandemi Covid-19.
"Waktu itu saya sempat minta sama sama teman-teman di DPRD akan bersama-sama mencari jalan keluar dari praktik tersebut, namun pembahasan soal kawin tangkap di Sumba itu belum terlaksana karena adanya pandemi Covid-19 ini," ujarnya.
Masyarakat NTT sendiri, sangat menjunjung tinggi budaya sebagai warisan nenek moyang. Namun jika budaya warisan itu justru salah dan lebih banyak merugikan, maka harus dihilangkan.
Perlu peran dan kerja sama berbagai pihak, mulai dari pemerintah daerah, wakil rakyat, tokoh agama, tokoh masyarakat, serta sesepuh yang ada di pulau Sumba, untuk menjelaskan soal praktik kawin tangkap yang sudah tidak relevan lagi saat ini.