Liputan6.com, Blora - Sekitar satu kilometer dari alun-alun Kabupaten Blora, Jawa Tengah, terdapat bangunan art deco peninggalan Belanda. Gedung bersejarah yang kini menjadi markas TNI ADÂ Kodim 0721/Blora itu, menyimpan sekelumit cerita tentang 'partai merah' yang belum banyak diketahui khalayak.Â
Dandim 0721/Blora, Letkol Inf Ali Mahmudi kepada Liputan6.com, Senin (24/8/2020) menceritakan, pada Juli 1948 satuan teritoril TNI AD di Blora baru terbentuk. Dulu namanya KDM, singkatan dari Komando Distrik Militer.Â
Advertisement
Lebih jauh dirinya mengatakan, KDM sendiri awalnya ada dua bagian, yaitu KDM Blora pimpinan Mayor Partono yang meliputi 7 Onder Distrik Comando (ODC) yang terdiri dari Blora, Jepon, Tunjungan, Banjarejo, Ngawen, Kunduran, dan Todanan. Sedangkan KDM Cepu pimpinan Kapten Sunarso meliputi 3 ODC, yang terdiri dari Cepu, Jiken, Sambong, Kedungtuban, Randublatung, dan Doplang.
Advertisement
"KDM menjadi dua bagian tidak berlangsung lama, tepatnya Agustus 1948 dirubah menjadi satu KDM yang dipusatkan di Blora. Sedangkan Cepu berubah menjadi markas perwakilan KDM dibawah pimpinan Lettu Supardiyono," kata Ali.
Baca Juga
Bersamaan dengan itu, lanjutnya, istilah ODC juga berubah menjadi Komando Kecamatan Militer (KKM). Menurutnya, selang beberapa hari tepatnya pada 18 September 1948 terjadi peristiwa Partai Komunis Indonesia (PKI) Madiun baru mencokol dan memberontak di beberapa daerah, termasuk di Kabupaten Blora.
"Artinya lahirnya KDM di Blora di tahun yang sama dengan munculnya PKI Madiun di Blora," kata Ali.
Saat itu, YON DIV Senopati yang merupakan Tentara Merah PKI (YON Merah) di bawah pimpinan Mayor Purnawi mengadakan penculikan dan penangkapan terhadap para tokoh pejuang kurang lebih jumlahnya 368 orang.
Selanjutnya, para tokoh dimasukkan ke dalam gerbong loko kereta. Tujuannya adalah membawa mereka ke luar kota yang selanjutnya akan dipenjara atau bahkan dibunuh.
Dalam peristiwa ini, para pejabat teras Kabupaten Blora pun banyak yang menjadi korban. Di antaranya Mr Iskandar Bupati Blora, Gunandar Kepala Bupati Blora, Kolonel Iskandar Danmen 28 Pati, AKBP Akil Kusumadiyo Kepala Polisi Karesidenan Pati, dan masih banyak lagi.
"Diculiknya para pejabat teras berimbas di sejumlah jabatan pemerintahan sipil maupun militer mengalami kekosongan," ungkap Ali.
YON Merah kemudian menguasi Militer di Blora, Bupati kemudian diganti dari tokoh PKI bernama Budi sucipto, Patih kemudian diganti dari tokoh PKI bernama Sukiban, Kepala Polisi di Blora kemudian diganti dari tokoh PKI Efendi.
"Kekuasan PKI Madiun di Blora saat menjadi pejabat teras tidak berlangsung lama, hanya sekitar 29 hari," kata Ali.
Lebih lanjut disampaikan, pada Oktober 1948, YON Merah diserang oleh 2 DIV dari selatan yaitu DIV siliwangi dan dari timur yaitu DIV Ronggolawe.
"Dalam waktu satu hari seluruh Kabupaten Blora dapat direbut kembali dan para tokoh yang telah digerbong oleh PKI, kemudian dengan berbagai upaya segera dibebaskan," kata Ali.
Usai kejadian itu, selanjutnya TNI AD mengokohkan kembali keberadaannya di Kabupaten Blora hingga beberapa tahun kemudian. Tepatnya pada Agustus 1961 nama KDM dibawah pimpinan Kapten Soepardi, berganti nama menjadi Kodim 0721/Blora dibawah pimpinan yang pertama bernama Mayor Soekarno.
Gedung peninggalan Belanda yang kini menjadi markas TNI AD Kodim 0721/Blora, menjadi saksi bisu soal peristiwa tersebut. Ali juga menyebut, potongan sejarah ini perlu diketahui banyak orang, bahwa peristiwa pemberontak Partai Komunis Indonesia itu bukan hanya terjadi pada 1965, tapi jauh sebelum itu, pada 1948 juga sudah terjadi di Kabupaten Blora.